Di hancurkan berkeping-keping oleh suaminya dan juga ibu mertuanya, kehidupan Laras sangat hancur. selain harus kehilangan anak keduanya, Laras di serang berbagai ujian kehidupan lainnya. Putranya harus di rawat di rumah sakit besar, suami mendua, bahkan melakukan zina di rumah peninggalan orantuanya.
Uluran tangan pria tulus dengan seribu kebaikannya, membawa Laras bangkit dan menunjukkan bahwa dirinya mampu beejaya tanpa harus mengemis pada siapapun. Akan dia balaskan semua rasa sakitnya, dan akan dia tunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya.
Sehebat apa luka yang Laras terima? apakah dia benar-benar membalaskan rasa sakitnya?
Yuk simak terus ceritanya sampai habis ya 🤗🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni mardiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemburu
Keesokan harinya.
Aiman dan Elsa sudah bersiap dengan pakaian rapihnya, bukan hanya mereka berdua saja, melainkan Laras pun ikut atas permintaan Elsa. Jika dilihat-lihat, mereka seperti sebuah keluarga cemara.
"Sudah siap semuanya?" Tanya Aiman, ia menoleh ke belakang dimana Elsa, Laras dan Juga Langit duduk.
"Siap!" Seru ketiganya kompak, Aiman pun sampai terkekeh mendengarnya.
"Bismillahirrohmairrohim." Usai mengucap Basmalah, Aiman melajukan kendarannya menuju rumah sakit dimana kakaknya mendapatkan perawatan.
Di sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya Elsa mengoceh, entah itu bercerita ataupun bernyanyi. Laras dan Langit menanggapi semua ucapan Elsa, sehingga gadis kecil itu bahagia karena merasa ada ruang untuknya mengekspresikan dirinya sendiri. Dari kaca mobil Aiman melihat interaksi ketiganya, ia menyunggingkan senyumnya bersyukur karena perubahan Elsa yang cukup signifikan.
Terimakasih Laras, Langit. Batin Aiman.
*****
Sejak semalaman Jefri merasakan sakit di sekujur tubuhnya, ia memutuskan untuk menginap di hotel karena tidak memungkinkan baginya berkendara dalam kondisi terluka. Sinar matahari sudah mulai menampakkan dirinya, cahayanya mengusik tidur seorang pria yang tak lain adalah Jefri, ketika membuka matanya ia merasakan badannya yang terasa remuk.
"Haiishh, dasar pria sialan!" Rutuk Jefri, ia meregangkan otot-ototnya sambil meringis menahan sakit.
Hari ini ia akan kembali ke kotanya, dia terpaksa bolos kerja karena harus menemui ibu dan Dania di penjara. Dengan langkah berat, Jefri membersihkan tubuhnya sebelum check out dari hotel.
Satu jam kemudian. Jefri selesai membersihkan tubuhnya serta check out dari hotel, dia mengendarai mobilnya membelah jalanan menuju kantor polisi.
"Ada apa denganku? Kenapa aku merasa sakit melihat Laras di tolong oleh pria sialan itu, bukankah ini memang kemauanku?" Jefri menatap kearah jalanan yang tengah padat akibat kemacetan, perasaannya tidak karuan saat mengingat Aiman menghajarnya tanpa henti demi membela mantan istrinya.
Laras memang memiliki wajah yang mungil, tidak terlalu tinggi dan memiliki kulit yang putih, sikapnya juga dewasa dan juga sabar. Bagi pria yang bersyukur mungkin Laras adalah wanita sempurna, tetapi Jefri yang sudah memilikinya malah menduakannya, tak hanya itu saja, dia juga menyakiti istrinya sampai goresan lukanya begitu membekas dan juga dalam.
Jefri sampai di kantor polisi setelah menempuh perjalanan selama 5 jam lamanya, salah seorang polisi membawa Jefri masuk dan duduk di meja yang sudah di sediakan untuk mengunjungi ibunya. Tuti di bawa masuk oleh salah seorang penjaga, tangannya di borgol dengan wajah kusamnya. Bagaimana tidak, selama hampir 3 hari ia di dalam jeruji besi.
"Jefri." Panggil Tuti dengan mata berkaca-kaca.
Bagitu Tuti datang, Jefri lantas berdiri memeluk tubuh ibunya.
"Bagaimana kabar ibu?" Tanya Jefri.
"Jefri, tolong keluarkan ibu dari sini, nak! Ibu gak mau disini, tempatnya kotor, badan ibu pegal-pegal." Tuti menangis di hadapan Jefri, tangannya menggenggam lengan putra kesayangannya.
"Lagian ibu sih, kenapa harus culik Langit segala? Asal ibu tahu! Rumah sama mobil aku dijual sama Laras, kita udah gak punya apa-apa!" Tutur Jefri dengan wajah menahan marahnya, dia juga bingung bagaimana caranya mengeluarkan ibu dan Dania dari penjara.
"Bercanda kamu gak lucu, Nak." Tuti berusaha menyangkal penuturan Jefri.
"Ibu kalo gak percaya yaudah, aku aja sampai nginep di hotel karena semua barang-barang punya kita udah di keluarin." Ucap Jefri.
