Karena dikhianati, aku trauma terhadap wanita. Ditambah anakku yang masih bayi membutuhkan bantuan seorang 'ibu'. Apa boleh buat, kusewa saja seorang Babysitter. masalahnya... baby sitterku ini memiliki kehidupan yang lumayan kompleks. Sementara anakku bergantung padanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sosok itu
“Ada apa sih Zakiiii?” suara Bossku, Zukfikar Prabasampurna. Di jam 1 dini hari saat aku sibuk dengan CCTV mumpung Kayla dan Aram tidur nyenyak.
“Eh? Lancar kok Pak. Saya sudah bicara dengan Pak Gatot dari pergudangan kalau area itu siap menampung suku cadang dua minggu lagi, sekarang sedang dibangun sesuai layout dari kita.” Jawabku. Pikirku, dia menelponku untuk urusan pekerjaan, apalagi ini jam 1 dini hari. Urusan apalagi yang mendesak kalau bukan karena pekerjaan?
“Maksud saya itu loh si Talitha.” Desis Pak Zukfikar.
Aku menghentikan putaran obengku.
“Siapa Pak?” tanyaku sambil mengerutkan kening.
“Talitha.” Jawab Bossku.
“Siapa Talitha?”
“Itu sekretaris kamu.”
“Sebentar... yang katanya saudara jauh Bapak?”
“Iya.”
“Oooooh si Bebe.”
“Bebe?”
“Iya. Ada Sek A, Sek B, Sek C, Sek D. Nah dia itu yang B. Oh nama aslinya Talitha ya?”
“Bisa-bisanya kamu namain sekretaris kamu A B C D... Si Altan juga kamu namai pakai kode jangan-jangan?!”
“Altan ya Altan. Saya ingat nama kalau kerjanya bagus saja pak, yang kerjanya acak acakan saya namai pakai huruf.”
“Jadi keponakan saya nggak bagus?”
“Tidak Pak. Yang dia lakukan sepanjang hari cuma foto-foto di helipad sambil main medsos. Nggak bisa powerpoint, nggak bisa pakai excel, kurang lancar bahasa inggris, ngetik sering typo. Mulut nggak dijaga, penampilan kayak mak lampir di catok.”
“Kamu nih... yang benar dong kalau menilai orang. Dia depan saya dia fine-fine aja kok. Lulusan S2 Singapur loh dia. Makanya saya berani rekomendasi ke kamu.”
“Dia menjatuhkan be ha di bawah meja saya. Cewek kok jorok. Saya nggak ada affair ya sama dia, cek saja CCTV Pak, selain saya, OB dan Altan, dia yang keluar masuk ruangan saya saat kami semua tak ada di ruangan. Sudah di confirm sama HRD. Sudah mengaku juga kok anaknya.”
“Hah? Serius begitu kondisinya? Yang dia ceritakan bukan gitu loh. Katanya kamu yang ngejar-ngejar dia, tapi dia malah mengintimidasi kamu dengan ngata-ngatain dia di depan umum. Kamu mempermalukannya di depan orang banyak dengan memamerkan pakaian dalamnya.”
“Bapak percaya?”
“Ya Tidak, makanya saya telpon kamu.”
“Bapak ditekan pihak keluarga ya.”
“Ya begitulah. Tapi kalau memang ada bukti dia yang berulah yaaah... bakalan habis si Talitha sama saya.”
“Bapak ngomong gini ke saya, nanti tahu-tahu saya dipecat besok.” Gumamku was-was, sekaligus sarkas. “Sebelum dipecat saya bilang saja ke bapak deh. Malu pak punya keponakan kayak gitu. Bawa sial nama keluarga.”
“Sinis dan tajam. Tapi kamu benar...”
“Bukti rekaman cctv saya kirim ke bapak ya. Silakan bela saya sebisanya. Kalau tidak bisa ya sudah.”
