"sudah aku katakan sedari dulu, saat aku dewasa nanti, aku akan menjadikan kakak sebagai pacar, lupa?" gadis cantik itu bersedekap dada, bibirnya tak hentinya bercerocos, dia dengan berani masuk ke ruang pribadi pria di depannya.
tidak menjawab, Vallerio membiarkannya bicara seorang diri sementara dia sibuk periksa tugas para muridnya.
"kakak.."
"aku gurumu Au, bisa nggak panggil sesuai profesi gitu?"
"iya tahu, tapi kalau berdua begini nggak perlu!"
"sekarang kamu keluar!" ujar Vallerio masih dengan suara lembutnya.
tidak mengindahkan perintah pria tampan itu, Aurora malah mengikis jarak, dengan gerakan cepat dia mengecup bibir pria itu, baru berlari keluar.
Vallerio-Aurora, here!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
aku calon istrinya, mbak!
Setelah meminta izin pada sang mommy, Aurora mengendong tubuh Aira keluar dari mansion. Belum sampai di depan gerbang, Alena berlari kecil menyusul dua orang itu.
"aku ikut.." ujarnya kemudian ikut masuk ke dalam mobil. Aurora dan pak Joko secara bersamaan melirik, mobil mewah itu belum berjalan.
"kenapa lihat lihat?? Nggak boleh ya?" dua orang itu mengangguk, sementara Aira hanya diam sembari memainkan jari tangan Aurora.
"kakak kenapa ikut?? Kalau kak Wiliam nanti marah gimana? Kalau kakak mau ice cream, nanti Rora belikan, bagimana?" ujar Aurora dengan cemas.Bukan apa, dia hanya takut di amuk Wiliam karena Alena keluar tanpa seizin pria itu.
"Tenang, aku sudah dapat izin pak suami, dia tunggu kita di kafe X, gas pak!!" perintah Alena dengan senyum yang tidak pernah pudar sejak tadi. Bahagia sekali rasanya saat dia keluar seperti ini, sejak wanita itu tengah hamil anak kedua, Wiliam kembali posesif dan protektif padanya, kemana mana dia harus izin lebih dulu dan tentu harus dengan Wiliam pastinya. Seperti hal nya siang ini, Wiliam rela meninggalkan kantor lagi hanya untuk menemani sang istri yang mau keluar jalan jalan bersama adik iparnya.
"benaran?" tanya Aurora memastikan
"hmm, ayok!!"
Pak Joko melajukan mobilnya kemudian, tujuan pertama mereka adalah kedai ice cream yang letaknya tidak jauh dari kafe dimana Wiliam berada. Tak sampai beberapa menit, mobil yang di kemudi pak Joko kini sampai di depan kedai ice cream pinggir jalan. Sangat ramai, banyak sekali peminat dari kedai ice cream satu ini. Memang tidak salah, rasanya sangat enak.
Alena, Aurora, Aira serta pak Joko turun bersamaan. Pria paruh baya itu tidak hanya menunggu di mobil, melainkan menemani sang majikan kemanapun mereka pergi.
"pak pesan lima ya, dua rasa vanila dan tiganya durian!" seperti biasa, Aurora yang bertugas memesan sementara Alena dan putri kecilnya hanya menunggu.
"hanya lima?" Alena berujar saat melihat jumlah ice cream di tangan Aurora tidak banyak.
"hmmm, maunya berapa kak?? Kan kita cuma lima orang, satunya nanti buat kak Wiliam" jawab Aurora cepat.
"kita cuman makan satu doang? Tiga dong, sana beli lagi!!" perintah Alena pada akhirnya. Dia sudah mewanti wanti untuk makan banyak ice cream hari ini, di beli cuman satu satu? Ya nggak akan puas lah, pikirnya.
Tidak mengindahkan, Aurora berjalan lebih dulu. Dia tidak menuruti kemauan Alena untuk membeli lagi, nanti dia sendiri yang kena amuk oleh kakaknya jika menuruti kemauan bumil itu.
"catu aja mom, nanti Deddy malah, gimana?" Aira bersuara, saat ini ia berada di pihak Aurora. Mendengar itu, Alena hanya cemberut kemudian kembali ke mobil. Mereka memakan ice cream itu di mobil,
"kita ke kafe X pak, suami saya disana!" ujar Alena lagi. Mereka kemudian pergi ke kafe X.
.
.
Saat ini, mereka bertiga sudah berdiri di depan kafe. Terlihat mobil Wiliam sudah terparkir rapi disana.Ketiganya berjalan masuk, mencari meja yang di duduki Wiliam. Tidak kunjung dapat, Alena mengambil ponselnya kemudian menghubungi pria itu.
"sayang, dimana??" tanya Alena saat sambungan teleponnya terdengar.
"nomor dua puluh lima, sini!" jawab Wiliam yang memang melihat ketiganya. Alena berjalan, di ikuti oleh Aurora yang tengah mengendong Aira dari belakang.
