Anna seorang gadis desa yang memiliki paras cantik. Demi membayar hutang orang tuanya Anna pergi bekerja menjadi asisten rumah tangga di satu keluarga besar.
Namun ia merasa uang yang ia kumpulkan masih belum cukup, akan tetapi waktu yang sudah ditentukan sudah jatuh tempo hingga ia menyerah dan memutuskan untuk menerima pinangan dari sang rentenir.
Dikarenakan ulah juragan rentenir itu, ia sendiri pun gagal untuk menikahi Anna.
"Aku terima nikah dan kawinnya...." terucap janji suci dari Damar yang akhirnya menikahi Anna.
Damar dan Anna pada hari itu di sah kan sebagai suami dan istri, Namun pada suatu hari hal yang tidak di inginkan pun terjadi.
Apa yang terjadi kelanjutan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MomoCancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
"Alhamdulillah, sebentar lagi nyampe. Pak tunggu Anna, Anna sudah pulang."
Secepat mungkin Anna melangkah kan kakinya. cemas, khawatir, takut tidak karuan bercampur aduk menjadi satu.
Satu pesan masuk. Anna segera mengambil ponsel ditasnya. Tertulis disana Bukde Sri.
[Nduk, kamu masih dimana? Bapakmu,]
"Ya Allah, pak. Tolong bertahan demi Anna, pak." Ucap Anna. matanya mulai menghangat dikedua matanya kini mengembun, ada kesedihan melanda disana.
[Bude, Anna sedang dijalan sebentar lagi sampai di klinik] balas Anna seraya tergesa-gesa.
[Pulang ke rumah, nduk. Bapakmu sudah meninggal.]
Bak disambar petir Anna membaca pesan balasan dari budenya. Kakinya terasa tidak bertenaga, ia rubuh saat itu juga. Matanya berderai airmata, Anna berlari secepat mungkin tanpa menghiraukan disekelilingnya.
Sesampainya Anna tercenung sejenak, banyak orang dirumah berdatangan, bahkan disana telah dikibarkan selembar bendera kuning, menandakan bahwa seseorang telah tiada.
Semua orang menatap nya penuh iba, bahkan beberapa orang mengucapkan bela sungkawa. Anna seperti sedang bermimpi, ia terus memperhatikan orang-orang disekitarnya.
"Ini ... Gak mungkin, kan. Ini pasti salah," Anna berlari terseok-seok .
Ibu dan budenya menatap nya dengan sendu, kedua mata yang sudah keriput itu, terlihat bercucuran air mata.
"Bapak!!!" Jerit Anna,
Tangis nya pecah saat ini juga, Anna syok, melihat tubuh bapaknya sudah terbujur kaku, Anna jatuh disamping bapaknya, ia menangis sejadi-jadinya memeluk tubuh Marwan yang sudah tidak berdaya,untuk yang terakhir kalinya. Kedatangan nya bukan disambut hangat dengan senyuman, justru dia malah dikejutkan dengan kepergian nya, yang tidak mungkin kembali lagi.
"Yang sabar, nduk. Bapakmu sudah tenang."ucap pakde Kasim.
Anna menangis sesenggukan.
"Nduk, kemari nak. Yang sabar, ibu disini." Sambut tangan ibu Ratih, membawa tubuh Anna kedalam dekapannya.
"Sabar ya, nduk. Bapakmu, sudah tenang dan sekarang dia sudah tidak kesakitan lagi. Ini sudah takdir, "ucap bude Sri.
Siang ini jenazah Marwan dikebumikan kan, awan bergelayut mendung rintik-rintik tipis hujan turun membasahi bumi, bahkan alam ikut bersedih bersamanya, langkah demi langkah terasa begitu mengambang, disaat Anna ikut serta mengantarkan bapaknya ke peristirahatan terakhirnya.
Hancur hatinya melihat, bapak yang ia sayangi sudah pergi menghadap sang ilahi lebih cepat.
Derai airmata terus mengalir, bagaikan mimpi di siang hari, ia terus memeluk nisan Marwan dibawah guyuran hujan yang kian semakin deras.
"Anna, kita pulang?"ajak bude Sri.
"Bude, bapak pergi begitu cepat. Bahkan Anna belum sempat membahagiakan bapak, bude."
