Narecha memilih untuk melarikan diri dari kehidupannya penuh akan kebohongan dan penderitaan
Lima tahun berselang, Narecha terpaksa kembali pada kehidupan sebelumnya, meninggalkan berjuta kenangan indah yang dia ukir ditempat barunya.
Apakah Narecha sanggup bertahan dengan kehidupannya yang penuh dengan intrik?
Di tengah masalah besar yang terjadi padanya, datang laki-laki dari masa lalunya yang memaksa masuk lagi dalam kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ssintia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terkuak
...••••...
Ketika kesadarannya perlahan mulai terkikis, Echa dengan cepat mengerahkan seluruh tenaganya untuk menyingkirkan Pram dari atas tubuhnya.
Tidak boleh, apa yang keduanya tengah lakukan itu begitu salah.
Mengunakan seluruh tenaga juga keberaniannya, Echa menampar pipi Pram dengan kekuatan penuh.
Echa ingin Pram berhenti menciumnya. Echa ingat pria itu sadar dengan apa yang tengah dilakukannya.
"AKU BILANG BERHENTI MAS!"
Echa menatap Pram dengan kilatan matanya yang tajam ketika pria itu kembali akan menciumnya.
"Shit!" Pram menjauhkan tubuhnya tidak jauh dari Echa diatas sofa.
Sedangkan Echa beringsut mundur dengan membenarkan bajunya yang tersingkap. Matanya melirik takut-takut pada Pram yang menunduk dengan wajah yang ditutupi kedua tangannya.
"Atas dasar apa kamu berkata jika saya telah memiliki istri?" suara Pram terdengar ditengah keheningan.
"Memang kenyataannya seperti itu bukan?" Echa berkata dengan rasa sesak dihatinya. Sekeras apapun dia berusaha untuk terlihat biasa saja tapi hatinya tidak bisa berbohong.
"Saya tanya atas dasar apa kamu bisa menarik kesimpulan hal itu?" kini Pram menatap Echa dengan tajam membuat wanita itu semakin takut.
Lidah Echa terlalu keli untuk menjawab pertanyaan Pram karena tidak mungkin juga dia berkata jika memang benar pemikiran itu hanya praduganya saja.
Tapi dulu yang dia dengar jika Pram telah dijodohkan oleh Altheda besar kemungkinannya jika Pram sudah menikah bukan?
"Jawab Narecha."
"Ma-mama yang bilang kalau mas Pram sudah dijodohkan." Akhirnya Echa memilih untuk jujur. Karena jika dia berbohong Pram akan tahu hal itu.
Pram terlihat tertegun, "Kamu dengar pembicaraan antara saya dan mamamu waktu itu?" Pram langsung menodong Echa dengan pertanyaan yang langsung muncul di kepalanya.
Echa gelagapan, tidak dia sangka jika Pram akan langsung menanyakan sampai intinya.
"Tidak sepenuhnya dan juga aku tidak sengaja mendengarnya. Hanya hal itu,"
Kali ini Pram tersenyum miring, "Berarti kamu tidak mendengar secara keseluruhan." Mata tajamnya tidak beralih sedikitpun dari wajah Echa yang mencoba menutupi ketakutannya.
"Maksudnya?"
"Saya tidak menerima perjodohan itu Narecha."
Echa yang mendengarnya terkejut bukan main, bibirnya sampai terbuka dengan lebar.
Pram kini tahu apa yang telah membuat Narechanya tiba-tiba menjauh. Rupanya percakapan omong kosong Altheda terdengar olehnya.
Sebelumnya Pram begitu bingung dengan tingkah dan perilaku Echa yang tiba-tiba dingin terhadapnya. Padahal sebelumnya Echa seringkali berbicara dan meminta tolong apapun padanya. Tapi sosok itu hilang seketika tanpa Pram tahu apa penyebabnya.
Iya, kalian tidak salah jika menduga bahwa Pram memiliki perasaan terhadap anak kakak angkatnya sendiri. Pram tidak bisa menampik hal itu.
Lebih tepatnya sepuluh tahun yang lalu, Pram mulai merasakan perasaan meletup-letup dalam hatinya begitu melihat keponakannya sendiri. Perasaan yang tidak bisa dia cegah sampai-sampai membesar.
Pram yang kala itu berusia dua puluh lima tahun sungguh tidak mengerti mengapa dirinya bisa sampai suka pada keponakannya yang masih berusia lima belas tahun dari sekian banyaknya wanita.
Meskipun Pram memiliki perasaan pada Echa, tapi pria itu tidak berniat melakukan apapun.
Pram beranggapan jika perasaannya lama kelamaan akan menghilang tanpa dia tahu jika hal itu tidak akan pernah terjadi.
Dan ketika Echa berusia sembilan belas tahun, Pram memperkuat niatnya untuk mengungkapkan perasaannya pada Echa ketika gadis itu sudah masuk jenjang perkuliahan.
