Di tolak tunangan, dengan alasan tidak layak. Amelia kembali untuk balas dendam setelah delapan tahun menghilang. Kali ini, dia akan buat si tunangan yang sudah menolaknya sengsara. Mungkin juga akan mempermainkan hatinya karena sudah menyakiti hati dia dulu. Karena Amelia pernah berharap, tapi malah dikecewakan. Kali ini, gantian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*6
Langkah kaki Melia langsung terhenti. Sontak, dia langsung memutar tubuhnya untuk melihat si sopir yang baru saja selesai bicara.
Benar-benar tak habis pikir oleh Melia. Ternyata, seorang sopir juga tahu akan niat Ricky padanya. Dia akan dijadikan bahan omongan orang malam ini. Ricky akan mempermalukan dirinya sedemikian rupa.
'Tenanglah, Melia. Kamu tidak perlu marah, apalagi sedih sekarang. Karena pilihanmu sudah bulat. Kamu tidak akan lagi ada di sekitar orang-orang yang menyakiti dirimu. Kamu hanya perlu pergi menjauh, menghilang dari orang-orang itu.' Melia bicara dalam hati.
Ya. Rencana Melia malam ini adalah, pergi. Dia akan pergi meninggalkan keluarga Racham. Dia akan mengalah. Tapi, bukan untuk mengakui kalau dirinya benar-benar kalah. Tekadnya sudah bulat, dia akan menjadikan dirinya sebagai pemenang nanti diakhir cerita. Apapun jalannya akan dia tempuh.
Melia sudah membawa semua barang berharga miliknya. Dengan barang-barang itu, dia akan bertahan hidup diluar. Entahlah, terdengar mudah untuk diucapkan. Tapi, sulit untuk seorang gadis belia yang baru berusia lima belas tahun untuk melakukannya. Namun, tekad dalam hati akan membawa Melia menuju sebuah perubahan. Keyakinan, hal yang paling dibutuhkan. Karena dengan yakin, apapun yang tidak mungkin akan menjadi mungkin.
Melia masuk kamar mandi dengan cepat. Beberapa saat berdiam diri, dia langsung membuka pintu pertama dari kamar mandi yang punya beberapa pintu kecil lainnya. Saat itu pula, seseorang tanpa sengaja menabraknya. Gadis sebaya yang sedang membawa botol minuman. Karena tidak sengaja bertabrakan, air dari botol itu tumpah ke baju Melia.
"Aduh, maafkan aku." Gadis itu berucap dengan penuh rasa sesal.
"Ah, gak-- "
Ucapan Melia tiba-tiba tertahankan. Pikirannya sedang bekerja. Melia melihat gadis itu dengan tatapan tajam.
'Kalau aku tukar gaun ku dengan bajunya, hal itu akan semakin memudahkan aku untuk pergi.' Melia berucap dalam hati. 'Benar. Akan aku coba.'
"E ... teman. Bajuku basah gara-gara air milikmu. Bagaimana kalau kita tukaran baju saja?"
"Hah?"
Tentu saja gadis itu terlihat agak terkejut. Maklum, pakaiannya tentu tidak sebagus milik Melia saat ini. Pakaian sederhana yang gadis itu kenakan mungkin bisa berharga dua atau tiga kali lipat dari milik Melia saat ini.
"Bagaimana bisa?" Gadis itu bertanya lagi dengan wajah tak percaya.
"Ya, karena kamu sudah menumpahkan air ke gaun ku. Jadi, kamu harus merelakan bajumu untuk aku. Sedangkan kamu, harus ambil bajuku."
"Tapi-- "
"Teman. Aku sudah tidak punya banyak waktu. Aku harus segera pergi sekarang. Jadi, tolong jangan banyak pertimbangan. Kamu sudah bikin baju ku basah. Jadi, kamu harus tanggung jawab."
Gadis itu pada akhirnya setuju. Takdir memang sedang memihak pada Melia. Semua rencananya di permudah oleh Tuhan. Melia secara tidak langsung sudah menerima bantuan untuk melarikan diri. Dengan pakaian yang berbeda, dia bisa bebas keluar dari toilet tersebut.
Dan, benar saja. Si sopir sama sekali tidak memperhatikannya. Dia bisa melangkah dengan bebas meninggalkan tempat tersebut. Berjalan menuju tempat yang ingin dia tuju.
Sementara itu pula, si gadis yang sedang memakai pakaian Melia sebelumnya, berjalan menuju jalan yang berlawanan dengan Melia tempuh. Gadis itu berjalan cepat melewati mobil yang terparkir. Sopir yang membawa Melia sebelumnya tidak menyadari akan gadis tersebut. Karena si sopir sibuk dengan ponselnya.
