Siapa sangka takdir membawa Kevin harus terperangkap di pondok pesantren. Dirinya tidak bisa sebebas dulu, membuat Kevin frustasinya luar biasa. Namun siapa sangka, di sana ada sosok bidadari tak bersayap yang selalu membuat mata Kevin berseri-seri. Hari-harinya yang di pikir terasa suram di pondok pesantren, namun menjadi cerah. "Ustadzah, mau enggak jadi istri saya, nikah sama saya, kalau ustadzah nikah sama saya enggak bakalan nyesel deh. Saya ganteng, kaya lagi, saya anak tunggal loh... Keluarga Pradipta lagi." ucap Kevin dengan songong, matanya mengedip pada ustadzah galak yang mengajar di kelasnya. Nadzira -- sosok ustadzah itu mendelik pada santrinya itu. "Jangan ngimpi kamu. Type saya enggak modelan kayak kamu. Cepat kerjakan hukuman kamu, jangan banyak tingkah." Cetus Nadzira galak. Kevin tidak tersinggung, cowok itu malah tersenyum lebar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
Brmmmmm brmmmmm brmmmmm
"Yeeee!!! Bos Kevin menang!" Gio berambut keriting itu memekik heboh saat melihat sepeda motor sport berwarna hitam ber-lis biru langit itu melaju mencapai garis finis untuk yang pertama.
Motor itu melaju sangat kencang, meninggalkan beberapa motor sport yang lainnya yang masih jauh tertinggal di belakangnya.
Gio langsung berlari menghampiri Kevin, saat Kevin baru saja menyentadarkan motor sport miliknya.
"Lima Jeti bos. Dan lo harus traktir gue." Seru Gio.
Kevin mendelik ke arah cowok itu. Tangannya terulur membuka sarung tangannya, lalu menimpuk kepala sahabatnya itu, membuat Gio meringis.
"Sakit bos" keluh Gio.
"Lagian gue aja belum cair, lo seenak jidatnya aja minta traktir. Kan bangsad namanya." Umpat Kevin kesal.
"Yaaa, gue kan cuman mengingat kan tuan muda Pradipta. Kali aja lo lupa ya kan? Manusia kan tempatnya lupa. Lo enggak bakalan lupa persepsi itu kan?"
"Setan!!! Malah ceramahin gue lo. Tai emang lo." Berbicara dengan Gio itu menguras tenaga dan membutuhkan kesabaran yang ekstra, kalau tidak akan berakhir kesal pada akhirnya.
Gio meringis saat melihat aura marah dari bosnya itu, dirinya memilih bungkam saja, daripada kena amukan bosnya itu.
Kevin membuka helm full face miliknya, dan hal itu membuat semua para perempuan yang ada di sirkuit itu memekik heboh.
"Astoge. Kevin ganteng banget."
"Aku padamu Kevin... Sarangheo"
"Kevin aaaaa gile- gile, gue bisa cinta mati sama lo"
Kevin sudah biasa mendengar suara bising yang menurutnya tidak lah penting itu. Dirinya lebih memilih mengabaikannya, dan fokus pada seseorang yang berjalan menghampirinya.
Pluk
Cowok berambut cepak itu melemparkan amplop yang sudah berisi uang sesuai taruhan tadi.
Kevin mengambilnya, dan langsung memasukkannya ke dalam saku jaket miliknya. Kevin lalu tersenyum miring pada cowok yang ada di depannya itu.
"Kalah lagi kan?" Cetus Kevin pada Langit -- musuh bebuyutannya selama ini.
Langit berdecih sinis mendengarnya. "Cuman lima juta enggak masalah buat gue. Lain kali gue bisa menang, dan taruhannya gue mau lebih dari itu. Maybe, kalau Lo berani sih?" Langit seperti dengan sengaja menantang Kevin.
Kevin tersenyum menyeringai mendengarnya. "Gue enggak takut. Berapa juta? Gue siap! Kalau perlu malam ini juga." Desis Kevin.
"Gue tawarin lima puluh juta" sambung Kevin.
Langit mengepalkan kedua telapak tangannya kencang, kalau uang segitu dirinya mana punya. Uang lima juta tadi saja itu hasil dirinya merayu sang mama. Ya nasibnya sial, nilainya buruk dan papanya menarik semua kartu ATM yang dirinya punya.
Dan hal itu membuat Langit tidak memiliki uang sama sekali. Uang jajannya juga di batasi oleh papanya.
Kevin tersenyum miring ke arah Langit saat cowok itu tidak berani mengatakan apa pun tentang tantangannya. Kalau Kevin mah santai, karena uangnya banyak. Dirinya punya usaha sendiri yang sudah di kelolanya walaupun Kevin masih sekolah.
"Ciaaaa dia diem aja. Kenapa enggak ada duitnya?" Ledek Gio, dan langsung saja cowok itu tertawa ngakak.
Langit sudah mengepalkan kedua telapak tangannya kencang, wajahnya sudah memerah menahan amarah yang siap di ledakan detik itu juga.