Karena memang otaknya yang cerdas membuat Echa lulus kuliah di umurnya yang menginjak dua puluh tahun.
Tapi sebelum hal itu terjadi, Altheda terlebih dahulu memanggilnya untuk berbicara hal yang penting. Pram yang menghormati Altheda sebagai kakak angkatnya mengurungnya niatnya untuk bertemu Echa hari itu.
Pram mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari mulut Altheda dengan seksama. Hingga akhirnya Altheda mengatakan hal yang tidak dia duga-duga sama sekali.
Altheda berkata jika dirinya akan menjodohkan Pram dengan anak rekan kerjanya. Pram tentu saja tidak setuju akan hal itu. Pram sudah memiliki tambatan hatinya sendiri.
Pram tidak bisa menerima wanita lain dalam hidupnya sementara hatinya sudah terisi penuh dengan satu nama.
Meskipun Pram segan dan memiliki hutang budi yang begitu besar pada keluarga Altheda, tapi untuk urusan hatinya Pram tidak mau siapapun ikut campur. Biarlah hatinya menjadi urusannya sendiri.
Pram kala itu menjelaskan alasan penolakannya pada Altheda. Pram berkata jika dirinya belum memiliki keinginan untuk memiliki pasangan hidup. Pram ingin fokus pada studinya sembari mengembangkan bisnisnya yang dia rintis kala itu mulai berkembang pesat.
Untungnya Altheda tidak bermasalah akan penolakannya. Altheda merupakan sosok yang baik sebagai seorang kakak meskipun Pram sendiri bukanlah adik kandungnya.
Pram tersadar dari lamunannya begitu merasakan pergerakan dari Echa yang terlihat akan beranjak.
Tidak ingin melewatkan kesempatan untuk menjelaskan, Pram menarik tangan Echa kuat hingga wanita itu jatuh diatas pahanya.
"Jadi itu alasan kamu menjauhi saya?" tangan Pram terulur untuk merapikan poni Echa yang berantakan hingga tanpa dia perkiraan jika wanitanya memiliki luka di keningnya.
"Ini kenapa hm?" luka di kening Echa bukanlah luka hasil dari menabrak, melainkan luka itu terlihat dari suatu benda yang dilemparkan keras padanya. Pram yakin akan hal itu.
"Itu, ngga sengaja kepentok pintu." Echa menahan bahu Pram dengan kedua tangannya untuk tetap menjaga jarak antara keduanya.
Echa yang masih dalam suasana hati begitu terkejut ketika tahu bahwa Pram tidak mengikuti perjodohan yang dititahkan Altheda tidak tahu harus bereaksi seperti apa.
Antara senang juga bingung. Hingga Echa antara sadar dan tidak sadar akan posisi keduanya yang begitu intim.
"Jawab dengan jujur Narecha." Satu tangan Pram yang berada dibawah terulur pada pinggang Echa.
"Mas tangannya," tegur Echa ketika tangan Pram mulai menjalar mengelus-elus pinggangnya.
Tatapan Pram yang begitu tajam dan menuntut kejujuran darinya membuat Echa menghela nafas perlahan. Apakah harus dia jujur.
"Papa," Echa menundukkan pandangan ketika mengatakan hal itu.
Entah selama ini Pram tahu atau tidak akan hal-hal yang terjadi padanya di rumah. Segala perlakuan kurang mengenakan yang dia dapatkan dari kedua orangtuanya hampir seisi rumah tahu hingga para pekerja sekalipun.
Dan tidak menutup kemungkinan jika Pram juga tahu akan hal itu.
Pram memejamkan matanya sesaat, menahan gejolak dalam hatinya yang tiba-tiba memanas ketika mendengar pengakuan dari mulut wanitanya.
Sungguh, rasanya Pram ingin menghancurkan sesuatu untuk melampiaskan emosinya.
Tapi Pram tidak boleh melakukan itu, dia tidak ingin membuat Echa takut padanya.
"Pasti sakit," Pram mengelus pinggiran lebam di keningnya membuat mata Echa mengerjap perlahan.
"Tidak." Saking terbiasanya dengan luka seperti itu membuat Echa tidak lagi merasakan sakit.
"Mas,"
"Hm," dengan tangan yang kini membelai wajahnya Pram menjawab.
"Mas beneran belum punya istri?" Echa tidak ingin perkataan Pram hanya bualan semata untuk pria itu melancarkan aksinya.
Pram terlihat merogoh saku celananya lalu mengeluarkan sebuah dompet kulit berwarna hitam dan langsung menunjukkan kartu identitasnya. Tertera nama, alamat, juga statusnya yang masih single membuat Echa kehabisan kata-kata.
Jadi benar Pram belum menikah?
...••••...