Tristan dan Amira yang berstatus sebagai Guru dan Murid ibarat simbiosis mutualisme, saling menguntungkan. Tristan butuh kenikmatan, Amira butuh uang.
Skandal panas keduanya telah berlangsung lama.
Di Sekolah dia menjadi muridnya, malam harinya menjadi teman dikala nafsu sedang meninggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Alyazahras, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Sang Mantan
Sebuah mobil mewah mengkilat berhenti di tempat parkir khusus guru. Sepasang kaki jenjang dengan sepatu pantofel hitam ke luar dari dalam mobil.
Para murid perempuan yang sudah siaga ditempat tampak sedang memaksimalkan penampilan mereka masing-masing saat sang guru tertampan di sekolahnya datang dan menampakkan wajah.
"Günaydın, Pak Tristan." Semua yang ada di sana menyapanya dengan hangat dan ramah.
"Günaydın (pagi)," jawab Tristan sambil tersenyum lembut dengan menguarkan rambut acak bervolumenya ke belakang dan hal itu selalu saja dijadikan senjata Tristan untuk membuat para muridnya terpesona.
Benar saja, mereka langsung ketar-ketir berteriak histeris. Sampai ada yang hampir pingsan. Sungguh berdamage memang pesona orang Timur Tengah yang satu ini.
Namun, ada salah satu murid perempuan yang menyadari hal aneh di leher Tristan.
"Pak, maaf. Itu, leher Bapak kenapa, ya? Merah-merah," katanya.
Tristan otomatis langsung tersentak kaget. 'Merah-merah?'
Dia berbalik dan berkaca pada spion mobilnya dengan ekspresi panik. Matanya seketika membulat besar. Ada sekitar 3 tanda merah di bagian leher dan di bawah tulang selangkanya. Tristan pun langsung menyadari siapa pelakunya. Siapa lagi kalau bukan sang istri tercinta.
Amiraaaahhhh! (Batin Tristan berteriak)
"Jangan-jangan Pak Tristan punya alergi?"
"Masa alergi di leher doang? Mana cuma 3 biji itu yang merahnya."
"Bukan alergi deh, kayaknya. Tapi ...."
"Ah, masa sih? Gak mungkin Pak Tristan kayak gitu. Pacar aja belum punya."
"Kata siapa? Banyak lho, guru-guru wanita dari beberapa sekolah yang kencan sama Pak Tristan."
"Beberapa hari lalu, aku juga pernah liat Pak Tristan lagi makan malem sama Bu Siska di restoran mewah."
"Yang bener kamu?!"
"Serius! Aku sempet foto mereka. Nih, ada!"
"Huwaaa, iya bener! Jadi, tanda merah di lehernya itu betul bukan alergi, ya? Tapi, cupang. Hikss ...."
"Pak Tristan, Bapak sudah punya pacar?"
"Bapak pacaran sama siapa?"
"Kalau sudah sampai seperti itu sepertinya bukan pacar lagi, tapi ... ehem! Bapak sudah punya istri, ya?"
"Apa! Istri? HUWAAAAA~....!"
"Sejak kapan Pak Tristan menikah? Hiks...."
"Kenapa kita gak ada yang tau?"
"Siapa istri Bapak?!"
"Tolong beritahu kami, Pak!"
"Pata hati masal ini mah!"
Tristan merasa tertekan dan tersudutkan ditanya bertubi-tubi oleh para muridnya. Dia menutupi lehernya dan berusaha menerobos barisan murid-murid yang sedang mengerumuninya seperti semut menemukan gula.
Tristan bungkam, tak menjelaskan sepatah katak pun. Masih syok dan malu. Malunya sampai ingin mengubur diri.
Amira yang baru saja sampai di sekolah dengan mengenakan seragam olahraga, diam-diam mengintip melalui gerbang sekolah. Dia tertawa puas tanpa suara sampai air mata menetes dari sudut mata.
"Kikikikikikikkkiiiii...!" begitulah suara tawanya yang cekikikan. "Aduh, astaga! Ngakak nyampe mencret ini mah!"
Pluk!
Seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Membuat tawa Amira terhenti dan dia menengok ke belakang. Sosok Sofi dan Uci yang terlihat.
"Woi, ngapain?"
"Ketawa nyampe sinting gitu," gurau Sofi sambil geleng-geleng kepala.
"Itu, Pak Tristan katanya udah punya pacar," celetuk Amira dengan wajah damai.
"WHAT! PACAR?!" Sofi dan Uci langsung tersentak dengan mata membulat sempurna.
"Iya, lagi patah hati masal sekarang. Liat tuh, orang-orang gila lagi pada nangis di parkiran, bhahahhaa. Kalian mau gabung sama mereka?" sindir Amira sambil terus tertawa melihat para penggemar sejati Tristan kecewa.
Kedua mata Sofi mulai berkaca-kaca. "Yang bener kamu, Ra? Jangan fitnah!"
