Pernikahan yang sudah didepan mata harus batal sepihak karena calon suaminya ternyata sudah menghamili wanita lain, yang merupakan adiknya sendiri, Fauzana harus hidup dalam kesedihan setelah pengkhianatan Erik.
Berharap dukungan keluarga, Fauzana seolah tidak dipedulikan, semua hanya memperdulikan adiknya yang sudah merusak pesta pernikahannya, Apakah yang akan Fauzana lakukan setelah kejadian ini?
Akankah dia bisa kuat menerima takdirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua
Dengan penuh semangat dan senyum yang selalu merekah di bibir, Ana masuk ke kafe yang telah dijanjikan Erik, untuk mereka bertemu. Dari jauh dia sudah melihat kehadiran kekasihnya itu.
Ana mempercepat langkahnya. Dia sudah tak sabar ingin bertemu dengan pria itu. Sampai dihadapan Erik, dia langsung duduk di samping sang kekasih.
"Kamu mau pesan apa?" tanya Erik, begitu Ana sudah duduk dengan sempurna di kursi.
"Aku baru sampai, bukannya tanya kabar, atau tanya yang lain. Kenapa langsung tanya pesananku. Seperti tergesa-gesa saja," jawab Ana.
Erik tersenyum simpul mendengar jawaban gadis itu. Dia mengusap kepalanya dengan lembut.
"Aku takut kamu sudah lapar. Makanya mau pesan makanan langsung," jawab Erik dengan lembut.
Ana tersenyum mendengar ucapan kekasihnya. Pria itu selalu memberikan perhatian khusus untuknya. Dia juga selalu bertutur kata lembut, tak pernah sekalipun Erik membentaknya atau bersuara keras.
"Kalau begitu, aku pesan makanan dulu," balas Ana.
Ana lalu memanggil pelayan kafe, dan memesan makanan kesukaannya.
"Mas, sudah pesan makanan?" tanya Ana.
Erik menjawab dengan menganggukan kepalanya. Dia lalu menarik napas dalam, dan membuangnya. Itu dilakukan berulang kali. Dalam diam Ana melirik, heran melihat kekasihnya yang tampak sangat gugup.
"Mas, apa ada masalah?" tanya Ana. Dia menatap sang kekasih dengan tatapan yang penuh cinta.
"Kita bicarakan setelah makan aja."
Erik melihat pelayan membawa pesanan makanan mereka sehingga menunda obrolan. Ana melihat sikap pria itu agak berbeda, tapi dia tak mau mendesak agar bicara. Lebih baik tunggu setelah makan seperti yang Erik katakan.
Mereka makan dalam diam. Tak ada yang bersuara. Ana yang memang lapar, menyantap makanan hingga habis tak tersisa, berbeda dengan Erik, pria itu tak menghabiskan makanannya.
Setelah selesai makan, Ana yang melihat Erik masih belum menyentuh makanannya, akhirnya bertanya juga.
"Mas, sebenarnya ada masalah apa? Kenapa kamu seperti banyak pikiran?" tanya Ana akhirnya.
Erik meletakan sendok makan ke piring. Dia merubah posisi duduknya menghadap ke kekasihnya. Meraih tangan Ana dan menggenggamnya.
"Ana, sebelumnya aku minta maaf jika apa yang akan aku katakan ini akan membuat kamu marah, terluka dan kecewa. Tapi satu yang perlu kamu ingat, jika aku masih tetap mencintaimu hingga saat ini," ucap Erik.
Ana terkejut mendengar ucapan Erik. Dia makin penasaran dengan apa yang terjadi.
"Mas, jangan buat aku cemas begini. Sebenarnya apa yang terjadi? Dari kemarin kamu selalu meminta maaf," balas Ana.
Erik menarik napas dalam, lalu membuangnya secara perlahan. Dia melakukan itu berulang kali. Sehingga Ana yang melihat jadi makin kuatir dan tak sabar ingin mendengar apa yang terjadi.
"Mas, jangan diam saja. Katakan apa yang sebenernya terjadi? Apa yang ingin kamu sampaikan? Bukan berita buruk'kan?" tanya Ana lagi.
"Ana, maafkan aku ...."
"Jangan meminta maaf terus, Mas. Katakan saja apa yang ingin kamu sampaikan!" seru Ana mulai tak sabar.
Erik menatap wajah Ana dengan intens. Ada rasa bersalah yang besar melihat tatapan sendu gadis itu. Belum mengatakan hal sebenarnya saja, dia sudah sangat kuatir dan takut. Apa lagi jika mendengar apa yang akan Erik sampaikan.
"Ana, aku tak bisa menikah denganmu. Aku ingin membatalkan pernikahan kita," ucap Erik dengan pelan.
