NovelToon NovelToon
KARMA Sang Pemain Cinta

KARMA Sang Pemain Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Dikelilingi wanita cantik / Pernikahan Kilat / Pelakor jahat / Balas dendam pengganti
Popularitas:26.9k
Nilai: 5
Nama Author: Lintang Lia Taufik

Naura, seorang gadis desa, terjerat cinta pria kaya raya—Bimo Raharja, saat memulai pekerjaan pertama di kota.

Pada suatu hari, ia harus menahan luka karena janji palsu akan dinikahi secara resmi harus kandas di tengah jalan, padahal ke-dua belah pihak keluarga saling mengetahui mereka telah terikat secara pernikahan agama.

"Mas Bimo, tolong jangan seperti ini ...." Naura berbicara dengan tangis tertahan.

"Aku menceraikan kamu, Naura. Maaf, tapi aku telah jatuh cinta pada wanita lain."

Baru saja dinikahi secara agama, tapi tak lama berselang Naura ditinggalkan. Masalah semakin besar ketika orang tua Naura tahu jika Bimo menghamili wanita lainnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30. Siapa Raka?

Sepuluh hari telah berlalu sejak kepergian Ayah Naura, tapi rasa kehilangan itu masih terasa segar di hatinya.

Rumah yang dulu dipenuhi suara tawa kini berubah menjadi tempat yang sunyi, hanya menyisakan isak lirih ibunya di malam-malam yang gelap.

Meski berat, Naura tahu bahwa ia tidak bisa berdiam diri lebih lama.

Kehidupan mereka harus terus berjalan, dan ia harus mengambil peran sebagai tulang punggung keluarga.

Pagi itu, Naura berdiri di depan rumah kecil mereka dengan sebuah koper di tangannya.

Matanya memandang sekeliling, mengingat setiap sudut rumah yang selama ini menjadi tempatnya berlindung.

Ia menarik napas panjang, menahan air mata yang sudah hampir jatuh.

"Ibu, Naura pamit dulu, ya," katanya dengan suara pelan, mencoba terdengar tegar.

Ibunya mengangguk sambil memeluk Naura erat.

"Hati-hati di sana, Nak. Jangan lupa makan, ya. Ibu tahu kamu kuat, tapi jangan terlalu memaksakan diri."

"Iya, Bu. Naura janji akan jaga diri." Naura mengangguk.

Raka yang menunggu di mobil di depan rumah turun dan membantu memasukkan koper Naura ke bagasi.

Sebelum pergi, ia menghampiri ibu Naura dan berkata, "Bu, tolong jangan khawatir. Saya akan pastikan Naura baik-baik saja di sana. Kalau ada apa-apa, Ibu bisa langsung hubungi saya."

Ibunya hanya mengangguk pelan, matanya berkaca-kaca.

"Terima kasih, Nak Raka. Saya titip Naura, ya."

"Tentu, Bu. Saya akan selalu ada untuknya." Raka mengangguk mantap.

Setelah melambaikan tangan untuk terakhir kalinya, mobil Raka melaju meninggalkan rumah itu, membawa Naura menuju tempat barunya.

Sepanjang perjalanan, Naura lebih banyak diam, sesekali melirik ke luar jendela, mencoba mengalihkan pikirannya dari rasa sesak yang terus menghantui.

Sore itu, Raka membantu Naura menurunkan barang-barangnya di sebuah rumah kost sederhana.

Kamarnya kecil tapi bersih, dengan jendela yang menghadap ke jalan kecil di luar.

Meski jauh dari kemewahan, tempat ini cukup nyaman untuk memulai hidup baru.

"Naura, aku tahu ini bukan tempat terbaik, tapi ini hanya sementara. Aku sudah menyiapkan beberapa opsi untuk tempat tinggal yang lebih baik. Kalau kamu sudah merasa siap, kita bisa pindah ke sana," ujar Raka sambil menata barang-barang Naura.

"Terima kasih, Mas. Ini sudah lebih dari cukup. Aku nggak mau terlalu merepotkan." Naura tersenyum canggung.

"Kamu nggak merepotkan, Naura. Aku cuma ingin kamu nyaman," jawab Raka dengan tulus.

Setelah memastikan semuanya beres, Raka memberikan sebuah map kepada Naura.

"Ini alamat dan informasi tentang pekerjaan yang sudah aku rekomendasikan. Kamu bisa datang besok untuk melamar. Aku yakin mereka akan menyukaimu."

