Naya yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya harus mengalami malam kelam bersama dokter Mahesa, dokter bedah syaraf sekaligus direktur rumah sakit tempatnya bekerja sebagai seorang perawat.
Naya yang sadar akan dirinya yang hanya orang dari kelas bawah selalu berusaha menolak ajakan dokter Hesa untuk menikah.
Namun apa jadinya jika benih dari dokter tampan itu tumbuh di rahimnya, apakah Naya akan tetap menolak?
Tapi kalau mereka menikah, Naya takut jika pernikahan hanya akan membawa derita karena pernikahan mereka tanpa di landasi dengan cinta.
Namun bagaimana jadinya jika dokter yang terlihat dingin di luar sana justru selalu memperlakukan Naya dengan manis setelah pernikahan mereka?
Apakah Naya akhirnya akan jatuh cinta pada suaminya itu?
Follow ig otor @ekaadhamasanti_santi.santi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak memaksa
Naya masih duduk di sisi ranjang. Menantikan Hesa yang saat ini masih berada di luar bersama Papanya karena katanya ada masalah pekerjaan yang mereka bicarakan.
Wanita yang tengah mengandung itu hanya duduk di sofa dan sama sekali tak berani untuk berbaring di ranjang lebih dulu. Bukan karena dia takut Hesa akan menguncinya di bawah kungkungan badan tegapnya itu lagi, karena itu tak mungkin terjadi. Tapi Naya tau diri karena dia tak mau membuat Hesa terganggu dengan keberadaan dirinya.
Pastinya Hesa akan merasa tidak nyaman karena harus tidur satu ranjang dengan dirinya. Wanita yang tidak dicintai Hesa.
"Hoaamm" Naya menguap entah untuk ke berapa kalinya. Dia sudah mengantuk saat ini.
Cklek...
Mata Naya langsung tertuju ke pintu. Di mana pria tampan dengan tubuh tinggi tegapnya muncul dari sana dengan membawa satu gelas air putih.
"Kamu belum tidur?"
"Belum Pak dok... Emm-mass" Citit Naya.
"Kenapa?"
"S-saya cuma.." Naya tak tau harus mencari alasan apa.
"Naya, bisa tidak kalau kita jangan bicara formal lagi. Kita suami istri, bicara dengan biasa saja kecuali saat kita kerja, ya?"
"Iya M-mas" Jawab Naya sambil mengangguk gugup. Panggilan baru itu masih belum terbiasa di bibir Naya.
"Ya sudah, sekarang minum dulu vitaminnya. Sudah Mas bawakan air putihnya"
Hesa menuju ke lemari kecil di samping tempat tidurnya. Hesa memang meminta Naya untuk menyimpan obatnya di sana agar dia bisa lebih mudan untuk mengambil obat milik istrinya.
"Ini minumlah!" Hesa memberikan dua butir obat yang telah ia buka bungkusnya pada Naya.
"Makasih Mas"
Naya merasa canggung dengan perlakuan Hesa yeng terlampau perhatian itu.
"Tidurlah!" Pinta Hesa.
"Iya"
Hesa mengernyitkan dahinya ketika melihat Naya justru membaringkan dirinya pada sofa.
"Kenapa kamu tidur di sini? Kamu takut ya kalau Mas menyentuhmu lagi?"
Hesa baru sadar kalau Naya pasti punya trauma kepadanya. Apa yang ia lakukan pada Naya waktu itu memang begitu menyeramkan. Dia tidak menghiraukan tangisan dan juga permohonan Naya saat itu. Dia malah terus menikmati permainan yang ia paksakan pada Naya.
"Kamu tenang saja Naya. Mas nggak akan sentuh kamu lagi kecuali kamu sudah siap dan mengijinkan Mas untuk melakukan kewajiban itu. Kalau kamu tidak nyaman seranjang dengan Mas, biar Mas yang tidur di sofa. Kamu tidurlah di ranjang" Tutur Hesa yang begitu merasa bersalah.
"Bukan begitu Mas. Naya cuma takut jika Mas Hesa nggak nyaman tidur satu ranjang sama Naya"
"Astaga Naya" Bara mengusap wajahnya dengan kasar.
"Mas nggak pernah punya pikiran seperti itu. Tapi kalau kamu juga masih merasa asing dengan hubungan kita, tidak papa untuk saat ini Mas tidur di sofa. Mas nggak paksa kamu karena kamu pasti punya trauma sama Mas"
"Tapi Mas..."
