Raka, seorang pemuda 24 tahun dari kota kecil di Sumatera, datang ke Jakarta dengan satu tujuan, mengubah nasib keluarganya yang terlilit utang. Dengan bekal ijazah SMA dan mimpi besar, ia yakin Jakarta adalah jawabannya. Namun, Jakarta bukan hanya kota penuh peluang, tapi juga ladang jebakan yang bisa menghancurkan siapa saja yang lengah
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30 Titik Balik
Pagi itu, Jakarta diselimuti oleh kabut tipis, tanda bahwa hujan semalam masih meninggalkan jejaknya di udara. Di tengah hiruk-pikuk kota yang tak pernah tidur, Raka dan Nadia berjalan cepat, menyusuri trotoar yang penuh dengan pejalan kaki yang sibuk dengan urusan masing-masing. Mereka tahu, langkah mereka hari ini sangat berbeda karena di tangan mereka kini ada data yang bisa menghancurkan segalanya.
Mereka sudah tahu bahwa keputusan untuk melanjutkan perjuangan ini akan membawa konsekuensi besar. Mereka tak lagi hanya berhadapan dengan Viktor, tetapi dengan seluruh sistem yang lebih besar, lebih gelap, dan lebih kuat dari yang mereka kira. Jakarta yang tampaknya modern dan penuh dengan kemajuan ternyata memiliki sisi gelap yang dalam, penuh dengan orang-orang yang berkuasa dan tak segan untuk merusak hidup siapa pun demi kepentingan mereka.
Raka memandang ke arah Nadia yang berjalan di sampingnya, wajahnya tampak serius. "Kita tidak bisa terus bersembunyi. Mereka sudah tahu kita di sini. Jika kita terus melarikan diri, kita hanya akan semakin terpojok."
Nadia mengangguk, meskipun raut wajahnya masih penuh dengan keraguan. "Kita sudah terlalu jauh untuk berhenti sekarang, kan? Tapi aku takut... kita mungkin tidak siap untuk apa yang akan datang."
Raka berhenti sejenak, memandang ke depan, dan kemudian menatap Nadia dengan tatapan penuh tekad. "Tidak ada waktu untuk ragu, Nadia. Mereka akan terus mengejar kita. Jika kita berhenti, mereka akan menang. Kita harus bertindak sekarang. Kalau kita tidak melawan mereka, siapa lagi?"
Kata-kata itu terasa berat, tetapi sangat penting. Mereka sudah berjanji pada diri mereka sendiri untuk membawa kebenaran keluar, untuk menghancurkan jaringan yang telah mengontrol banyak orang selama bertahun-tahun. Mereka harus mengungkapkan siapa Viktor sebenarnya, dan siapa saja yang berada di balik tirai kekuasaannya.
“Jadi, kita harus bertemu dengan orang itu hari ini, kan?” Nadia bertanya, mencoba untuk mencari kepastian di tengah kekacauan yang mereka hadapi.
Raka mengangguk. "Ya. Seseorang yang bisa membantu kita menghubungkan semua titik. Tanpa dia, kita tidak akan tahu siapa saja yang terlibat. Data yang kita punya, itu hanya sebagian kecil dari gambaran besar. Kalau kita bisa membuka tabir itu, kita bisa menghancurkan jaringan mereka."
Sambil berbicara, mereka berdua berjalan ke sebuah kafe kecil yang terletak di sudut jalan. Tempat ini sudah lama mereka tentukan sebagai titik pertemuan. Tidak ada yang mencurigakan tentang tempat ini—satu-satunya yang ada adalah sebuah meja di sudut, tempat yang cukup aman untuk mereka bertemu dengan sumber yang dapat membawa mereka lebih dekat pada kemenangan.
Begitu masuk, mereka melihat seorang pria duduk dengan secangkir kopi di meja. Pria itu mengenakan jas hitam dan topi yang menutupi sebagian wajahnya, tampak seperti seseorang yang lebih memilih tetap anonim.