"Terima kasih, Mas Raka. Aku benar-benar nggak tahu harus bagaimana kalau nggak ada kamu." Naura menerima map itu dengan tangan gemetar.

"Sudah tugasku sebagai teman, Naura. Tapi ingat, jangan terlalu memaksakan diri. Kamu baru saja melewati banyak hal. Kalau butuh bantuan, aku selalu ada." Raka tersenyum.

Setelah memberikan beberapa nasihat lagi, Raka pamit.

Naura hanya bisa mengangguk sambil mengantar pria itu keluar. Ketika pintu tertutup, keheningan kembali menyelimuti kamarnya.

Naura duduk di tepi kasur, menatap map di tangannya dengan perasaan campur aduk.

***

Hari-hari berikutnya, Naura sibuk mempersiapkan diri untuk melamar pekerjaan.

Ia memilih pakaian yang rapi, menyusun kembali CV-nya, dan melatih jawaban untuk wawancara.

Meski semangat itu mulai tumbuh, bayang-bayang masa lalunya masih sering menghantui.

Namun, kesibukan itu membawa perubahan.

Ia menjadi lebih fokus pada tujuannya, meski rasa rindu dan kehilangan sering menyerang di malam hari.

Naura tak lagi banyak menghubungi Raka, bukan karena ia lupa, tapi karena ia tak ingin terus bergantung.

Raka, di sisi lain, terus memantau dari kejauhan. Meski Naura tak banyak menghubunginya, ia tetap memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja.

Satu sore, ketika Naura selesai menghadiri wawancara pekerjaan, ia duduk di sebuah taman kecil tak jauh dari kostnya.

Angin sore yang sejuk membelai wajahnya, membawa sedikit ketenangan di tengah pikirannya yang penuh.

Ia membuka ponselnya, berharap ada pesan dari ibunya.

Namun, yang muncul justru pesan dari Raka.

"Gimana harimu? Semoga semua lancar. Kalau butuh sesuatu, kasih tahu aku, ya."

Naura tersenyum kecil membaca pesan itu. Ia merasa bersyukur memiliki seseorang seperti Raka di hidupnya sekarang.

Meski begitu, ia masih ragu untuk membalas, takut memberikan harapan yang mungkin tak bisa ia tepati.

Ketika matahari mulai tenggelam, Naura berdiri dan kembali ke kostnya.

Malam itu, untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu, ia merasa sedikit lebih tenang.

Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Di tengah malam, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk dari nomor tak dikenal.

“Naura, aku tahu aku salah. Aku nggak pantas, tapi aku nggak bisa berhenti memikirkanmu. Tolong beri aku kesempatan untuk bicara. Aku janji ini yang terakhir.”

Pesan itu datang dari Bimo.

Naura menatap layar ponselnya dengan tangan gemetar.

Amarah dan sakit hati yang selama ini ia coba pendam kembali menyeruak.

Ia memikirkan ayahnya, ibunya, dan semua yang telah ia korbankan demi pria itu.

Air matanya jatuh tanpa suara.

"Bimo... kamu benar-benar keterlaluan," bisiknya.

Namun, Naura tahu bahwa ia tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang masa lalu.

Ia menghapus pesan itu, menyalakan mode pesawat di ponselnya, dan mencoba memejamkan mata.

****

Di pagi yang cerah itu, Naura memulai hari pertamanya di kantor baru.

Rasa gugup masih menyelimutinya meski ia telah berulang kali meyakinkan diri untuk tetap tenang.

Setelah menata barang-barang di meja kerjanya yang sederhana, ia merasa butuh secangkir kopi untuk mengurangi rasa tegang.

Naura menuju pantry yang terletak di sudut ruangan.

Ia membawa cangkir kecil berwarna putih yang baru saja ia ambil dari rak di mejanya.

Saat menuangkan kopi dari dispenser, pikirannya melayang ke pesan singkat Raka tadi pagi yang mengingatkan dirinya untuk tidak gugup.

"Semangat, Naura. Hari pertama itu selalu menantang, tapi aku yakin kamu bisa," begitu bunyi pesannya.

Senyum kecil muncul di wajahnya.

Namun, saat ia berbalik dengan kopi yang penuh di tangannya, tanpa sengaja ia menabrak seseorang.

"Aduh!" Naura terkejut saat kopi di cangkirnya tumpah mengenai kemeja orang itu. "Maaf, maaf, saya nggak sengaja!" katanya tergagap, buru-buru mengeluarkan tisu dari saku bajunya.

Pria itu mundur selangkah, melirik kemejanya yang kini basah dengan noda kopi, lalu mendongak menatap Naura.