"Apa?!" Pekik Tuti.
"Bagaimana bisa! Pokoknya Ibu gak mau tahu! Rumah sama semua isinya harus kembali lagi sama ibu, aaahhh .. Bagaimana ini? Perhiasan dan atm ibu juga ada di rumah." Tuti semakin resah, dia mengacak-acak rambutnya.
Jefri memijat pelipisnya, entah bagaimana caranya ia mengeluarkan ibunya dari penjara. Tuti mengguncang lengan Jefri memintanya untuk mengambil semua harta miliknya, tak lama kemudian petugas membawa Tuti kembali ke selnya karena waktu besuk sudah habis.
Jefri menemui Dania, dia juga dibuat pusing oleh rengekan kekasihnya itu. Walau bagaimanapun Dania memiliki seorang putri, dia cemas jika putinya yang ia titipkan pada baby sitternya mencari ibunya karena sudah hampir 3 hari ini Dania berada di sel.
*****
Aiman memarkirkan mobilnya di depan sebuah gedung yang bertuliskan 'Rumah sakit Jiwa' disanalah Fatih berada, Psikis Fatih sudah terganggu karena kepergian istrinya, rasa bersalah menyelimuti sesisi pikirannya.
Elsa tak sabar ingin segera bertemu dengan cinta pertamanya, Laras menatap gedung di depannya serta melihat sekeliling kawasan RSJ. Aiman menatap nanar kearah depan, dia teringat saat Fatih memberontak kala petugas dari pihat Rumah sakit membawanya pergi, sebagai adiknya tentu saja Aiman merasa tak tega dan juga merasa bersalah. Tetapi, tidak ada cara lain lagi.
"Papa, ayo!" Elsa menarik tangan kanan Aiman, gadis itu tampak bersemangat.
Aiman menyunggingkan senyumnya, ia berjongkok di hadapan keponakan yang ia anggap sebagai putrinya sendiri.
"Kita melayang ..." Aiman mengangkat tubuh Elsa layaknya sebuah pesawat, gadis kecilnya pun merentangkan tangannya di iringi gelak tawanya.
"Ibu, Langit mau kayak Elsa juga." Rengek Langit.
"Ya Allah, Nak. Kamu itu kan badannya gemoy, nanti Ibu malah jadi encok angkat tubuh kamu."Langit pun mendesah kasar, dengan lesu Langit berjalan mengikuti kemana langkah ibunya pergi.
Bebrapa menit kemudian. Aiman masuk kedalam salah satu ruangan dimana ada kakaknya yang tengah menunggu, Fatih menatap Elsa dengan sendu karena wajah sang anak yang mengingatkannya pada mendiang istrinya. Aiman menurunkan bobot Elsa, ia meminta gadis kecilnya untuk berjalan menghampiri Fatih.
"Elsa, Kemarilah, Nak." Fatih merentangkan tangannya kearah sang putri.
Badan kurus Fatih bergetar hebat kala sang Putri masuk kedalam dekapannya, Aiman maupun yang lainnya menatap haru bahkan ikut menitikkan air matanya.
Aiman mengurus segala administrasi dan mendengar penjelasan dari dokter, setelah semuanya selesai Aiman pun mengajak Laras dan Fatih untuk keluar dari rumah sakit.
"Ayah, jangan tinggalin Elsa lagi ya." Ucap Elsa.
"Tidak, Nak. Maafkan Ayah ya, Ayah janji tidak akan meninggalkan Elsa lagi." Sahut Fatih, ia membenamkan sebuah kecupan manis di pipi sang anak.
Lengkap sudah kebahagiaan Aiman, sekarang ia bisa bernafas lega karena kakak satu-satunya kembali bergabung dengannya. Aiman pula sudah tak memiliki anggota keluarga lagi selain Fatih dan Elsa, tak terbesit sedikitpun baginya untuk membina kembali rumah tangga, cintanya pada Senja masih besar dan dirinya pun takut melukai pasangannya kelak karena bayang-bayang Senja.
Aiman menatap kearah kursi belakang melalui kaca depannya, ada rasa tak nyaman kala melihat Laras dan Fatih duduk berdampingan. Hatinya memang masih sepenuhnya di huni oleh nama Senja, tetapi sejak ia bersama Laras hati yang tadinya beku menjadi menghangat.
"Laras, kalau tidak keberatan kau bisa pindah ke depan? Kasihan Langit sama Elsa kalau kalian berdempetan di belakang." Aiman membuat alasan agar Laras bisa duduk di sampingnya, perasaannya resah dan tidak fokus mengemudi jika Laras masih duduk di belakang bersama Kakaknya.
"Oh, baiklah." Laras pun menyetujuinya tanpa berpikir panjang, karena pada dasarnya memang tubuh Langit yang gembul membuatnya terhimpit dan jika di pangku pun berat.
Aiman mengulas senyumnya, dia merasa puas hati karena Laras menyetujui permintannya. Dari arah belakang Fatih sama halnya dengan Aiman, ia bida menangkap jika adiknya itu tengah cemburu.