Mika, seorang wanita yang dulunya gemuk dan tidak percaya diri, sering menjadi korban bullying oleh geng wanita populer di SMA. Dihina karena penampilannya, ia pernah dipermalukan di depan seluruh sekolah, terutama oleh Dara, ketua geng yang kini telah menikah dengan pria idaman Mika, Antony. Setelah melakukan transformasi fisik yang dramatis, Mika kembali ke kota asalnya sebagai sosok baru, sukses dan penuh percaya diri, tapi di dalam dirinya, dendam lama masih membara. Kini Mika bertekad untuk menghancurkan hidup Dara, gengnya, dan merebut kembali Antony, cinta masa lalunya, dengan cara yang jauh lebih kejam dan cerdas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bara Kecemburuan di Tengah Kemewahan
Suasana reuni malam itu mulai memanas. Tawa dan obrolan riuh memenuhi ruangan, mempertemukan wajah-wajah lama yang terbungkus nostalgia. Beberapa alumni yang kini sukses berbagi cerita hidupnya, sementara yang lain terlihat sibuk berpose untuk konten media sosial. Band kecil di pojok ballroom memainkan musik lembut, menambah kemeriahan malam itu.
Di tengah keramaian, Mika duduk di sudut dengan anggun, memegang segelas champagne di tangannya. Ia menatap orang-orang yang dulu pernah menjadi bagian dari luka hidupnya—namun kini, rasa sakit itu tak lagi terasa berat. Malam ini adalah miliknya, dan ia siap menghadapi masa lalu dengan kepala tegak.
****
Sementara itu, Raka berdiri di salah satu sudut ruangan, menatap Mika dengan raut terkejut setelah perdebatanya dengan Dara, Raka melihat Mika sebagai sosok yang berbeda. Pria dengan kacamata yang tadi berpapasan dengan Mika di toilet kini menyadari siapa sosok wanita cantik itu. Itu Mika—teman lamanya yang dulu ia kenal sebagai gadis pemalu dan sering menjadi korban geng Dara.
Mata Raka tak bisa berpaling dari sosok Mika. Ia masih tidak percaya betapa besar perubahan yang dialami gadis itu. Tubuhnya langsing dan proporsional, wajahnya memancarkan aura percaya diri, dan riasan elegannya membuatnya terlihat memesona. Semua memori tentang Mika yang dulu perlahan mengalir dalam pikirannya.
Tanpa berpikir panjang, Raka memutuskan untuk mendekatinya.
“Mika?” Raka memanggil pelan, ragu-ragu.
Mika, yang sedang menyesap champagne, menoleh ke arahnya. Untuk sesaat, ia tidak langsung mengenali Raka. Sosok pria berkacamata dengan gaya sederhana itu terlihat dewasa, jauh lebih tenang dan dewasa dibanding masa sekolah dulu.
Raka tersenyum, sedikit canggung tapi tulus. “Nggak nyangka kita ketemu lagi di sini,” ujarnya pelan.
Mika menatap Raka dengan lebih seksama, lalu tersenyum tipis. “Raka?” tanyanya, mencoba mengingat.
Raka mengangguk. “Aku yang dulu cuma bisa diam waktu kamu di-bully…” ucapnya dengan nada rendah, penuh rasa bersalah.
Mika terkekeh kecil, tapi tidak dengan nada sinis. “Sudah lama sekali, ya? Kamu masih ingat aku ternyata.”
Raka menggaruk belakang lehernya, kebiasaan lamanya saat gugup. “Gimana aku bisa lupa? Kamu berubah banget, Mika. Aku hampir nggak kenal.”
Mika tersenyum simpul, tapi matanya menyimpan kilatan nostalgia. “Iya. Waktu memang mengubah banyak hal.”
Raka mengambil kursi di dekat Mika dan duduk di sana. Untuk pertama kalinya, ia merasa harus meminta maaf. “Maaf... untuk semua hal dulu. Aku nggak pernah berani ngebela kamu waktu itu. Aku terlalu pengecut.”
Mika menatapnya dengan lembut. “Nggak apa-apa, Raka. Aku udah nggak marah. Yang terjadi dulu... udah berlalu.”
Raka tersenyum, merasa sedikit lega. “Tapi aku senang lihat kamu sekarang. Kamu keren banget, Mika. Beda jauh sama yang dulu.”
Mika hanya mengangkat bahu. “Dulu aku bukan siapa-siapa, dan sekarang aku jadi orang baru. Kadang itu yang terbaik, kan?”
Raka terdiam sejenak, menikmati momen ini. “Aku selalu berharap bisa ngobrol sama kamu lagi, tapi... nggak nyangka ketemunya justru di reuni kayak gini.”
