Hampir separuh dari hidupnya Gisell habiskan hanya untuk mengejar cinta Rega. Namun, pria itu tak pernah membalas perasaan cintanya tersebut.
Gisell tak peduli dengan penolakan Rega, ia kekeh untuk terus dan terus mengejar pria itu.
Hingga sampai pada titik dimana Rega benar-benar membuatnya patah hati dan kecewa.
Sejak saat itu, Gisel menyerah pada cintanya dan memilih untuk membencinya.
Setelah rasa benci itu tercipta, takdir justru berkata lain, mereka di pertemukan kembali dalam sebuah ikatan suci.
"Jangan sok jadi pahlawan dengan menawarkan diri menjadi suamiku, karena aku nggak butuh!" ucap Gisel sengit
"Kalau kamu nggak suka, anggap aku melakukan ini untuk orang tua kita,"
Dugh! Gisel menendang tulang kering Rega hingga pria itu mengaduh, "Jangan harap dapat ucapan terima kasih dariku!" sentak Gisel.
"Sebegitu bencinya kamu sama abang?"
"Sangat!"
"Oke, sekarang giliran abang yang buat kamu cinta abang,"
"Dih, siang-siang mimpi!" Gisel mencebik.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14
Setelah Amel masuk ke dalam, kini Giliran kendra yang menghampiri Gisel. Wanita itu masih ingin menikmati suasana malam di taman.
"Kenapa melamun sendiri, di sini?" tanya Kendra. Tanpa meminta ijin, ia duduk di sebelah Gisel.
Gisel tersenyum, "Lanhitnya indah ya, mas?" ucapnya menengadah, memandang lanhit yang penuh bintang malam itu.
"Iya," sahut Kendra yang ikut menengadah. Ia tersenyum tipis.
Sesaat suasana hening, tak ada pembicaraan antara keduanya. Entah kenapa kini rasanya sedikit canggung saat mereka berduaan seperti ini setelah status mereka berubah menjadi calon suami istri.
Padahal, sebelumnya Kendra sesekali mengunjungi Gisel di Paris bersama Elang dan Senja.
Tepatnya, enam bukan yang lalu mereka terakhir ketemu. Dan saat itu belum ada pembicaraan apapun soal rencana pernikahan yang mulai di bahas oleh Alex dua bulan kemudian.
Kendra menoleh, ia menatap Gisel yang pandangannya lurus ke depan. Angin malam. Membuat rambut wanita itu menutupi sebagian wajahnya.
"Kenapa tiba-tiba memutuskan untuk menikah denganku?" tanya Kendra.
Gisel menyingkirkan rambut yang menutupi wajahnya lalu menoleh, membalas tatapan Kendra, "Kenapa? Mas Kend keberatan menikah denganku? Bukannya mas Kend masih mencintaiku?" tanyanya.
Kendra diam, ia memang masih menyimpan rasa yanh sama untuk wanita yanh duduk di sampingnya tersebut. Tapi, ia sama sekali tak melihat raut kebahagiaan di wajah cantiknya. Ia tahu, senyum wanita itu palsu sebenarnya.
" Kamu yakin? Tidak akan menyesali keputusan kamu kali ini?" tanya Kendra.
Sejenak Gisel terdiam lalu kembali menoleh dan tersenyum, "Aku yakin mas Kend bisa buat aku bahagia. Mas Kend ragu? Atau, sebenarnya Mas Kend udah menemukan wanita lain yang buat hati mas Kend berpaling? Katakan saja terus terang, seperti yang pernah aku bilang dulu, kalau mas Kend sudah menemukan wanita yang mas Kend cinta dan mencintai mas Kend, aku akan mendoakan kebahagiaan untuk kalian. Ayo katakan saja!" ucapnya tersenyum.
Kendra tersenyum dan menggeleng. Dalam artian ia tak tahu akan perasaannya kini seperti apa. Seharusnya ia bahagia bisa menikah dengan wanita yang sekian tahun ia kagumi secara diam-diam. Namun, yang ia rasakan sekarang adalah sebuah beban. Takut jika tak bisa mewujudkan amanah dari Alex untuk membahagiakan Gisel.
Jujur, Kendra ingin menikah dengan wanita yanh juga mencintainya. Menikahi wanita yang ia cibtai namun tak bisa membalas perasaan tentu harus membutuhkan pengorbanan besar. Mempertaruhkan kebahagiaannya sendiri demi berusaha membahagiakan wanita tersebut.
Lalu, pertanyaannya adalah... Mampukah Kendra melakukannya? Mampukah ia membuat gadis yang sudah kehilangan rasa percayanya terhadap cinta tersebut benar-benar bahagia nantinya. Mampukah ia membuat Gisel mencintainya suatu saat nanti. Sanggupkah ia menghancurkan benteng yang sudah terlanjur wanita itu bangun untuk sebuah rasa yang bernama cinta tersebut? Entahlah, yang jelas nanti Kendra akan mendapat PR yang lebih berat. Tanggung jawab yang semakin besar yaitu berkewajiban untuk menjamin kebahagiaan wanita tersebut. Wanita yang hatinya sudah cacat karena luka di masa lalunya.
.
.
.
Kabar pernikahan Gisel dan Kendra, kini sudah sampai di telingan seorang wanita yang selama ini menjadi teman curhat Kendra, Sarah.
Ya, Sarah sudah mendengar rencana pernikahan Kendra yang akan di gelar satu setengan bulan lagi tersebut. Bahkan kini sebuah undangan sudah berada di meja kerjanya.
