Kembali lagi mommy berkarya, Semoga kalian suka ya.
Mahreen Shafana Almahyra adalah seorang ibu dari 3 anak. Setiap hari, Mahreeen harus bekerja membanting tulang, karena suaminya sangat pemalas.
Suatu hari, musibah datang ketika anak bungsu Mahreen mengalami kecelakaan hingga mengharuskannya menjalani operasi.
"Berapa biayanya, Dok?" tanya Mahreen, sebelum dia menandatangani surat persetujuan operasi.
"500 juta, Bu. Dan itu harus dibayar dengan uang muka terlebih dahulu, baru kami bisa tindak lanjuti," terang Dokter.
Mahreen kebingungan, darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?
Hingga akhirnya, pertolongan datang tepat waktu, di mana CEO tempat Mahreen bekerja tiba-tiba menawarkan sesuatu yang tak pernah Mahreen duga sebelumnya.
"Bercerailah dengan suamimu, lalu menikahlah denganku. Aku akan membantumu melunasi biaya operasi, Hanin," ucap Manaf, sang CEO.
Haruskah Mahreen menerima tawaran itu demi Hanin?
Atau, merelakan Hanin meninggal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mommy JF, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9: Ujian Datang Lagi
Malam itu, keesokan hari setelah operasi, Mahreeen terus menunggu Hanin agar segera sadar. Namun, jam demi jam berlalu, dan Hanin belum juga menunjukkan tanda-tanda kesadaran. Hati Mahreeen mulai diliputi kecemasan yang semakin besar. Perasaan cemasnya kembali mencengkeram ketika tiba tiba tim dokter berkumpul di luar ruang ICU, memeriksa Hanin dengan lebih teliti.
"Ada apa ini? Kenapa dokter masuk keruangan Hanin?" tanya seorang diri Mahreeen.
Menunggu beberapa menit dengan hati yang cemas dan was was. Kenapa lama mereka di dalam, dan sebenarnya ada apa? Apakah sesuatu yang baik ataukah sebaliknya?
Mahreeen merasa napasnya tercekat ketika salah satu dokter mendekatinya dengan ekspresi serius.
Jangan bilang ini buruk? Batin Mahreeen.
"Bu Mahreeen, ada sesuatu yang perlu kami sampaikan," ucap dokter itu, suaranya terdengar tegang.
"Kami menemukan komplikasi setelah operasi. Kondisi Hanin cukup serius, dan kami perlu mempertimbangkan langkah lebih lanjut." lanjutnya.
Deg!
Seakan dunianya runtuh kembali.
"Komplikasi? Apa maksudnya, Dok?" tanya Mahreeen merasa kakinya lemas, pertanyaan itu meluncur dari bibirnya hampir tanpa disadari. Tapi sekuat mungkin Mahreeen menahannya agar bisa mendengar lebih lanjut.
"Kami menduga ada masalah pada salah satu organnya yang memerlukan perawatan lebih intensif, dan rumah sakit kami tidak memiliki peralatan yang cukup canggih untuk menangani kasus seperti ini. Kami menyarankan agar Hanin segera dirujuk ke luar negeri untuk mendapatkan perawatan yang lebih tepat." jelas dokter.
Deg!
Deg!
Jantungnya berdebar sangat cepat dan dunianya berputar saat ini. Mendengar penjelasan dokter, tubuh Mahreeen mulai goyah.
"Keluar negeri? Bagaimana mungkin...?" lirihnya, sebelum akhirnya kesadarannya lenyap.
Bruk!!!
Mahreeen pingsan tepat di hadapan para dokter, tidak mampu menahan beban berita buruk yang baru saja disampaikan. Lalu membawanya keruangan dan di baringkannya. Di cek oleh dokter disana.
Rumah sakit segera menghubungi Olaf, yang telah ditugaskan Manaf untuk menjaga Mahreeen dan Hanin. Olaf langsung menelepon Manaf setelah mendapatkan informasi itu.
Manaf tiba di rumah sakit dengan langkah tergesa. Ketika melihat kondisi Hanin yang terbaring di ranjang ICU dengan peralatan medis di sekelilingnya, hatinya terasa perih.
"Kenapa kondisinya semakin parah setelah operasi?" pikir Manaf, menahan amarah dan kekhawatiran yang bercampur menjadi satu.
"Pak Manaf, situasinya sudah gawat. Hanin harus segera dibawa keluar negeri," ucap Olaf setelah menjelaskan situasi kepada Manaf.
"Segera urus semuanya, Olaf. Gunakan semua koneksi yang kita miliki. Hanin harus mendapatkan perawatan terbaik secepatnya!" perintah Manaf dengan nada tegas. Tidak ada waktu untuk menunda.
"Baik, Bos. Saya akan segera mengurusnya," ucap Olaf.
Olaf segera mengambil tindakan cepat untuk mengurus segala hal terkait perpindahan Hanin ke rumah sakit di luar negeri, sementara Manaf tinggal di rumah sakit untuk menemani Mahreeen. Dia tahu betapa berat cobaan ini bagi Mahreeen, dan dia tidak akan membiarkannya menghadapi semua ini sendirian.