"Dia di sini," kata Raka pelan, memandang Nadia.
Mereka berjalan menuju meja itu, dan pria itu mengangkat wajahnya. "Raka, Nadia. Aku tahu kalian akan datang." Suaranya dalam dan tenang, namun terasa berat, penuh dengan rahasia.
"Terima kasih sudah menemui kami," kata Nadia dengan suara yang penuh ketegasan. "Kita tidak banyak waktu. Jadi, langsung saja—apa yang kalian ketahui tentang Viktor?"
Pria itu tersenyum tipis, tetapi senyumnya tidak mengurangi ketegangan di udara. "Viktor adalah seseorang yang sangat licik. Dia bukan hanya pengusaha biasa, dia juga memiliki koneksi dengan orang-orang berkuasa. Tapi yang paling berbahaya dari semuanya adalah—dia tahu bagaimana mengendalikan orang tanpa mereka sadari. Jaringan yang dia bangun jauh lebih besar dari yang kalian kira. Dan dia tidak akan berhenti sampai kalian berdua dihancurkan."
Raka menatap pria itu, wajahnya penuh dengan keraguan. "Jadi, apa yang kita lakukan? Kita tahu dia akan mengejar kita sampai mati. Kita sudah hampir ke ujung jalan."
Pria itu terdiam sejenak, matanya melirik ke sekitar kafe untuk memastikan tidak ada yang mengintai mereka. "Kalian harus mengungkapkan dia ke dunia. Jangan hanya berfokus pada Viktor. Fokuslah pada orang-orang yang ada di baliknya—mereka yang menyokongnya, yang menyembunyikan dirinya dari dunia. Itu kunci untuk menghentikannya."
Nadia mengangguk. "Tapi bagaimana kita melakukannya? Kita hanya punya sebagian dari bukti itu. Mereka akan menghancurkan kita sebelum kita sempat bergerak lebih jauh."
"Yang kalian butuhkan adalah lebih dari sekadar bukti," kata pria itu. "Kalian harus membuat orang-orang itu merasa terancam. Kalian harus mencari cara untuk membuka pintu yang mereka tutup rapat-rapat. Ada satu orang, seorang pejabat tinggi yang sangat dekat dengan Viktor. Jika kalian bisa mendapatkan orang ini untuk berbicara, seluruh jaringan mereka bisa jatuh."
"Pejabat itu siapa?" tanya Raka, matanya semakin tajam.
Pria itu menatapnya dengan penuh perhatian. "Nama dia Pak Arief. Dia orang yang sangat berpengaruh di sektor keuangan dan memiliki banyak koneksi. Jika kalian bisa mendapatkan bukti dari dia, semuanya akan terbuka."
"Dan bagaimana kita bisa menemukannya?" Nadia bertanya.
"Dia sering pergi ke klub malam di pusat kota. Itu adalah tempat yang aman baginya untuk bertemu dengan orang-orang berkuasa lainnya," jawab pria itu. "Kalian harus pergi ke sana dan cari bukti. Pak Arief sering membawa dokumen-dokumen penting ke sana. Itu kesempatan kalian."
Raka dan Nadia saling pandang. Mereka tahu, ini adalah risiko besar—terlalu besar. Tetapi di sisi lain, ini adalah kesempatan yang tidak bisa mereka abaikan.
"Terima kasih," kata Nadia, meskipun hatinya penuh dengan kecemasan. "Kami akan melakukannya."
Pria itu mengangguk dan kemudian berdiri. "Kalian tidak punya pilihan lain. Tapi ingat—setiap langkah yang kalian ambil, setiap keputusan yang kalian buat, bisa berakhir dengan hidup atau mati. Tidak ada jalan kembali sekarang."