Acara pernikahan nanti memang akan digelar sederhana menurut versi mereka. Namun, tetap saja beberapa kerabat dan rekan bisnis Alex dan Elang akan diundnag dalam acara itu nanti. Dan Sarah sebagai asisten pribadi sekaligus sahabat Senja pasti tak ketinggalan masuk dalam list undangan.
Sarah menerima undangan itu dua hari yang lalu.
"Nja, beneran Kendra akan menikah sama Gisel?" tanya Sarah pada Senja setelah ia menerima undangan tersebut kemarin lusa.
Senja mengangguk, "Sorry, Sar. Aku nggak kasih tahu kamu, takutnya kamu..."
Belum juga Senja selesai bicara, Sarah sudah tersenyum, "Aku senang, akhirnya si selimut bisa nikahin cewek pujaannya. Syukur deh, kalau dia udah mau nikah, jadi nggak nyusahin aku lagi. Haha!" kelakar Sarah.
"Kamu, nggak apa-apa mereka menikah? Bukannya kamu suka sama Kendra?" tanya Senja.
"Ck, siapa bilang aku suka si selimut? Nggak lah, dia bukan tipeku kali!" sangkal Sarah cepat.
Senja tahu Sarah berbohong, ia bersahabat dengan Sarah sudah lama, tahu betul seperti apa sahabatnya tersebut. Namun, ia juga tak bisa berbuat apa-apa, karena keputusan untuk menikah berada di tangan Gisel dan Kendra. Ia juga tahunkalau Kendra memang menyukai Gisel sejak lama.
"Syukur deh kalau begitu, aku doain kamu cepat nyusul Kend, biar kalian seri. Jomblonya barengan, nikah dan punya anaknya juga," seloroh Senja kemudian.
"Tahu nih, jodoh aku lama banget datangnya. Kesalip sama si selimut jadinya," ujar Sarah terkekeh.
"Awas aja nanti kalau ketemu si selimut, mau nikah nggak bilang-bilang. Dah ah, aku balik ke ruanganku dulu. Nanti jangan lupa ada meeting setelah makan siang!" imbuhnya.
Senja mengangguk. Ia menatap punggung Sarah, "Maaf, Sar. Sebagai sahabat kamu aku nggak bisa bantu apa-apa," batinnya sedih untuk Sarah.
Sarah langsung menuju ke toilet. Di sana ia membasuh mukanya. Tak ada air mata, namun hatinya begitu sakit mendengar kabar pria yang diam-diam ia sukai itu akan menikah.
Sarah tahu, Kendra menyukai Gisel sejak lama. Ia juga sering menjadi temoat curhat pria itu soal Gisel. Terutama setelah pria itu mengunjungi Gisel di Paris. Katanya Gisel semakin dewasa, anggun dan cantik. Tak hanya itu, Gisel kini menjelma menjadi seorang designer terkenal. Kendra juga bilang kalau dia semakin minder untuk menyukai wanita itu karena ia sadar diri.
Sarah menghela napasnya panjang. Dadanya terasa sesak. Ia sama sekali tak menyangka jika Kendra akan benar-benar menikah dengan Gisel. Selama ini i juga sama halnya dengan Kendra, berpikir jika Kendra dan Gisel adalah sesuatu yang tidak mungkin. Mirip pungguk merindukan bulan. Namun, pikiran mereka salah, nyatanya Gisel memilih pria itu sebagai calon imamnya kelak.
Tiba-tiba saja, Gisel masuk ke dalam toilet, "Mbak Sarah di sini?" tanya Gisel sembari menyalakan keran untuk mencuci tangannya.
"Iya," sahut Sarah tersenyum.
Mereka asyik dengan aktivitas masing-masing di depan cermin besar di depan mereka.
Sarah memperhatikan wajah Gisel dari cermin. Beruntung Kendra bisa menikahi Gisell. Adik ipar dari sahabatnya itu kini menjelma bak bidadari, cantik sekali.
"Sel," panggil Sarah.
Gisel menoleh "Ya, mbak?"
"Selamat ya, atas rencana pernikahan kamu sama Kendra. Aku ikut senang mendengarnya. Aku nggak nyangka, kalian akhirnya akan menikah. Aku kira kamu bakal kepincut cowok bule di Paris sana," ujar Sarah tersenyum.
" Mungkin emang udah jodohnya aja aku sama mas Kend. Nanti mbak Sarah datang, ya?" sahut Gisel.
Sarah mengangguk," Aku pasti datang," sahut Sarah.
Gisel tersenyum," Aku duluan, ya mbak!"pamit Gisel dan Sarah mengangguk.
Sejak saat itu, Sarah menghindari Kendra. Ia benar-benar tidak siap bertatap muka dengan pria itu.
Lamunan Sarah buyar saat ponselnya berdering. Nama Kendra memenuhi lauar ponselnya. Sarah membiarkan ponselnya terus berdering hingga beberapa kali panggilan.
Setelah ponselnya tak lagi berdering, Sarah mengambil ponselnya di meja kerjanya. Sebuh pesan masuk.
"Kenapa tiga hari ini kamu ngilang? Di telepon juga nggak diangkat. Kamu menghindariku, Sar? Aku lagi pengin curhat, Saroh!" sebuah pesan dari Kendra.
Sarah enggan membalasnya.
"Sar, ada apa? Kenapa pesanku nggak di balas? Tumben?" sebuah pesan kembali masuk.
"Sorry, Kend. Aku lagi sibuk banget, nggak ada waktu dengerin curhatan kamu," akhirnya Sarah membalasnya.
"Ck, Aku mau nikah, Sar! Aku dilema, butuh saran dari kamu!"
Pletak!
Sarah melempar ponselnya ke meja setelah membaca pesan terakhir dari Kendra.
...****************...