"udah beli ice creamnya??" tanya Wiliam saat ketiganya sudah duduk di meja.
"hmm, masa iya cuman di beli satu doang.." cemberut Alena di lengan suaminya. Wiliam mengusap lembut kepala gadis itu,
"iya, satu saja, nggak baik makan banyak banyak.." seolah melupakan dua bocah yang sejak tadi ngikut, Alena dan Wiliam asyik sendiri seolah tengah berpacaran. Melihat itu, Aurora dan Aira merasa bosan sendiri.
"ckk, teluc kita kecini ngapain? kecal aku!!" Aira menghentak hentakan kakinya di bawah meja.
"eh, kalian ngapain kesini?? Kita mau berduaan doang!" Wiliam menggoda putri kecilnya, membuat wajah Aira kembali cemberut.
"kak, tunggu disini ya, aku mau ke toilet bentar!"
"ya udah, jangan lama lama!" Aurora pergi ke toilet, berjalan cepat karena sudah menahan pipis sejak tadi. Cukup lama gadis itu di toilet, kemudian kembali setelah urusannya selesai.
Saat masuk kembali ke dalam kafe, mata Aurora tak sengaja menangkap suatu objek yang begitu familiar di matanya.
"dia disini, siapa gadis itu??" guman Aurora dalam hatinya, tanpa pikir panjang, dia tidak lagi ke meja dimana Alena dan kakaknya berada, melainkan menghampiri meja Vallerio dan Riska.
"kakak, kau disini?" sapa Aurora mengagetkan kedua orang yang sedang asyik berbincang itu. Vallerio meneguk ludahnya kasar, dia membeku seolah sedang tertangkap basah lagi selingkuh.
Mendudukkan bokongnya di kursi samping Vallerio, Aurora bahkan tidak peduli dengan tatapan tajam Riska ke arahnya.
"kencan, iya?" tanyanya pada Vallerio. Pria itu tidak menjawab sama sekali, tapi suara Riska yang terdengar .
"kami sedang kencan, kenapa?" tanya Riska tidak suka, untuk kedua kalinya dia terjebak dengan gadis kecil syok berkuasa itu. Tadi pagi, iya, dia yang tadi pagi sempat berdebat dengan Aurora di jalanan.
"Benarkah? Berkencan dengan wanita matre?" Aurora menatap sinis, keduanya saling tatap, melemparkan pandangan permusuhan.
"Kesini dengan siapa?" tanya Vallerio lembut berhasil mengalihkan keduanya, pria itu menatap Aurora Lamat Lamat.
"Dengan kak Alena, mereka berada disana!" tunjuk Aurora ke arah meja Alena yang memang tidak jauh dari sana.
"oh ya, dengan Wiliam juga?"
"hmm, kita datang beli ice cream di kedai pak Ali" Vallerio hanya mengangguk. Melihat keakraban dua manusia itu, Riska jadi bertanya tanya.
"em, Valle, dia siapa?" tanya Riska yang sejak tadi penasaran. mendapati pertanyaan itu, Vallerio langsung ingat keberadaan Riska.
"eh, maaf ya.. Dia adik ipar__"
"Aku calon istrinya mbak, jelas!!" belum selesai kalimatnya, Aurora memotongnya dengan cepat. Jawaban yang mengejutkan dua manusia itu.
"be-benaran??" pupus sudah harapan Riska, baru saja dia menyusun rencana masa depan di otaknya jika berhasil menaklukkan Vallerio.
"tapi kamu masih kecil, tidak cocok sama Vallerio.." ujar Riska menghibur dirinya. Mendengar itu, Aurora hanya tersenyum tipis,
"masih cocok, dia dua puluh delapan aku tujuh belas, berjalan ke delapan belas, beda sepuluh tahun doang, banyak kok pasangan fenomenal yang bedanya sampai 20, 25 tahun. kalau sudah cinta maka usia tidaklah penting!!" ujar Aurora dengan wajah yang tampak songong seolah membanggakan dirinya.
Tidak memberi kesempatan pada Vallerio untuk menjelaskan, Aurora terus memotong pembicaraan pria itu saat hendak klarifikasi pada Riska.
Hingga pada akhirnya, Riska yang sudah tidak nyaman disana, pamit pulang lebih dulu. Bukan menyerah, dia hanya tak ingin membuat keributan disini. Sebelum janur kuning melengkung, Riska masih membawa tekad kuat dalam hatinya untuk menaklukkan Vallerio dengan caranya. Dia bisa membaca bahwa Aurora hanyalah membual tentang status mereka, dari ekspresi wajah Vallerio yang seperti tertekan, Riska bisa menyimpulkan hal itu.
"Aku pamit pulang lebih dulu ya, byee Vallerio.." Riska berlalu dari sana. Sementara Vallerio sendiri, hanya melihat tanpa membalas lambaian tangan gadis itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
lagian knpa emgga bilng kalo udah punya pacar .. 🗿🔪