Ketika pria itu berbalik dan meninggalkan mereka, Raka dan Nadia duduk diam, merenungkan apa yang baru saja mereka dengar. Mereka sudah sampai pada titik balik. Mereka tak bisa mundur lagi. Jaringan yang mereka hadapi lebih besar dan lebih berbahaya dari yang mereka bayangkan, namun mereka tahu satu hal: mereka harus menghentikan Viktor dan semua yang ada di belakangnya.
Hari ini, Jakarta akan menyaksikan perubahan besar.
Jakarta, dengan segala hiruk-pikuknya, terasa berbeda pagi itu. Di balik gedung-gedung tinggi dan jalanan yang selalu padat, ada dua orang yang sedang berjuang di ujung batas mereka. Raka dan Nadia telah melewati banyak hal—kejaran, pengkhianatan, dan ancaman yang tak henti-hentinya. Namun, di titik ini, mereka menyadari satu hal yang tak bisa disangkal lagi hidup mereka tidak akan pernah sama lagi.
Setelah percakapan dengan pria misterius itu, perasaan tegang semakin menyelimuti mereka. Semua yang mereka jalani—setiap detik, setiap keputusan—membawa mereka lebih dekat pada ujian terbesar dalam hidup mereka.
Menghadapi Viktor dan jaringan kekuatan yang ia bangun bukanlah perkara mudah. Mereka kini berdiri di persimpangan, dan pilihan yang mereka ambil akan menentukan segalanya.
Raka memandang ke arah Nadia, yang tengah mengamati jalanan sibuk di depan mereka. Wajahnya tampak lelah, tetapi matanya tetap penuh tekad.
"Apa pun yang terjadi, kita harus siap," kata Raka, memecah keheningan yang mencekam.
Nadia menoleh padanya, sebuah senyum tipis terukir di wajahnya.
"Aku tahu. Kita tidak bisa mundur lagi. Kalau kita mundur, Viktor dan semua orang di belakangnya akan terus mengendalikan segalanya. Tapi kita punya pilihan sekarang. Kita bisa berhenti... atau kita bisa melangkah maju dan membuat perbedaan."
Raka mengangguk, merasakan keberanian yang mulai tumbuh kembali dalam dirinya. Mereka memang berada di ujung jurang, dengan tak banyak pilihan selain bertarung hingga titik darah penghabisan. Namun, itu adalah jalan yang mereka pilih, dan mereka tidak akan mundur.
Di saat itu, ponsel Raka bergetar. Nama Viktor muncul di layar, tapi kali ini, Raka tidak ragu untuk mengabaikannya. Dia tahu, ini bukan lagi soal ancaman atau permainan. Ini adalah tentang bagaimana mereka bisa menggulingkan kekuasaan yang sudah terlalu lama mendominasi.
"Mereka akan datang. Tapi kita sudah siap," kata Nadia dengan suara tegas, menatap Raka dengan penuh keyakinan.
Raka mengangkat dagu, sebuah senyum kecil terbentuk di bibirnya.
"Ya. Kita akan menghentikan mereka. Dan kali ini, mereka tidak akan menang."
Mereka berdiri di tepi jurang ini, tetapi ada cahaya yang mulai menyinari langkah mereka. Dengan data yang mereka bawa, dengan informasi yang bisa mengguncang dunia, mereka tahu bahwa mereka bukan hanya dua orang yang berjuang untuk bertahan hidup. Mereka adalah perwakilan dari semua orang yang telah lama ditindas, dan jika mereka bisa menang, mungkin inilah saatnya untuk mengubah segala sesuatu.
Saat mereka meninggalkan kafe dan melangkah ke mobil, langkah mereka semakin mantap. Mereka tahu bahwa perjalanan ini akan membawa mereka lebih dalam ke dalam bahaya yang lebih besar, tetapi rasa tak gentar yang mereka rasakan adalah kekuatan yang tak bisa dihentikan.
Jakarta akan segera berubah—dan kali ini, bukan Viktor yang akan mengendalikan kota ini. Ini adalah saat mereka untuk mengambil kendali. Dengan satu tujuan yang jelas di depan mereka, Raka dan Nadia melaju menuju takdir yang tak bisa lagi mereka hindari.