"Eh, gak percayaan. Tanya mereka aja, gih. Aku ke kelas dulu ah. Hemm, udara pagi ini syegar syekali, lalalala~" ucap Amira sambil menghirup udara dan bersenandung ria. Dia pun pergi begitu saja.
°°°
Di ruang Tristan.
Amira mengintip dari luar, Bu Siska-Guru Fisika sedang mendatangi Tristan untuk meluruskan kabar miring yang beredar. Guru yang Amira bilang sebagai guru ganjen adalah dia, karena tingkahnya jika di depan Tristan sangat centil dan seolah dia adalah kekasih Tristan. Selalu pakai riasan yang tebal dan memperketat seragam gurunya agar lekuk tubuhnya tampak menonjol.
Namun, Tristan tidak menunjukan ketertarikannya pada Siska. Dia menganggap Siska hanya sebagai teman sesama guru saja.
"Tan, kamu sudah punya kekasih?" tanya Siska.
Wajahnya memang di atas rata-rata, body-nya bak gitar spanyol, usia mereka pun tidak terpaut jauh. Namun, untuk apa kelebihan itu jika Tristan sedikit pun tidak tertarik padanya.
Tristan dengan mengenakan kacamata minusnya diam saja ditanya begitu. Dia terus menutupi lehernya yang merah sambil fokus pada gawainya.
"Tristan! Anak-anak ribut mengatakan kalau kamu sudah punya kekasih. Aku hanya ingin tahu saja apa itu benar?" Nada bicara Siska menjadi naik.
"Anak-anak selalu berpikir impulsif. Jangan terlalu percaya pada kata-katanya," ucapnya dingin.
Siska menghampiri Tristan dan menunduk untuk menatapnya yang sedang duduk. Dia tarik paksa tangan Tristan dan ketiga tanda merah itu pun terlihat sangat jelas.
Tristan berusaha menutupinya lagi, tapi Siska tidak membiarkannya. "Diam! Apa ini?" tanya Siska sambil menyipitkan mata.
Tristan membuang muka sambil menghela napas kasar. Sudah ketahuan. Tidak bisa ditutupi lagi.
"Entah apa, bangun tidur sudah begini. Sepertinya gigitan nyamuk dan tanpa sadar aku menggaruknya," bual Tristan.
Mata Siska melotot. "Mana ada gigitan nyamuk tanpa pembengkakan? Merahnya pun merah gelap, seperti diisap sangat kuat. Jujur, kamu semalam dengan siapa?!" tanya Siska semakin menuntut dengan tatapan menusuk.
Diam-diam Amira mengirimkan pesan pada Tristan yang memang dibuat sengaja olehnya agar Siska melihatnya.
Ponsel Tristan yang tergeletak di atas meja, tepatnya di samping laptop, menyala. Ada notif pesan baru. Siska membacanya.
Forbidden flower : Om, makasih ya servis semalem memuaskan. Damage cost-nya gak main-main!
Deg!
"Tan, si-siapa Forbidden Flower? Apa maksud dari pesannya itu? Ka-kamu ...?" Siska sampai sulit berkata-kata saking syoknya. Dia tak sangka Tristan ternyata pria yang seperti itu. Membuatnya kecewa sedemikian rupa.
Tristan hanya menatap pasrah layar ponselnya dengan hati nelangsa. Dia menghela napas hampa, lalu membalik layar ponselnya dan menjepit kening.
Tristan termenung sejenak, lalu merasa gusar sampai mengusap kasar jambang tipisnya.
Amirah oh Amirah! (Batin Tristan kesal, jengkel dan argh)
Amira yang mengintip dari celah pintu pun tertawa puas tanpa suara. Raut wajah Tristan memerah, tentu dia sangat malu pada Siska atas pesan tersebut.
Amira pun segera pergi dari situ setelah membuat kekacauan.
"Tan, aku minta penjelasan darimu! Apa mungkin kamu memang orang yang seperti itu?" tekan Siska sambil menyentuh tangan Tristan dengan tatapan getir.
Tristan beranjak, lalu menepisnya kasar. "Jangan melewati batas, Siska!" kecamnya yang kemudian berlalu pergi begitu saja meninggalkan Siska.
°°°
"Amira!" teriak Sofi dan Uci yang berada di depan kelas sambil melambaikan tangan. Mereka semua mengenakan seragam olahraga.
Amira berlari menghampiri dengan suasana hati bahagia. "Apa? Nyariin, eakk? Bhahaha!"
"Idih, kepedean!" kata Uci sambil menatap sebal.
"Iya, kita nyariin dari tadi! Dari mana emang? Bentar lagi kan jam pelajaran olahraga, kamu malah ngilang," tutur Sofi.
"Dari WC doang. Yuk, masuk!" ajak Amira sambil menggiring teman-temannya masuk kelas dengan senyum yang lebar.
"Ra, denger-denger katanya bakal ada guru olahraga baru, lho!" ucap Sofi memberitahu.