"Susah nggak papa. Ayo kamu harus tidur secepatnya. Ibu hamil harus punya waktu istirahat yang cukup" Hesa menarik tangan Naya dan membawanya ke ranjang.
"Sekarang tidurlah!" Hesa bahkan membantu Naya untuk menyelimuti tubuhnya.
"Kalau butuh apa-apa bangunin Mas aja ya?" Pinta Hesa yang hanya di balas anggukan kepala oleh Naya.
"Selamat malam" Ucap Hesa sedikit berbisik kemudian menyempatkan diri mengusap pucuk kepala Naya.
Pria itu pun segera menuju sofa untuk membaringkan tubuhnya meski kakinya yang panjang itu tak mampu di tampung sofa sepenuhnya.
Naya sebenarnya juga masih punya hati untuk membiarkan begitu saja Hesa tidur di sana. Apalagi Hesa adalah orang yang punya ranjang empuk itu tapi justru Naya yang menguasainya saat ini.
Detik demi detik berlalu, tapi Naya tak kunjung bisa memejamkan matanya. Padahal saat ini Naya bisa mendengar suara dengkuran halus dari pria yang tidur di sofa tadi.
Hesa nampaknya baik-baik saja tidur di sofa yang tidak nyaman itu, buktinya pria itu bisa tidur dengan lalap tak seperti Naya saat ini.
Naya memberanikan diri untuk duduk sambil bersandar ke belakang. Dia menatap Hesa yang menutupi matanya dengan lengan tangannya.
Pria yang telah sah menjadi suaminya itu tampak nyaman dengan posisi tidur seperti itu. Tapi malam yang semakin larut, membuat udara semakin dingin.
Dengan ragu Naya bangkit dari ranjangnya. Dia berjalan menuju ruangan yang menyimpan baju-baju milik Hesa dengan harapan dia bisa menemuka selimut di sana.
Entah kenapa, melihat Hesa tidur tanpa sehelai selimut sama sekali, membuat Hati Naya tergerak. Apalagi Hesa hanya memakai kaos tipis berlengan pendek serta celana training saja. Pasti udara malam membuat pria itu kedinginan di kamar yang terasa dingin karena pendingin ruangan itu.
Naya kembali mendekat pada Hesa setelah menemukan selimut di salah satu lemari milik Hesa.
Dia berdiri tepat di samping Hesa. Menatap pria yang kini telah merubah posisi tangannya yang semua menutupi separuh wajahnya itu. Kini wajah tampan Hesa tampak jelas di matanya meski cahaya di kamar itu cukup temaram.
Naya terus memandangi wajah yang tampan itu secara diam-diam. Mana berani dia jika menatap Hesa seperti itu saat pria itu membuka mata.
"Kamu ini ganteng Mas. Kamu mapan dan berasal dari keluarga berada. Tapi kenapa kamu memilih menikah dengan ku meski dengan alasan tanggung jawab. Kalau kamu punya uang banyak, bisa saja kamu cuma memberiku uang tanpa menikahi ku. Tapi kenapa dia memilih menikahi ku? Apa kamu nggak punya pacar? Apa tidak ada wanita yang kamu cintai?" Naya terus bertanya-tanya dalam hatinya sambil terus menatap wajah tampan Hesa.
"Rasanya mustahil kalau kamu tidak punya wanita yang kamu inginkan Mas. Tapi jika ada, apa kamu tetap akan mempertahankan pernikahan ini hingga akhir?"
"Aku sudah mengambil keputusan sejauh ini, bagaimana jika nanti semua tidak berjalan sesuai dengan harapan ku?"
Walau sudah menikah, tapi dia tetap memikirkan bagaimana rumah tangganya nanti. Sebelum semuanya jelas mengenai perasaan mereka masing-masing, Naya tidak akan tenang.
Naya lekas membuang pikirannya yang terlalu jauh itu. Dia lalu menyelimuti Hesa dengan selimut yang sejak tadi ia bawa.
Dia menyelimuti Hesa dengan pelan agar tak mengusik pria itu. Naya juga semakin memuji ketampanan Hesa dari jarak yang begitu dekat saat ini.
Grep...
Naya terperanjat karena Hesa tiba-tiba saja menggenggam pergelangan tangannya. Dia takut jika Hesa bangun dan melihatnya dalam jarak sedekat ini. Naya merasa bersalah karena niat baiknya justru mengusik tidur lelap Hesa.
Deg.. Deg...
Jantung Naya semakin berdetak tak karuan kala mata Hesa mulai terbuka matanya dan menatap Naya dengan begitu tajam.
tapi pasti mamas dokter bisa bungkam mulut mereka.