Dan di situlah, di tengah kota yang penuh dengan rahasia dan kekuasaan yang tersembunyi, perjuangan mereka yang sejati baru saja dimulai.
Raka dan Nadia melangkah keluar dari kafe, mereka tahu, setiap langkah yang mereka ambil semakin mendekatkan mereka pada kebenaran yang berbahaya. Namun, tanpa mereka sadari, dunia yang mereka coba hancurkan juga sudah mempersiapkan perang balik—dengan lebih banyak jebakan dan tipu muslihat yang siap menunggu.
Malam itu, setelah berpisah dengan sumber informasi mereka, Raka merasa ada yang aneh. Tidak ada yang lebih menegangkan selain merasa seperti ada yang mengintai setiap langkah mereka. Mereka berdua mungkin telah mengungkap sebagian besar rahasia, tapi dunia ini tidak akan membiarkan mereka begitu saja. Sebuah perasaan mencekam mulai menyelimuti pikiran Raka—seperti ada sesuatu yang besar akan terjadi, dan kali ini, ia tak akan siap.
Sesampainya di rumah aman mereka, Raka merasakan ketegangan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Nadia masih sibuk dengan laptopnya, memeriksa dokumen yang mereka dapatkan dari pria misterius tadi. Namun, Raka tahu sesuatu yang lebih mengkhawatirkan: Viktor tidak akan tinggal diam.
"Semuanya berjalan terlalu mulus," kata Raka pelan, melangkah mendekati jendela untuk melihat ke luar, tetapi hanya ada kota Jakarta yang terang benderang di malam hari.
"Apa maksudmu?" tanya Nadia, masih fokus pada layar komputer.
"Terlalu banyak kebetulan yang terjadi... Seperti mereka sudah tahu kita akan melangkah ke sini," jawab Raka, merasa ada yang tidak beres.
Namun, sebelum Nadia sempat memberi respons, ponsel Raka bergetar. Kali ini, bukan Viktor yang menelepon, melainkan seseorang yang sangat ia kenal—Pak Hasan, teman lama yang selama ini membantunya. Raka mengangkat telepon itu dengan cepat.
“Raka... ada yang ingin aku beri tahu, sesuatu yang sangat penting,” suara Pak Hasan terdengar terburu-buru. “Aku tidak bisa bicara banyak, tapi mereka sudah melacak kalian. Kalian harus segera pergi. Tidak ada tempat yang aman lagi di Jakarta.”
Seketika, rasa takut merayap ke dalam diri Raka. "Apa maksudmu? Siapa yang melacak kami?" tanyanya dengan suara rendah.
Pak Hasan terdiam sejenak. “Viktor... dia sudah tahu kalian. Aku dapat informasi, mereka telah menyusup ke dalam jaringan kita. Mereka akan datang.”
Raka tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut. Instingnya langsung bekerja. Tanpa berkata apa-apa lagi, dia segera menutup telepon dan berbalik ke arah Nadia. "Kita harus pergi. Sekarang."
Tetapi, sebelum mereka sempat mengambil langkah lebih jauh, pintu depan rumah aman mereka dihantam keras. Raka dan Nadia saling pandang. Ada orang yang datang. Banyak.
Raka segera membuka laci meja dan mengeluarkan pistol yang disembunyikan di dalamnya. "Siap-siap," bisiknya pada Nadia, yang hanya mengangguk sambil melangkah mundur, siap menghadapi apapun yang datang.
Namun, apa yang terjadi selanjutnya di luar dugaan mereka.
Sekelompok pria bersenjata memasuki rumah dengan kecepatan yang luar biasa. Mereka tidak memberi ruang bagi Raka dan Nadia untuk bergerak, menghalangi jalan mereka dengan kejam. Raka yang terlatih mulai bergerak cepat, tetapi dia tahu, ini bukan sekadar serangan biasa. Mereka sudah dipersiapkan untuk menghadapi mereka.