Suara Erik yang pelan, tapi sanggup membuat Ana terkejut dan syok. Dia langsung melepaskan genggaman tangan mereka. Tersenyum miris.
"Aku tak suka candaan kamu, Mas!" ujar Ana.
"Aku tidak sedang becanda, Ana. Aku ingin membatalkan pernikahan kita," balas Erik.
Ucapan Erik kali ini membuat Ana benar-benar terkejut. Dunianya seperti mau runtuh dan hancur. Pernikahan yang telah mereka rencanakan akan batal. Persiapan yang sudah hampir selesai harus dihentikan.
"Kanapa harus dibatalkan, Mas? Katakan padaku alasannya!" seru Ana dengan suara terbata.
Ana merasa dadanya sesak. Tapi dia berusaha tetap tegar. Dia juga berusaha menahan air mata agar tak jatuh membasahi pipinya. Dia harus tahu alasan dari pembatalan pernikahan mereka.
"Aku tidak bisa melanjutkan pernikahan kita."
"Aku sudah dengar itu, Mas. Yang ingin aku tau apa alasan kamu membatalkan semua ini!"
"Karena kita sudah tak sejalan lagi. Aku sudah tak bisa menggenggam tanganmu lagi. Aku harus pergi dari kehidupan kamu, Ana."
Ana tertawa sumbang mendengar jawaban dari Erik. Padahal di awal obrolan tadi, dia mengatakan jika masih cinta. Tapi saat ini berkata hal yang berbeda, jika dia tak sejalan lagi.
"Apa karena ada wanita lain?" tanya Ana langsung. Dia menebak itulah alasan kuat Erik harus membatalkan pernikahan mereka.
Padahal selama ini, Ana begitu percaya dengan pria itu. Dia merasa gadis paling beruntung karena mendapatkan kekasih yang sangat perhatian dan baik. Ternyata di balik semua sikap manisnya, dia menyimpan bara api yang siap membakar dirinya.
"Aku salah. Aku khilaf, Ana. Tapi percayalah aku masih mencintaimu. Aku menyesal karena tergoda dengan wanita lain," ucap Erik.
Kembali terdengar tawa Ana. Dia sudah bisa menebak jika itulah alasan utama mereka berpisah.
"Omong kosong macam apa ini? Jika memang Mas mencintaiku, tak akan ada wanita lain. Jangan katakan semua karena kesilapan. Perselingkuhan itu terjadi karena memang ada keinginan!"
"Maafkan aku, Ana."
Erik mencoba meraih kembali tangan Ana. Namun, gadis itu langsung menepisnya. Seperti sangat jijik. Dia tak ingin di sentuh pria itu.
Ana menarik napas dalam. Dia memukul dada nya yang terasa sesak. Sudah dia coba menahan air mata, tapi tak bisa juga di bendung. Akhirnya tangisan itu tumpah juga.
"Apa salahku, Mas? Kanapa kau tega melakukan ini padaku?" tanya Ana dengan terbata di sela Isak tangisnya.
"Kamu tak salah, aku yang salah. Aku yang tak bersyukur memiliki kekasih sebaik kamu. Jika saja waktu dapat di putar kembali, aku tak ingin melakukan kesalahan itu. Aku hanya ingin menikah denganmu, tapi aku sadar ... aku tak pantas untukmu. Kamu berhak mendapatkan pria yang jauh lebih baik dariku," ucap Erik.
"Jika waktu dapat berputar kembali, aku yang tak mau tetap bersamamu. Aku pasti akan meminta agar aku tak pernah kenal dengan pria pecundang seperti kamu! Aku menyesal pernah mengenal pengkhianat seperti kamu, Mas!" ucap Ana.
Ana lalu berdiri dari duduknya. Dia meraih dompet yang ada di dalam tas dan mengeluarkan uang untuk pembayaran makanan..
"Terima kasih atas luka yang kamu berikan ini. Aku pastikan tak'kan pernah lagi ada pria seperti kamu tinggal di hati ini. Yang ingin aku gali adalah rasa tanggung jawabmu. Mungkin janji yang kau ucapkan memang tak di-asuransi. Mungkin juga gombalan yang setiap kali aku terima tak benar-benar dari hati. Semoga tak ada penyesalan nantinya. Selamat atas pengkhianatan mu, aku bersyukur karena kamu mau jujur mengatakan semuanya sebelum kita melangkah ke jenjang pernikahan!" ucap Ana.
Ana lalu pergi dari tempat itu dengan tergesa. Tak ingin melihat wajah pria itu lagi. Erik juga berdiri. Dia merasa belum selesai mengatakan semuanya. Dia harus mengajar Ana.
Kawin..... kawin.... kawin.... kawin...