Namun, ketika gadis itu sudah agak menjauh, sopir tersebut baru mengangkat wajah untuk melihat kaca. Dari sanalah dia baru sadar kalau nona mudanya sedang berjalan menjauh meninggalkan mobil.
Gegas, sopir tersebut turun dari mobil. Dia berteriak memanggil si gadis dengan panggilan biasanya.
"Nona muda! Anda mau ke mana?"
"Nona muda!"
Si gadis yang tidak tahu kalau dirinya yang di panggil tentu saja tidak menoleh. Sebaliknya, dia malah terus mempercepat langkah kaki untuk melewati jalan. Namun, entah karena dia tidak konsentrasi dengan jalan yang sedang dia lalui, atau karena adanya alasan lain. Gadis tersebut tiba-tiba saja di tertabrak mobil.
Brak! Tubuh gadis itu terpental. Takdir benar-benar mengejutkan. Seketika, gadis yang sedang memakai pakaian Melia jatuh tersungkur. Wajahnya penuh luka sampai sulit untuk dikenali.
Seketika, kerumunan pun langsung tercipta. Si sopir terdiam kaku karena syok dengan apa yang saat ini matanya lihat. Sementara itu, di kediaman Amerta, pesta besar sedang di gelar. Keluarga Racham yang baru tiba, langsung di sambut hangat oleh penjaga pintu utama.
Mereka masuk dengan hati yang bangga. Terutama, untuk Citra yang sangat amat bahagia karena bisa mendapatkan apa yang dia inginkan. Selain mendapatkan Ricky sebagai pria terbaik di kota dari segala sisi, dia juga sangat bahagia karena bisa merebut apa yang Melia miliki. Bukankah itu sebuah pencapaian yang luar biasa bagi Cita?
"Di mana kak Ricky?" Citra bertanya pada salah satu pelayan.
"Masih di ruangannya, nona kedua."
"Oh. Kapan dia akan muncul?"
"Sebentar lagi."
"Mama."
Mata Citra penuh harap dengan dihiasi manik bahagia. Si mama juga ikut mengukir senyum manis.
"Sabar. Sebentar lagi, semua orang akan tahu kalau kamu adalah tunangan Ricky. Tunangan si tuan muda Amerta yang paling berpengaruh di kota ini."
Citra mengangguk pelan sambil tersenyum lebar. Itu hati, jika bisa keluar mungkin sudah melomapt-pompat sangking bahagianya dia saat ini. Sayang saja, tidak bisa bergerak dari tempat yang seharusnya dia berada.
Beberapa saat berlalu, akhirnya Ricky keluar dari lantai atas. Seketika, semua mata tertuju pada pria tampan dengan stelan yang sangat mendukung ketampanannya itu. Langkah kaki yang sangat ber kharisma. Yang tentunya langsung membuat mata tidak bisa berpaling dari wajahnya.
"Mama. Kak Ricky."
"Ssst. Tenang. Jaga sikap."
"Meski mama tahu kamu sangat bahagia, tapi sikapmu harus di jaga. Kamu ngerti 'kan maksud mama?"
"Iya, Ma. Iya. Aku ngerti kok."
Ingin sekali rasanya Citra langsung menjemput Ricky agar bisa segera ia gandeng. Sayang saja dia harus menjaga harga dirinya dengan sangat baik saat ini. Jika tidak, sudah pasti dia akan lebih menuruti apa yang hatinya inginkan ketimbang harus berdiam diri seperti saat ini.
Ricky yang baru turun malah tidak langsung menyapa Citra selalu tunangan pengganti yang telah ia pilih. Sebaliknya, pria itu malah menyapa tamu-tamu penting yang lainnya. Hal itu tentu membuat hati Citra jadi dongkol.
"Mama." Rengek Citra dengan raut wajah kesal.
Si mama langsung menepuk pelan tangan anaknya. "Tenang. Jangan bertingkah, Cita. Kamu gak mau kalo Ricky itu membatalkan pilihannya, bukan?"
"Ya, tentu saja nggak, mama."
"Kalo gitu, belajarlah bersabar. Karena mungkin, ini etika orang kaya. Harus menjaga hubungan baik dengan rekan bisnis terlebih dahulu. Setelahnya, baru memperkenalkan pasangan di depan semua orang."
"Apa benar begitu?"
"Kenapa tidak menyapa aku lebih dulu sih, Ma? Setelahnya, baru bawa aku ikut serta untuk menyapa tamu yang lainnya."
"Jangan banyak bicara, Citra. Kita gak tahu bukan etika orang kaya kelas atas. Jadi, maklumi saja."
🌹 dulu... nanti lanjut lagi