"Sudah sayang, semuanya sudah diatur sama yang diatas, kita hanya bisa ikhlas, nduk. Mari kita pulang kasian ibu kamu ditinggal sendirian,"ucap bude Sri.
Anna mengangguk pelan.
"Pak, Anna pulang dulu ya, bapak yang tenang disana. Asalamualaikum," ucap Anna, beranjak dari sana dan menyambut pegangan tangan bude Sri.
......
Selepas acara tahlilan ke tujuh hari, semuanya hening begitu terasa setelah kepergian bapak, semuanya sangat berbeda, tidak ada senda gurau dipagi hari, tidak ada lagi nasihat juga suara bapak yang mengisi ruangan.
Setelah Marwan tiada, ibu Anna yaitu Ratih larut didalam kesedihan, wajahnya memucat, tiada senyuman, maupun kebahagiaan disana. Tubuhnya lemah, bahkan bicara saja seakan tidak sanggup.
Anna iba melihat ibunya terus, berdiam diri dikamar, Ratih terguncang hebat atas kepergian Marwan, wanita paruh baya itu terus termenung, terkadang mengurung dirinya sendiri.
"Bu, Anna bawain bubur, ibu makan ya?" Ucap Anna membawa nampan berisi mangkul bubur dan segelas air minum.
Ratih tidak sedikitpun berpaling dari sana.
"Bu, jangan melamun terus, gak baik."
"Ibu, gak nafsu makan." Jawab Ratih lemah.
Anna sedih melihat kondisi ibunya, ia terus menolak apapun yang ia bawakan. Wanita itu terus membiarkan tubuhnya semakin melemah, ia terus membiarkan dirinya tanpa asupan makanan. Anna dibuat bingung dengan sikap ibunya, ia larut dalam kesedihan yang begitu dalam.
"Bu, kasian bapak, kalo lihat kondisi ibu seperti ini,"
Kembali melamun.
"Ibu, Anna mohon jangan begini. Lihat kondisi ibu, ibu gak mau makan terus, nanti ibu bisa sakit,"
Anna menyerah, apapun yang ia katakan tidak sedikitpun membuat ibunya Ratih goyah. Ia terus menutup telinga, apapun yang diucapkan nya, Ratih tidak sedikitpun menghiraukan nya.
_______
"Anna, kapan kamu pulang? kenapa pergimu meninggalkan kerinduan yang mendalam," lirih Damar.
Damar termenung keserongan, merasakan tubuhnya bagai tidak bersemangat, makan pun ikut tidak berselera. Anna pergi tanpa berpamitan padanya, kini pria itu seolah galau, seperti orang putus cinta.
"Galau nih?" Sapa Angga, dengan nada menggoda.
"Siapa yang galau?!"
"Woiyy... Semua orang rumah tahu, saat ini lu lagi galau. Gara-gara ditinggal sama Anna, ya kan ngaku aja deh?" Ucapnya Angga.
"So tahu Luh," datar.
Damar masuk keruangan kerja miliknya, ia duduk menghadap laptop berusaha mengalihkan perhatian dengan berjibaku dengan alat-alat kantor. Berharap bayangan wajah Anna akan hilang seiring waktu, dengan disibukan oleh pekerjaan.
Nyatanya, memang sulit hatinya sudah kembali berlabuh kepada Anna, wanita yang sudah dengan tidak sengaja menanamkan cinta di hatinya, ditempat dimana semua nya sudah mati, tanpa cinta, bak gurun yang sudah lama tandus.
Sayup-sayup semilir angin membawanya ke negeri khayalan, dimana pertemuan indah bernuansa alam semesta menjadi saksi, disaat mereka dipertemukan diatas pelaminan. Berucap janji suci sehidup semati, dengan satu kalimat ijab kabul. Secara tidak sadar bibirnya melengkung indah, tersenyum penuh makna. Ada perasaan bahagia saat senyum itu terukir.
"Hayoooo....... Mikirin Anna lagi ya?"
Seketika lamunannya buyar. Damar mendelik tajam kearah Angga yang sudah berdiri sejak tadi di sampingnya.
"Brengsek lu! Ganggu aja." Ketus.
"Hahaha .... Mikirin yang jorok-jorok lu ya?"
"Diem lu! Mau gue tumbalin buat bahan proyek bangunan?"
