Hidupku hancur, setelah pernikahan keduaku diketahui oleh istriku, aku sengaja melakukan hal itu, karena aku masih mencintainya. Harta yang selama ini kukumpulkan selama 10 tahun. Lanhsunh diambil oleh istriku tanpa tersisa satu pun. Lebih parahnya lagi, aku dilarang menafkahi istri siri dan juga anak tiriku menggunakan harta bersama. Akibatnya, aku kembali hidup miskin setelah mendapatkan karma bertubi-tubi. Kini aku selalu hidup dengan semua kehancuran karena ulahku sendiri, andai waktu bisa ku ulang. Aku tidak pernah melakukan kesalahan yang fatal untuk pernikahanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Minami Itsuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26 TAMPARAN
"Aku pulang dulu ke rumah, aku janji akan menyelesaikan masalah ini, satu hal yang aku minta. Tolong bersabarlah sedikit lagi, aku janji akan membuat kamu bahagia dan memenuhi semua keinginan kamu." Rahma hanya bisa memalingkan wajahnya ke arah lain, air matanya sudah tak terbendung. "Sayang, jangan nangis dong. Aku mohon sama kamu."
"Pergilah, Mas. Aku lagi nggak mau diganggu!" Ia langsung masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya dengan keras. Aku mengusap wajahku dengan kasar
Tuhan, masalah baru apa lagi yang menghadapi diriku apa yang harus aku lakukan. Karena Rahma tidak mau membuka pintu. Pada akhirnya aku pulang tanpa berpamitan lagi.
Selama perjalanan ke rumah, aku terus saja memikirkan Siska. Bagaimana bisa Ia melakukan semua ini? Kenapa dia tega terhadap diriku, tidak bisakah dia membuat hidupku tenang.
Setengah jam kemudian aku sudah sampai rumah kaki ini langsung menuju kamar untuk menemui Siska. Jujur saja hati ini sudah mulai panas, aku benar-benar marah dengan kelakuan Siska yang sudah kelewatan, bisa-bisanya ia merampas barang perabotan milik Rahma yang sudah aku berikan.
"SISKA! BUKA PINTUNYA! BUKA!" Aku terus berteriak kencang memanggil namanya. "BUKA PINTU INI ATAU AKU BUKA SECARA PAKSA!" Tak lama terdengar suara kunci dibuka dan keluarlah Siska dengan wajah datarnya.
"Keterlaluan kamu ya, apa yang sudah kamu lakukan dengan Rahma? Kenapa kamu merampas semua barang-barang yang ada di rumah itu?" ujarku dengan amarah yang sudah memuncak.
"Kenapa? Kamu nggak terima kalau semua barang perabotan yang ada di sana aku ambil secara paksa, sudah mengadu apa saja gundikmu itu kepadamu?"
"Stop mengatakan Rahma adalah gundikku, aku sudah mulai muak dengan kata-katamu yang selalu saja merendahkan Rahma!"
"Dari awal wanitamu itu memang sudah rendah. Buat apa kamu marah."
Plak ...
Tanpa sadar aku melayangkan tanganku dan mendaratkannya di pipi Siska membuat tanda lima jari terlihat.
"Bagus, Mas. Bagus ..."
"Sa... Sayang, aku ... Aku enggak--"
"Lanjutkan, Mas. Lanjutkan, Kenapa hanya satu pipi yang kamu tampar, silakan kamu tampar pipiku yang satunya lagi biar kamu puas. Ayo tampar lagi!" ujarnya penuh kemarahan. Aku menggeleng pelan, aku benar-benar tidak sadar jika aku sudah melakukan kekerasan kepadanya. "Kenapa diam, Mas. Ayo tampar lagi, tampar wajahku biar kamu puas, demi membela gundikmu yang tak tahu diri itu!" tekan Siska sekali lagi, membuatku frustasi atas perbuatanku sendiri.
"Ma ... Maafkan aku sayang, aku khilaf." Aku mencoba menyentuh pipinya, tapi ia langsung menghempaskan tanganku dengan kasar. "Aku nggak bermaksud menampar kamu tadi, itu emosiku benar-benar memuncak aku juga tidak sadar kenapa aku bisa menampar pipimu. Tolong maafkan aku."
"Kamu sudah menghancurkan hatiku, Mas. Dan sekarang kamu sudah mulai melukai fisikku?"
"Siska, please. Tolong maafkan aku, tadi itu aku hanya reflek, aku benar-benar tidak bisa mengendalikan emosiku saat itu karena kamu sudah melakukan suatu tindakan yang cukup kelewatan."
"Kamu marah sama aku gara-gara barang-barang yang kamu berikan kepada gundikmu itu aku rampas? Iya, Mas? Kamu marah?"
"Iya tadi itu aku benar-benar marah, tapi untuk saat ini aku sudah tidak marah lagi, aku cuma ingin bertanya. Kenapa kamu melakukan hal seperti itu."