Mata Naura membulat saat ia menyadari siapa orang itu.

"Mas Raka?" serunya tanpa sadar.

"Mas kerja di kantor ini juga?"

Raka tersenyum kecil, menatap Naura yang terlihat panik.

"Iya, Naura. Nggak apa-apa, ini cuma kopi. Tenang aja."

Naura terdiam, merasa semakin bersalah.

"Tapi kemejanya jadi kotor. Biar saya bersihkan—"

Raka mengangkat tangan, menghentikan kata-kata Naura.

"Serius, nggak apa-apa. Aku masih punya kemeja ganti di ruangan. Kamu nggak perlu khawatir, ya."

Senyum ramah Raka membuat Naura merasa sedikit lega, meskipun ia masih merasa canggung.

"Maaf sekali lagi, Mas. Saya benar-benar nggak sengaja."

Raka hanya mengangguk, lalu meninggalkan pantry setelah mengambil sebotol air.

Namun, saat ia melangkah keluar, seorang rekan kerja Naura yang bernama Indah menghampiri dengan wajah penuh rasa ingin tahu.

"Naura, apa aku nggak salah dengar? Kamu panggil Pak Raka dengan sebutan Mas?" tanyanya, menatap Naura dengan alis terangkat.

Naura tertegun, tidak mengerti mengapa Indah terlihat begitu kaget.

"Iya, kenapa?"

Indah terdiam beberapa detik, lalu tersenyum tipis, seolah menyembunyikan sesuatu.

"Nggak apa-apa. Cuma ... unik aja. Kamu kok kayaknya deket banget sama dia, ya?"

"Lho, memangnya kenapa kalau aku panggil dia Mas? 'Kan, dia kelihatan ramah dan santai." Naura mengernyit bingung.

Indah tertawa kecil, tapitidak menjawab langsung.

"Iya, iya. Kamu lucu juga, Naura. Nanti juga kamu tahu sendiri."

Ucapan Indah membuat Naura semakin bingung.

Ia hanya bisa menggeleng kecil sambil kembali ke meja kerjanya.

Namun, dalam hati, ia mulai merasa ada sesuatu yang ganjil.

Sementara itu, Raka memasuki ruangannya di lantai atas.

Ia menatap noda kopi di kemejanya, lalu tersenyum kecil mengingat ekspresi panik Naura.

Naura berusaha fokus dengan pekerjaannya sepanjang hari, tapi pertanyaan Indah di pantry tadi terus menghantui pikirannya.

Ada apa dengan cara ia memanggil Raka? Bukankah itu hal yang wajar?

Namun, sebelum ia sempat mencari tahu lebih lanjut, seorang supervisor datang mendekati mejanya.

"Naura, kamu dipanggil ke ruangan Pak Raka. Sekarang."

"Pak Raka? Maksudnya Mas Raka?" tanyanya polos. Naura tersentak.

Supervisor itu hanya mengangguk tanpa memberikan penjelasan.

Naura merasa jantungnya berdebar kencang saat berjalan menuju ruangan yang disebutkan.

Ketika ia berdiri di depan pintu yang tertutup rapat, pikirannya penuh dengan berbagai spekulasi.

(Bersambung...)

~ Hi, jangan lupa like dan ramaikan kolom komentar ya para kesayangan. ❤️❤️❤️

1
Nina_Melo
lagi, yang banyak
Nina_Melo
update yang banyak dong
Adinda
aku suka pria yang kejam dan tegas,semangat raka.
Lintang Lia Taufik: Terimakasih sudah mampir
total 1 replies
Teddy
semangat bikin bab barunya
Lintang Lia Taufik: Makasih ya
Samantha: Hmmm Tedy
total 2 replies
Nina_Melo
suka /Drool/
Adinda
jangan mau kembali sama bimo naura, kamu berhak bahagia bersama pria lain.
Lintang Lia Taufik: Wah terimakasih sudah mampir.
total 1 replies
Antonio Johnson
lanjut
Antonio Johnson
like
Samantha
up
Samantha
suka
Teddy
like
Nina_Melo
Gas,
Lintang Lia Taufik: Makasih ya Nina
total 1 replies
Teddy
kasian
Nina_Melo
lanjut, gak sabar tunggu perbucinan
Nina_Melo
lanjut
Samantha
up
Teddy
selalu ada sih drama terselubung. Di manapun itu
Nina_Melo
Makin serem ya
Antonio Johnson
weh, tegang bacanya
Nina_Melo
sadis
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!