Arya Perkasa seorang teknisi senior berusia 50 tahun, kembali ke masa lalu oleh sebuah blackhole misterius. Namun masa lalu yang di nanti berbeda dari masa lalu yang dia ingat. keluarga nya menjadi sangat kaya dan tidak lagi miskin seperti kehidupan sebelum nya, meskipun demikian karena trauma kemiskinan di masa lalu Arya lebih bertekad untuk membuat keluarga menjadi keluarga terkaya di dunia seperti keluarga Rockefeller dan Rothschild.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chuis Al-katiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Rencana Besar untuk Indonesia
Bab 33: Rencana Besar untuk Indonesia
Selasa, 6 Maret 1984
Pagi itu, Arya terlihat lemas meskipun demamnya sudah sedikit berkurang. Di meja makan, Sulastri dan Brata mengawasinya dengan cemas. Amanda, yang sedang sibuk menyuapi kakaknya dengan bubur, tampak ceria seperti biasa, tidak menyadari beban yang sedang dipikul Arya. Setelah Amanda berangkat ke sekolah, Sulastri memutuskan untuk berbicara serius dengan Arya.
"Sayang, sepertinya ada sesuatu yang membebani pikiranmu sejak beberapa hari terakhir," ujar Sulastri lembut. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kalau kamu ingin bercerita, Ayah dan Ibu akan mendengarkan."
Arya menghela napas panjang. Dia memandang Sulastri dan Brata dengan tatapan penuh keraguan. "Ibu, Ayah... aku akan menceritakan sesuatu yang mungkin sulit dipercaya, tapi aku mohon dengarkan sampai selesai."
Sulastri menggenggam tangan Arya untuk menenangkan. "Katakan saja, Nak. Apa pun itu, kami di sini untukmu."
***
Mengungkap Mimpi Buruk
Arya mulai menceritakan mimpi buruk yang terus menghantui pikirannya sejak malam sebelumnya. Ia menjelaskan peristiwa di masa depan, tentang kerusuhan besar tahun 1998 yang membawa kekacauan di seluruh Indonesia. Dengan suara bergetar, Arya mengisahkan bagaimana krisis ekonomi menghancurkan banyak keluarga, termasuk keluarga tunangannya, Riana, yang menjadi korban kekejaman para penjarah.
Brata mendengarkan dengan rahang mengeras, sementara Sulastri tidak dapat menahan air matanya. "Begitu kejam..." gumam Sulastri. "Apa yang kamu alami di kehidupan sebelumnya adalah luka yang sangat dalam."
Arya mengangguk pelan. "Aku tidak tahu kenapa aku bermimpi tentang peristiwa itu sekarang, tapi aku merasa ini adalah peringatan. Aku tidak ingin membiarkan hal seperti itu terjadi lagi."
Brata akhirnya angkat bicara, suaranya dalam dan penuh emosi. "Arya, apa yang terjadi di kehidupan sebelumnya adalah masa lalu. Namun sekarang kita punya kesempatan untuk mengubah segalanya. Kita bisa mencegah kehancuran itu."
***
Menyusun Rencana untuk Indonesia
Setelah Arya selesai bercerita, suasana berubah menjadi serius. Sulastri, Brata, dan Arya mulai berdiskusi bagaimana mereka bisa berkontribusi untuk memperkuat perekonomian Indonesia agar tidak jatuh ke dalam jurang krisis di masa depan.
"Ibu, Ayah, ini bukan hanya soal keluarga kita. Kita harus membantu negara ini membangun ekonomi yang lebih kuat dan stabil," ujar Arya. "Tahun ini adalah awal REPELITA IV, dan kita punya kesempatan besar untuk mendorong sektor-sektor penting."
Sulastri mengangguk setuju. "Kamu benar, Arya. Apa saja sektor yang menurutmu perlu diprioritaskan?"
Arya mengambil buku catatannya dan mulai menjelaskan:
Agrikultur dan Perkebunan
Ekspansi program Inti-Plasma yang sudah dijalankan perusahaan kita. Pemerintah sudah menyetujui tambahan lahan 50.000 hektar di Karang Agung.
Mengintegrasikan peternakan dengan perkebunan untuk meningkatkan produktivitas.
Industri Manufaktur
Mendorong pengolahan hasil bumi, seperti karet dan kelapa sawit, menjadi produk dengan nilai tambah.