"Kamu masih nanya kenapa aku melakukan hal seperti itu. Harusnya kamu mikir pakai otak, kenapa aku bisa melakukan hal itu sama gundikmu! Aku akan mengambil hak anakku yang sudah kamu berikan kepada gundikmu dan tidak ada satu persen pun atau barang yang bisa dinikmati oleh gundikmu. Itulah sebabnya aku merampas semua miliknya agar menjadi milikku, sekali lagi aku tekankan padamu, aku tidak Sudi jika kamu memberikan semua kenikmatan atau fasilitas untuknya tanpa merasakan kesusahan seperti diriku. kamu jangan lupa, kalau kita sudah membuat perjanjian. Asal kamu tahu, Mas. Masih ada beberapa barang yang belum aku sita kamu lihat saja apa yang aku lakukan selanjutnya."
"Tolong hentikan perbuatan kamu, jangan membuat masalah baru, apa kamu tega melihat aku sudah menderita seperti ini karena ulahmu."
"Itu bukan urusanku! Aku belum bisa berhenti sebelum semua milikku kembali ke tanganku. Ada beberapa barang yang harus aku ambil."
"Kalau begitu di mana barang yang sudah kamu rampas?"
"Sudah aku jual kepada teman-temanku dan juga melalui aplikasi online, jadi jangan berharap banyak jika barang-barang tersebut bisa kembali. Dan satu lagi, lebih baik kamu persiapkan mentalmu biar tidak terguncang karena sebentar lagi ada badai baru yang akan menerjang kamu."
"Maksud kamu apa? Badai seperti apa?"
"Nanti juga kamu tahu sendiri badai seperti apa yang akan kamu hadapi, lebih baik kamu siapkan mental dari sekarang, kamu harus kuat seperti diriku untuk menghadapi pelakor dan juga laki-laki penghianat seperti dirimu. Dan terima kasih atas tamparannya, Mas. Dengan begini aku bisa mengajukan gugatan cerai ke pengadilan atas tindakan kekerasan yang kamu lakukan terhadapku."
"Kenapa harus ke pengadilan? Tidak ada kata cerai untuk kita berdua, aku nggak mau pisah sama kamu tolong maafkan aku."
"Kata maafmu sudah terlambat, Mas. Hatiku benar-benar hancur. Aku sudah tidak bisa memaafkanmu atau menerimamu kembali isi hatiku, kurelakan dirimu untuk gundikmu agar kalian bisa hidup bahagia selama-lamanya tanpa diriku dan juga anak kita."
"Aku nggak mau bisa pisah sama kamu, enggak ada kata pisah di antara kita. Aku juga nggak mau jauh dari Angga Aku sayang sama dia."
"Limpahkan saja rasa sayangmu kepada gundikmu, karena aku juga sudah tidak mau lagi mempunyai suami seperti dirimu yang sudah melakukan penghianatan di depan mataku dan juga anak kita! " Ketika aku ingin berbicara lagi. Siska langsung menutup pintu kamar, aku mencoba menggedor kembali, tapi ia tidak mau membukanya.
Malam ini aku kembali tertidur terpisah dengan istriku, sudah cukup lama kami pisah ranjang, padahal aku ingin sekali tidur dengannya karena aku sangat merindukan Dia.
Baru saja mata ini terpejam, suara ponselku berdering. Rupanya dari Rahma. Mau tidak mau aku harus angkat panggilannya. Kalau tidak dia pasti akan terus mengangguku. Begitu juga dengan keluarganya, yang terus saja meminta uang padaku untuk segara dikirim.
"Mas Danu!" teriak Rahma dari balik telepon padahal kepalaku tengah pusing, baru saja ingin istirahat tapi Rahma sudah membuat kepalaku tambah pusing.
"Kenapa lagi? Aku capek mau tidur dulu. Ini sudah malam."
"Tapi, Mas--"
"Sudah dulu ya, teleponnya besok saja, aku butuh istirahat malam ini." Kumatikan sambungan telepon dari Rahma, untuk saat ini aku benar-benar tidak ingin diganggu oleh siapapun termasuk Rahma. Begitu juga dengan keluarganya.
Paginya aku bangun dalam keadaan lelah, hari ini aku tidak begitu semangat untuk datang ke resto. Karena percuma saja aku datang. Tidak ada lagi yang bisa aku lakukan karena semua tugas sudah diambil oleh istriku.
Hari ini aku juga mendapatkan panggilan dari pihak bank untuk membayar angsuran yang sudah menunggak. Tak lama ponselku kembali berdering, lagi-lagi dari Rahma.
"Mas?"
"Ada apa lagi?"
"Coba kamu buka media sosial kamu."
"Memang ada apa lagi?"
"Video kita berdua saat di resto viral, Mas."
"Apa!
Kamu benar-benar suami laknat, anak durhaka, menikahi perempuan yang pernah melukai hati ibumu. Kau memang bodoh, bego, tolol dan tak punya hati.
Selamat menikmati kemurkaan orang tua, mertua, saudara dan nitizen.
Dobel up, Thoor /Pray//Pray/