Beberapa jam kemudian, Mahreeen terbangun di ranjang rumah sakit. Pandangannya masih kabur, namun ketika matanya mulai fokus, dia menyadari dirinya berada di ruang rawat inap. Kepalanya terasa berat, dan dia merasa sedikit lemas. Matanya berkeliling, mencoba memahami di mana dia berada, hingga akhirnya pandangannya jatuh pada sosok Manaf yang sedang tidur di kursi di samping ranjangnya.
Mahreeen terkejut.
Kenapa aku ada di sini? batinnya.
Namun, sebelum dia bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi, pikirannya segera tertuju pada Hanin. Hatinya kembali dilanda kecemasan.
"Hanin... bagaimana kondisi Hanin?" tanya Mahreeen pada dirinya sendiri yang mulai mengingatnya.
Kamu disini, Manaf. Kenapa selalu kamu yang selalu ada di sampingku. Kenapa kita seolah terpaksa harus di ikat, kenapa seolah nasib yang memaksa aku untuk selalu dekat denganmu. Batin Mahreeen.
Dengan perasaan cemas, Mahreeen mencoba turun dari ranjang dengan hati hati agar tidak membangunkan Manaf. Air mata mulai mengalir deras di pipinya saat memikirkan kondisi putrinya. Dia merasa sangat lelah, tetapi hatinya tidak bisa berhenti mengkhawatirkan Hanin.
Namun, ketika kakinya hampir menyentuh lantai, suara lembut namun tegas terdengar di belakangnya.
"Mahreeen, jangan bergerak. Kamu masih belum pulih sepenuhnya," suara Manaf terdengar dari kursi tempatnya tidur.
Mahreeen menoleh perlahan, matanya bertemu dengan tatapan lembut Manaf yang sudah terjaga. Dengan cepat, Manaf bangkit dari kursinya dan mendekati Mahreeen. Sebelum Mahreeen sempat mengatakan apa apa, Manaf menariknya dalam pelukan hangat.
"Jangan khawatir, Mahreeen. Hanin sudah dipindahkan ke rumah sakit luar negeri. Kami sudah mengurus semuanya. Dia akan mendapatkan perawatan terbaik," ucap Manaf, suaranya lembut namun tegas, berusaha menenangkan Mahreeen yang semakin dilanda kesedihan.
Mahreeen tidak mampu berkata kata. Air matanya mengalir deras, dan isakannya tertahan di tenggorokan. Dalam pelukan Manaf, Mahreeen merasa ada sedikit ketenangan, namun kekhawatiran tentang putrinya tetap membayangi hatinya.
"Aku... aku takut, Pak Manaf. Aku takut kehilangan Hanin," ucap Mahreeen dengan suara lirih, air matanya semakin deras.
Manaf mengeratkan pelukannya.
"Kamu tidak akan kehilangan Hanin, Mahreeen. Dia anak yang kuat. Kita sudah melakukan yang terbaik. Sekarang, kita hanya bisa berdoa dan berharap." ucap Manaf.
Mahreeen terdiam dalam pelukan Manaf, merasa sedikit lebih tenang meski hatinya masih dipenuhi kecemasan. Dia tidak menyangka bahwa Manaf bisa begitu peduli dan perhatian. Saat ini, Manaf adalah satu satunya orang yang membuatnya merasa tidak sendirian.
Beberapa saat berlalu dalam keheningan, hingga akhirnya Mahreeen melepas pelukan Manaf. Dia menatap bosnya dengan mata yang masih basah oleh air mata.
"Terima kasih, Pak Manaf. Saya tidak tahu harus berbuat apa tanpa Anda," ucap Mahreeen dengan suara serak.
"Jangan katakan begitu, Mahreeen. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan," ucap Manaf dengan senyum tipis, matanya menunjukkan ketulusan yang mendalam.
"Tidurlah kembali, besok kita akan keberangkat menyusul Hanin. Kamu belum pulih benar, percayakan saja padaku. Anak anakmu yang lain sudah ada yang menjaga di saat nanti kita disana." lanjut Manaf.
"Entah kata apa lagi yang bisa saya ucapkan padamu Pak, kamu sangat baik padaku dan anak anakku," ucap Mahreeen yang terisak.
"Mereka juga kelak akan menjadi anak anakku bukan. Sekarang atau nanti sama saja bagiku, yang terpenting saat ini fokus pada Hanin." jelas Manaf.
Mahreeen menganggukkan kepalanya.
*
Pagi ini, Mahreeen dan Manaf menuju bandara. Dalam satu mobil membuatnya tidak terbiasa, karena bari pertama kali Mahreeen satu mobil.
"Nanti kamu akan terbiasa Mahreeen, semua milikku nanti juga milikmu," bisik Manaf yang mengerti ketegangan Mahreeen.
Deg!
Apa maksud ucapannya? Semua miliknya menjadi milikku? Bukannya Pak Manaf punya istri pertama? Lalu bagaimana dengannya? Membuatku bertanya tanya seperti apa hubungannya itu? Tidak mungkinkan jika Pak Manaf melakukan ini padaku jika tidak mempunyai alasan? Batin Mahreeen.
...****************...
Hi semuanya!!! Tinggalkan jejak kalian ya.
bentar lagi up ya di tunggu
Yang suka boleh lanjut dan kasih bintang ⭐⭐⭐⭐⭐
Dan yang ga suka boleh skip aja ya.
Terima kasih para raiders ku.