Mika tertawa ringan. “Kehidupan memang lucu kadang, ya?”
***
Di sisi lain ruangan, Antony masih memperhatikan Mika dan Raka dari kejauhan. Meski mencoba mengabaikan perasaannya, ada sesuatu tentang Mika yang membuat pikirannya terusik. Wanita itu terlihat tak terjangkau, namun begitu memikat.
Dara menggenggam tangan Antony erat-erat, seolah takut kehilangan kendali. Ia tidak suka melihat suaminya menatap wanita lain, apalagi wanita yang baru saja membuatnya kesal di depan umum.
“Kenapa kamu terus lihat dia?” Dara bertanya dengan nada dingin, mencoba menyembunyikan kecemasannya.
Antony hanya menggeleng tanpa menjawab, tapi matanya masih sesekali melirik ke arah Mika.
***
Obrolan antara Mika dan Raka terus mengalir, mengisi kekosongan yang dulu pernah ada di antara mereka. Raka merasa nyaman, seolah tak ada jarak meski tahun-tahun telah berlalu.
“Jadi, apa rencanamu setelah ini?” tanya Raka penasaran.
Mika mengangkat alis dan tersenyum penuh arti. “Menikmati malam ini. Dan mungkin...” Ia berhenti sejenak, lalu menatap Raka dengan tatapan menggoda. “Sedikit bersenang-senang dengan masa lalu.”
Raka tertawa kecil, meski ia tidak sepenuhnya paham maksud Mika. Tapi satu hal yang pasti—wanita di depannya bukan lagi gadis yang lemah dan tersakiti. Mika yang kini ada di hadapannya adalah sosok yang kuat, dewasa, dan tidak bisa diremehkan.
Dan malam ini, Raka merasa beruntung bisa bertemu kembali dengan Mika.
***
Di salah satu sudut ruangan ballroom, Dara, Nisa, dan Farah duduk bersama, berbagi keluhan sambil menyesap minuman mereka. Dara menyilangkan tangan di dada dengan raut wajah penuh kekesalan, tatapannya masih sesekali mengarah pada Mika yang tampak asyik berbincang dengan Raka.
“Kamu yakin itu Mika? Seriusan?” tanya Farah dengan raut heran, mencoba memastikan.
Nisa mengangguk, menatap layar ponselnya. “Iya, aku juga nggak percaya. Ini dia.” Nisa memperlihatkan profil Instagram Mika di layar ponselnya kepada Dara dan Farah.
Dara memperhatikan layar dengan seksama. Feed Instagram Mika penuh dengan foto-foto glamor: produk kecantikan yang ia rilis, unggahan inspiratif tentang perjalanan hidupnya, serta kolaborasi dengan brand terkenal. Follower-nya mencapai ratusan ribu—jauh melampaui angka yang Dara harapkan.
“Ternyata dia jadi pebisnis kosmetik, ya? Huh, pantesan tampilannya tadi beda banget,” ujar Farah, matanya membelalak setengah tak percaya.
Dara mendesis kesal. “Aku nggak habis pikir dia bisa berubah kayak gitu. Dulu dia itu gendut dan nggak punya apa-apa. Sekarang malah jadi kayak selebgram sukses.”
Nisa tersenyum tipis, tapi jelas ada sedikit rasa iri yang terselip. “Dan nggak cuma itu. Lihat betapa cantiknya dia sekarang. Udah langsing, kulitnya mulus. Sekarang malah bikin konten kecantikan. Ironis, ya? Dulu kan kita yang selalu ngatain dia soal penampilannya.”
Dara meremas gelas anggur di tangannya, mencoba menahan amarah yang terus membara. “Aku masih nggak ngerti kenapa dia datang ke sini. Nggak diundang, tapi muncul dengan tampang percaya diri.”
Farah terkikik. “Berarti dia punya agenda tersendiri. Kamu lihat tadi, kan? Dia sengaja bikin kita panas.”
Nisa mengangkat bahu. “Nggak heran sih. Dia pasti mau pamer. Toh, dulu hidupnya kita buat neraka. Mungkin sekarang dia mau bikin kita merasakan hal yang sama.”
Dara mendengus keras. “Dasar sok keren. Kayak dia bisa ngalahin aku gitu.”
Namun, dalam hati kecilnya, Dara merasa tidak nyaman. Sosok Mika yang dulu ia anggap rendah kini hadir dengan keanggunan dan kesuksesan yang sulit untuk diabaikan. Tidak hanya sekadar cantik, Mika juga sukses, sementara Dara, meski menikah dengan Antony dan hidup dalam kemewahan, merasa posisinya terusik.
mampir juga dikaryaku ya kak jika berkenan/Smile//Pray/