“Kamu ladang cuan saya, masa saya singkirkan. Memang Talitha bantu saya apa? Malah mengacau. Oke, sori ganggu malam-malam ya.” Sahut Pak Zulfikar sambil menutup teleponnya.
Aku pun tidak mempermasalahkan telepon dari Boss dan kuperiksa layar kamera pemantau ini. Ada di sudut-sudut krusial, termasuk kamar mandi. Yang tidak kupasang hanya kamarku dan kamar mandiku.
Memang melanggar HAM, jatuhnya tak boleh. Namun bagaimana kalau Aram kenapa-napa di kamar mandi? Tapi aku berjanji, kalau keadaan aman, CCTV di kamar tidur dan kamar mandi akan kuhapus sebulan kemudian.
Aku memadamkan lampu dan ku cek sensor CCTV. Semua menyala, semua berfungsi baik.
Yang tidak baik malah mataku.
Karena...
Tiba-tiba saja Kayla keluar kamar hanya dengan memakai panty. Bagian atasnya tidak tertutup apa pun.
Terakhir kuperiksa memang dia ketiduran dalam posisi menyusui Aram.
Aku masuk untuk memeriksa keadaan Aram dan memastikan anak itu tidur dengan aman, dan bisa bernafas lega tanpa hidungnya tertutup selimut atau kain apa pun.
Aku tahu kalau memang bagian atas tubuh Kayla terbuka.
Tapi itu kan dalam posisi menyusui.
Bukankah tadinya ia memakai kemeja piyama ya?
Ya jelas saja aku bengong. Bongkahan itu memantul dengan sukses membuat pikiranku langsung kacau!
Apalagi kondisi kulitnya sudah tidak terlalu merah lagi seperti tadi pagi.
Bentuknya sudah mulai kelihatan bagus!
Kecuali... bekas kulit terbakar setrika di punggungnya yang jelas akan kutanyakan kalau ada kesempatan.
Kayla menghampiri dispenser, mengambil cangkir, lalu mengaduk kopi sambil berdiri bersandar di konter dapur.
Ia tampak menghela nafas dengan murung.
Tampak ia menelungkupkan kepalanya di meja konter, dan mataku malah fokus ke bagian tubuh yang menggelantung di antara lengannya.
“Ya Tuhan...” terdengar ia mengeluh begini.
Lalu ia mulai terisak.
Kupanggil saja lah daripada nanti malah salah paham. “Kayla.”
“Woaaaahh!!” jeritnya
Aku kaget juga dengar jeritannya. Aku bahkan sampai mundur ke belakang.
“Sori.” Desisku sambil mengangkat tanganku.
“Pak Zaki!” serunya. Mungkin dia kesal padaku. “Astaga...” ia mengelus dadanya sambil bersandar ke konter.
Tidak ada yang bersuara setelah itu, kami memfokuskan pendengaran takut-takut Aram terbangun.
Ternyata aman...
“Pak Zaki katanya pulang malam?!” desis Kayla sambil menarik nafas.
“Iyaaaaa, ini sudah malam. Sudah pagi, bahkan.”
Mata Kayla terbelalak. “Masa sih Pak?!” serunya kaget sambil menatap jam dinding. Jam 1:00 am.
“Ya Ampun sudah pagiii!” serunya kaget. “Saya ketiduran sambil nyusuin ternyata! Haduh maaf Pak, saya akan segera beres-beres lalu pulang ke Kosan! Besok pagi saya ke sini lagi...”
Dan akhirnya ia menyadari kalau dia tidak mengenakan atasan.
“Ya Tuhanku!!” serunya panik sambil menutupi dadanya. “Bajunya saya buka karena rembes Pak! Maaaf!!” serunya sambil berlari masuk ke dalam kamarnya.
“Sebentar-“
Brakk!!
Dia menutup pintu tepat di depan hidungku. Untung mancungku nggak kepentok.
Gimana kalau miring gara-gara kejedot...
Aku pun berdiri sambil berkacak pinggang di depan kamarnya.