"Hahaha. Mingkem dia Yo, gue yakin lah, duitnya habis. Mana mungkin dia berani. Mau jual apa kalau kalah? Mau jual ginjalnya..." Ledek Kevin sambil tertawa.
Gio semakin ngakak mendengar perkataan dari Kevin. "Anjay si bos... Jual ginjal. Mati lah dia."
"Hahaha"
Semakin kesal Langit mendengar ledekan itu, tangannya sudah terangkat ingin meninju kedua cowok sialan itu, namun urung saat mendengar suara sirine mobil polisi.
Wiu wiu wiu
Semua orang yang ada di sirkuit ilegal itu langsung berlari kocar-kacir entah kemana saat mendengar sirine mobil polisi itu.
Sirkuit balapan ilegal yang hanya di bangun oleh anak jalanan saja, dan mereka menjadi kan tempat itu untuk balapan liar setiap malamnya.
"Cabut bos" seru Gio panik, cowok itu langsung berlari ke arah sepeda motor sport miliknya yang tidak jauh dari sana.
Kevin sama, cowok tampan dengan alis setengah robek itu langsung naik ke atas motor sport miliknya, memutar kunci motor, namun sialnya, motornya tidak bisa hidup.
Kevin memukul tangki motornya, karena dirinya sudah tau jika motornya kehabisan bensin.
Sialan! Kenapa Kevin bodoh sekali, kenapa dirinya lupa mengisi bensin motornya.
"Bajingan" umpat Kevin.
Tidak kehabisan akal, cowok itu langsung turun dari motornya, berniat berlari saja. Namun sayang, jaket bagian belakang nya sudah di pegang oleh seseorang.
"Mau kemana kamu Evin!!!"
Kevin memutar bola matanya jengah, lalu setelahnya membalikkan tubuhnya menatap ke arah polisi yang sedang memegang jaket bagian belakangnya.
Kevin nyengir menatap orang itu. "Sorry Paman "
Pria yang tak lain adalah pamannya sendiri , adik dari mama nya itu langsung berdecak mendengar perkataan dari keponakan nya itu . Sudah sering menghadapi kenakalan keponakan nya itu ,dan ini entah untuk yang keberapa kali lagi ulah Kevin itu , yang berakhir membuat nya pusing tujuh keliling .
" Kamu harus ikut paman ke kantor ."
Bahu Kevin melemah mendengar nya .
"Elah !!"
•
Beberapa menit kemudian . .
"Kenapa kamu nakal sekali sih Kevin . Papa pusing ngadepin tingkah laku kamu yang seperti ini . " Ucap Pradipta kesal pada anak sematang wayang nya itu .
Kevin dengan santai tersenyum , lalu mengambil kue yang ada di depan meja . Dirinya baru saja pulang dari kantor polisi , tentu nya setelah di jemput oleh papa dan mama nya . Paman nya ada di sana , namun paman nya tidak mau memperlakukan istimewa pada Kevin . Walaupun Kevin keponakan nya , tapi tetap saja , tindakan yang di lakukan oleh Kevin itu salah . Dan diri nya tidak membenarkan hal itu .
Saat ini Kevin duduk di ruang keluarga dan sudah siap mendengarkan ceramah panjang lebar dari papa nya itu .
"Elah pa , masih muda juga . Udah biasa kali . Papa juga dulu begitu ." Sahut Kevin santai . Tidak ada takut-takut nya sama sekali dengan papa nya itu .
Pradipta memijit kepala nya yang terasa berdenyut mendengar jawaban santai dari anak semata wayangnya itu .
"Pusing aku ma hadapin anak kamu itu . " Keluh Pradipta pada Ningsih sang istri .
Ningsih menghela nafas nya kasar . "Papa sih marah-marah muluh, nanti tensi nya naik lagi ."
"CK, gimana enggak marah , kalau tiap hari ngadepin tingkah laku anak itu . Dia udah tua ma . Usia nya bukan remaja lagi . Kevin udah berusia dua puluh satu . Mesti nya dia udah kuliah .
"Ini boro-boro kuliah , sekolah nya juga enggak lulus- lulus . " Kesal sekali Pradipta dengan tingkah anak semata wayangnya itu .
"Pa nikmati hidup pa . Jangan ambil pusing , toh kuliah enggak nya , Kevin tetap mimpin perusahaan ." Santai banget jawab nya , sambil sibuk mengunyah kue yang ada di depan nya .
Pradipta menghela nafas nya kasar , tidak ada pilihan lain , sudah dirinya pikirkan semenjak satu Minggu ini . Dan Pradipta sudah memutuskan nya saat sang anak membuat ulah lagi . Mau berbicara panjang lebar sama saja , anak nya itu bebal sekali .
"Oke. Kalau begitu . Mulai besok kamu papa pindahkan ke pondok pasantren . "
Kue yang ada di mulut Kevin langsung menyembur keluar , dengan mata pemuda itu yang langsung melotot ke arah sang papa .
Bukan hanya Kevin saja , nyatanya Ningsih juga langsung melotot mendengar perkataan sang suami .