“Ini bukan permainan lagi, Raka,” kata salah satu pria bersenjata yang mengenakan masker, sambil menatap Raka dengan tatapan penuh kebencian. "Kami tahu semua yang kalian lakukan. Viktor sudah memperingatkan kalian."
Raka, dengan tegas, memegangi senjatanya. “Jika kalian menginginkan pertempuran, kalian akan mendapatkannya. Tapi tidak dengan cara yang kalian harapkan.”
Namun, sebelum pertempuran dapat dimulai, Raka dikejutkan oleh ledakan kecil yang menghancurkan sebagian dinding rumah. Debu dan serpihan beterbangan ke udara, memaksa mereka terpisah. Dalam kekacauan itu, salah satu pria bersenjata memanfaatkan kesempatan untuk menyerang Raka dari belakang, menjerat lengannya dengan tali tebal yang terikat erat.
Nadia berteriak, tetapi situasi semakin kacau. Mereka kini dipaksa untuk berpisah, dan Raka merasa tubuhnya semakin lemah karena jeratan yang semakin menekan. Dalam sekejap, ia terperosok dalam gelap, jatuh dalam dunia yang tidak pernah ia bayangkan.
**Beberapa Hari Kemudian**
Raka terbangun di tempat yang gelap. Dia mendapati dirinya terkurung di sebuah ruangan kecil, terikat dengan tangan terikat di belakang. Pusing di kepalanya dan rasa sakit di tubuhnya membuktikan bahwa dia telah melalui pertarungan yang sangat brutal. Tapi lebih dari itu, dia tahu ada sesuatu yang lebih besar yang sedang disiapkan untuknya.
Ketika pintu ruangan itu terbuka, seorang pria masuk—dan Raka langsung mengenali wajahnya. Itu adalah seseorang yang seharusnya tidak pernah ada di sini.
"Viktor," kata Raka dengan suara serak.
Viktor, dengan senyum yang penuh kebencian, melangkah mendekat. "Selamat datang di dunia yang lebih nyata, Raka. Selamat datang di dunia yang tak ada jalan keluarnya. Di sini, kamu hanya akan menemukan pilihan antara hidup dan mati."
Raka tidak takut. Sebaliknya, ia merasa semakin siap untuk menghadapi apa yang akan datang. Namun, ada yang membuatnya semakin bingung—Pak Hasan yang selama ini menjadi penolongnya, ternyata memiliki hubungan dengan Viktor. Sesuatu yang tak ia sangka sebelumnya. Dunia yang dia coba bangun, ternyata sudah disusupi sejak awal. Kini, dia terperosok lebih dalam ke dalam dunia kriminal yang mengerikan, yang tidak bisa lagi dia hindari.
"Kenapa Pak Hasan?!" Raka berteriak. "Kenapa dia mengkhianati kami?!"
Viktor tertawa sinis. "Pak Hasan hanya salah satu pion dalam permainan besar ini. Dan kamu, Raka, adalah bagian dari rencanaku yang lebih besar. Ini bukan soalmu lagi. Ini soal mengendalikan Jakarta—dan semua orang yang menghalangi kami."
Pada titik ini, Raka tahu bahwa jalan keluar dari semua ini semakin sempit. Mereka berada dalam permainan yang lebih besar dan lebih kejam dari yang pernah ia bayangkan. Namun, satu hal yang masih dia yakini—selama dia masih bernapas, selama itu pula perjuangannya belum berakhir.
Dengan tekad yang lebih kuat, Raka mengumpulkan seluruh tenaganya. Kali ini, dia tidak hanya berjuang untuk hidupnya. Dia berjuang untuk menghentikan Viktor dan orang-orang yang telah merusak kota ini.
hadeh hadeh, kesal banget klo inget peristiwa pd wktu itu :)