Ibu-ibu ini ternyata panikan ya...
“Kayla...” panggilku dengan suara agak dipelankan.
“Sebentar Pak, 5 menit saya siap-siap!” serunya dari dalam.
Kenapa dia jadi berisik? Kalau Aram bangun bagaimana?!
Aku tidak akan mengizinkannya pulang kalau Aram bangun, kecuali dia sudah siapkan Asi Perah di freezer.
Aku pun berjalan ke arah Freezer, dan benar saja, dia sudah siapkan Asi Perah sekitar 10 plastik berukuran 300ml.
Ya tapi ini kan dini hari, kalau ada apa-apa bagaimana? Aram sudah langsung bonding dengannya bisa-bisa anak itu histeris kehilangan ‘ibunya’.
“Siapa yang mengizinkan kamu pulang?” tanyaku.
Lalu suara gaduh itu berhenti.
Dan ia pun mengintip dari balikpintu.
“Saya tidak boleh pulang?” tanyanya. Matanya yang bulat itu menatapku.
Ia sudah berpakaian lengkap sekarang. Masih piyama bentuknya, tapi kini bahannya lebih tebal dan celana panjang.
“Kan saya sudah bilang, Jangan keluar apartemen tanpa saya.” Desisku. Aku berdiri di tengah ruang keluarga, di depan TV. Ia menatapku seperti aku ini sosok tinggi besar asing yang menakutkan.
Aku memang mengakui kalau sosokku ini memang memicu polemik. Aku berdiam diri saja orang mengira aku sedang ngajak ribut.
“Saya tanya sekali lagi, selain pembayaran kosan, kamu ada yang ditunggu atau menunggu nggak di sana?”
Kayla menggeleng.
“Yakin?” kutanya dengan nada tegas.
“Yakin Pak.”
“Lalu kenapa kamu harus pulang?””
“Hm... kita bukan mahram.”
Aku pun menghela nafas sebal.
“Kamu Babysitter anak saya, kita tidur pun misah, Kayla! Dan dari awal saya lihat kamu punya ‘melon’, terus kondisi seperti ini namanya apa kalau bukan ‘keadaan mendesak’?!”
“Itu... Force majeure pak.” jawabnya
“Astaga.” Balasku sambil tetap sebal.
(force majeure adalah merujuk pada suatu peristiwa atau efek yang tidak dapat diantisipasi atau dikendalikan. Biasanya dalam perjanjian kredit, hutang piutang bisa ditangguhkan karena bencana alam atau krisis yang tidak dapat diperhitungkan).
Dia tahu istilah itu, jadi dia setidaknya pernah jadi seorang profesional. Mungkin kerja di lembaga keuangan atau semacamnya.
“Jangan ngomong jorok Pak, gimana kalau Aram dengar.”
“Dia masih bayi.”
“Kan bisa saja alam bawah sadarnya Pak.”
Aku mencibir.
Dia menggigit bibirnya, kulihat ia sedikit waspada padaku.
“Besok pagi, sebelum saya kerja, kita ke Kosan kamu. Bawa semua barang-barang kamu. Kamu pindah ke sini. Ya?”
“Hum...”
“Iya nggak?” aku tak sabar.
“Iya Pak. Baik.” Desisnya sambil mengangguk singkat. “Sayaaa... mau menyusui dulu.”
“Aram masih tidur.”
“Emmm... saya mau lanjut tidur.”
Yang ini tidak bisa diprotes, karena memang sudah waktunya tidur.
Tapi saat ia terlelap tadi aku sempat memasang cctv di kamarnya.
Dan saat ini setelah kulihat, ia sedang nung ging di kasur sambil menutupi kepalanya dengan bantal.
Ngapain sih dia?! Memang begitu ya caranya dia tidur? Kayak burung onta.
maaf y Thor bacanya maraton tp untuk like dan komen ngak pernah absen kog 😁😁😁,,,,