Mengembangkan industri makanan olahan dan tekstil.
Infrastruktur dan Logistik
Pembangunan jalan dan pelabuhan baru untuk mendukung distribusi hasil produksi.
Meningkatkan jalur kereta api untuk konektivitas antar wilayah.
Pendidikan dan Teknologi
Meningkatkan akses pendidikan kejuruan untuk mencetak tenaga kerja yang terampil.
Investasi di bidang teknologi informasi sebagai pondasi ekonomi masa depan.
Keuangan dan Stabilitas Makroekonomi
Memperkuat perbankan nasional dan memperbaiki regulasi moneter untuk mencegah fluktuasi nilai tukar.
Brata mencatat semua poin dengan cermat. "Arya, rencanamu ini ambisius, tapi sangat masuk akal. Kita harus memulai dari hal-hal yang bisa kita lakukan sekarang."
***
Brata tiba-tiba teringat sesuatu. "Ibu, bagaimana dengan Profesor Sugiharto? Bukankah kamu baru bertemu beliau bulan lalu untuk membahas laporan Inti-Plasma?"
Sulastri tersenyum kecil. "Iya, waktu itu aku menyerahkan laporan proyek Inti-Plasma kita selama 10 tahun terakhir. Beliau sangat terkesan dengan program transmigrasi yang kita jalankan. Kalau kita ingin menyampaikan rencana ini, Profesor Sugiharto adalah orang yang tepat."
Arya mengangguk setuju. "Betul, Bu. Kalau kita bisa menjelaskan rencana ini dengan data yang kuat, beliau pasti akan mendukung kita. Apalagi sebagai Menteri Keuangan, beliau punya pengaruh besar dalam kebijakan ekonomi nasional."
Sulastri terlihat berpikir sejenak. "Kalau begitu, aku akan menyusun laporan awal. Kita perlu memberikan gambaran jelas tentang bagaimana setiap sektor ini bisa meningkatkan ekonomi negara."
***
Ruang kerja rumah mereka berubah menjadi markas besar diskusi. Arya menggambar bagan di papan tulis kecil, sementara Sulastri mengetik laporan dengan mesin tik, dan Brata menyusun data statistik dari arsip perusahaan.
"Ayah, bagaimana pendapatmu tentang infrastruktur di Karang Agung?" tanya Arya. "Kalau kita bisa membangun pelabuhan laut baru di sana, itu akan sangat membantu distribusi hasil perkebunan kita."
Brata mengangguk. "Itu ide yang bagus, tapi kita perlu mencari cara untuk mendapatkan izin pemerintah. Pelabuhan itu juga bisa menjadi titik strategis untuk logistik nasional."
"Tidak apa-apa, ibu sudah menyuruh dina melakukan nya melalui perusahaan Umbrella Future Holding, " Kata Arya.
Sulastri menambahkan, "Jangan lupa, kita juga harus melibatkan masyarakat setempat. Kalau proyek ini hanya menguntungkan perusahaan, dampaknya tidak akan terasa bagi mereka."
Diskusi terus berlangsung hingga larut malam. Arya, meskipun masih lemah akibat demam, terlihat semangat menjelaskan detail-detail rencananya. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk mengubah masa depan Indonesia.
***
Ketika malam semakin larut, mereka bertiga memandang bagan besar yang kini penuh dengan rencana detail. Sulastri menghela napas lega. "Aku akan menghubungi Profesor Sugiharto besok. Kita akan menjadwalkan pertemuan untuk menyampaikan ini."
Arya tersenyum tipis. "Ibu, Ayah, terima kasih sudah mendukungku. Aku yakin, jika kita bekerja sama, kita bisa membantu negara ini menjadi lebih baik."
Brata menepuk bahu Arya. "Kita semua ingin masa depan yang lebih baik, Nak. Kamu telah menunjukkan kepada kami bagaimana cara mencapainya."
Malam itu, keluarga Brata tidur dengan rasa optimisme baru. Mereka tahu bahwa jalan yang akan mereka tempuh tidak akan mudah, tetapi mereka percaya bahwa rencana ini adalah awal dari perubahan besar untuk Indonesia.
kopi mana kopi....lanjuuuuttt kaaan Thor.....hahahahhaa