"Sembarangan, ganteng gini mau di jadiin tumbal proyek,"
Damar mendelik tajam. "Pergi gak!"
"Oke.. santai aja. Gue gak ganggu lagi ko, em... Btw kalo lu butuh seseorang jadi pendamping, gue bisa ko." Ledek Angga seraya berlari kecil, keluar dari ruangan Damar.
"Tuh anak, sakit kali." Menggeleng.
______
Bude Sri terlihat tengah berseteru dengan seseorang tidak jauh dari rumahnya, namun sayang orang yang bude Sri ajak bicara tidak terlihat siapa dia, ada benda yang sedang menghalangi nya saat ini.
Anna mendekati nya perlahan-lahan, seketika ia dibuat terkesiap siapa orang yang tengah menjadi lawan bicara budenya.
"Juragan Anton..." Bergumam.
Kedua mata indah itu, membulat dengan sempurna. Ia terkejut setelah mendengar perseteruan mereka, ternyata budenya dan juragan Anton tengah membahas, apa yang sedang aku takutkan sekarang.
"Juragan, mohon dengan sangat. Keluarga Anna tengah berduka bisakah juragan memberikan waktu lagi, bukannya terasa tidak sopan, disaat keluarganya berduka, juragan malah ingin mengadakan pernikahan mewah?"
"Aku tidak perduli, Sri. Batas waktu yang aku tentukan sudah lewat, apa salahnya sekarang aku menagih janji itu pada Ratih, untuk menikahkan putrinya Anna denganku? Lagi pula sekarang Anna tidak akan keberatan,"bertolak pinggang.
Anna membeku, dia tidak sanggup jika harus menikahi pria seperti dirinya. Apa yang akan terjadi nantinya, bahkan membayangkan nya saja, rasanya tidak mampu.
Anna segera pergi dari sana dengan pilu, pernikahan itu sudah dipersiapkan si lintah darat itu. Cepat atau lambat Anna akan menjadi istri kesekiannya.
Tangis pilu, Anna m letakkan kepalanya dipangkuan ibunya, ia mengadukan nasibnya berharap ibunya bisa memberikan solusi. Dan meminta untuk juragan Anton menarik kembali niatnya untuk menikah dengan dirinya.
"Bu, Anna tidak sanggup jika harus menikahi juragan Anton. Anna gak mau, Bu. Tolong suruh dia untuk menarik kembali niatnya," Isak tangis Anna pecah dipangkuan sang ibu.
Namun ratis tidak sedikitpun meresponnya.
"Ibu, tolong jawab Anna? Bagaimana Anna menghadapinya, Anna tidak mau menjadi istrinya, Bu. Anna harus gimana?" Derai air mata, tidak sama sekali membuat nya tersentuh.
Bahkan ibunya Ratih sama sekali bergeming. Ia diam seribu bahasa, tanpa menggubris keluh kesah putrinya.
"Bu, ibu tidak mendengar kan Anna? Apa ibu benar-benar tidak perduli pada Anna lagi?" Ucapnya menatap wajah ibunya, ia tengah terlelap begitu damai. Tubuhnya dingin bak sebuah es, Anna menatap heran ibunya tidak kunjung bangun juga.
"Bu, ibu tidur kan?" Menggoyangkan tubuhnya.
Tidak bangun juga.
Anna menyentuh nadi di lengan ibunya, dengan penuh kecemasan.
"Ibu..! ibu..! ibu lagi bercanda kan, ibu bangun Bu, ini Anna. Bu liat mata Anna, buka mata ibu, Bu."lirih Anna terus berusaha membangunkan ibunya, Ratih.
Seketika dunianya runtuh, semesta terasa begitu kejam kepadanya. Takdir telah mengambil dua orang yang sangat disayanginya dalam waktu bersamaan.
Anna tidak sanggup berkata-kata lagi, ibunya kini sudah menyusul bapaknya, jauh ke alam yang jauh lebih damai.
Terpisah dari orang yang ia sayangi juga sekaligus, bukan hal mudah bagi Anna untuk terbiasa tanpa kedua orangtuanya.
Semua secara perlahan, sang pencipta sedang mengujinya dengan cara mengambil satu persatu orang yang ia sayang didalam hidupnya.
......