"Serius? Kita gak diajar sama Pak Agus lagi?" tanya Amira sambil duduk di kursinya.
"Iya, tadi kita gak sengaja denger obrolan Kepala Sekolah. Katanya Pak Agus punya penyakit kronis, gak bisa ngajar lagi."
"Lah, gimana ceritanya guru olahraga punya penyakit?" kata Amira.
"Pak Agus juga orang biasa, Ra. Kamu pikir badannya kebal?"
"Haha, iya juga. Tapi, guru barunya galak gak? Bisa diajak bercanda gak?" bisik Amira sambil mengedipkan sebelah matanya dengan genit pada Uci dan Sofi.
"Mana kutau! Ketemu aja belum. Tapi, katanya sih masih muda." ~ Sofi.
"Wow, masih muda? Umur berapa? Kira-kira ganteng gak ya, hahaha...." Suasana hati Amira benar-benar baik sampai kesan yang muncul disekitar tubuhnya berwarna kuning cerah, terpancar dengan indah.
"Alah, sekarang mah kita bodo amat. Mau punya guru ganteng atau enggak, gak menjamin dia masih single. Pokoknya aku kecewa berat sama Pak Tristan, huhuu. Yang bener aja kita gak tau kalau dia udah punya pacar, nyampe gak tanggung-tanggung lagi itu tanda merah di lehernya ada 3 biji. Bringas banget pacarnya," ujar Uci dengan mata berkaca-kaca.
Amira hanya diam sambil memaksakan senyum.
"Bukan pacar, kan ada yang bilang katanya istrinya. Iya dong, kalau udah nyampe begituan pasti mereka udah nikah," imbuh Sofi realistis.
"Huwaaa~, kalo pacar masih bisalah kita tikung. Nah, ini istri, hiks." Uci langsung memeluk Amira dan membenamkan wajahnya.
"Lebay amat sih, Ci! Lagian Pak Tristan juga udah tua. Cocoknya jadi Ayah, bukan pendamping hidup," kata Amira berusaha menenangkan Uci.
"Tua juga belum terlalu tua, Ra. Pak Tristan juga belum buka mulut, gak tau emang bener atau cuma gosip doang. Bisa aja tanda merah itu karena dia alergi, kan?" Sofi berusaha berpikir positif.
"Nah, bener tuh kata Sofi. Nanti pas jam pelajaran ke-3 kan Biologi. Tanyain aja langsung," titah Amira sambil menyembunyikan senyumnya. Entah Tristan berani masuk ke dalam kelas atau tidak dengan adanya berita yang menghebohkan ini.
Saat sedang begitu, tiba-tiba saja Guru BK-Damar berjalan masuk ke dalam kelas.
"Eh, Pak Damar? Mau ngajar olahraga, Pak?" tanya teman-teman kelasnya.
"Bukan, Bapak mau ngenalin Guru Olahraga baru," kata Damar sambil menggerakkan matanya, mengisyaratkan pada seseorang yang sedang berada di luar kelas untuk masuk.
Uci, Sofi dan Amira menoleh ke arah pintu. Ternyata di luar kelas sangat ramai, mereka baru menyadari karena sedari tadi menggosipkan Tristan. Para murid dari kelas lain mengerumuni kelas 12 MIPA-2, entah ada hal apa. Seperti ada sesuatu yang dahsyat terjadi.
"Gilaaaa, Guru Olahraga-nya ganteng banget, astagaaa!" bisik teman kelasnya yang mengintip dari kaca jendela.
Sepasang kaki jenjang dengan sepatu olahraga hitam-biru yang bisa dipastikan mahal harganya, memasuki kelas 12 MIPA-2 dengan peluit yang dikalungkan di lehernya.
Deg!
Sebuah pukulan besar bagi Amira saat melihat wajahnya. Jantungnya seolah berhenti berdetak. Sekujur tubuhnya menegang.
B-bagaimana bisa dia .... (Batin Amira)
"Ini Guru Olahraga baru kalian. Namanya Reyhan Ozdemir," ucap Damar memperkenalkan.
Amira meremas lutut sambil tertunduk dengan mulut tertutup rapat saat bola mata amber Reyhan melirik penuh maksud ke arahnya.
O-Ozdemir? Nama belakangnya sama dengan nama belakang Tristan. Aku ... aku baru sadar. Apa hanya kebetulan saja? (Batin Amira ketar-ketir dengan keringat dingin)
"Pak Reyhan ini keponakan Pak Tristan. Jadi, gak heran kalau mereka memiliki beberapa kemiripan. Nama belakang mereka pun sama," lanjut Damar sambil menyeringai.
BOM!
Ke ... apa? Keponakan Tristan?! (Batin Amira tersentak sejadi-jadinya)
....
BERSAMBUNG!!
tp amira tnpa sepengetahuan ibunya dia lnjutin sekolh,,
iya kah thor