Bagi seorang anak baik buruknya orang tua, mereka adalah dunianya. Mereka tumpuan hidup mereka. Sumber kasih sayang dan cinta. Akan, tetapi sengaja atau tidak, terkadang banyak orang tua yang tidak mampu berlaku adil kepada putra-putri mereka. Seperti halnya Allisya. Si bungsu yang kerap kali merasa tersisih. Anak yang selalu merasa dirinya diabaikan, dan anak yang selalu merasa tidak mendapatkan kasih sayang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lianali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
"tingggg"
Bel pulang sekolah berbunyi, semua anak-anak SMA Swasta Nasional mengemasi barang-barangnya seperti buku bacaan, buku tulis, pulpen, dll dan bersiap untuk pulang.
"Lia, beli bakso gulung yuk" ajak Ratna kepada Lia
"Ayok"
Sepulang sekolah, biasanya para pedagang kecil memang sudah berjejer menawarkan barang dagangannya kepada anak anak sekolah. Ada yang menjual bakso bakar, bakso tusuk, bakso goreng, singgkong gaul, martabak telur, siomay, es Bandung, es dawet, dll.
Berbeda dengan anak-anak yang bersekolah di SMP Unggulan Cempaka tempat Mira menimba ilmu yang kebanyakan orang tuanya merupakan orang berada, sekolah SMA Nasional tempat Lia bersekolah siswa siswinya cenderung berasal dari keluarga yang ekonominya menengah ke bawah.
Sehingga tak jarang para anak sekolah menahan diri untuk tidak jajan saat jam istirahat di sekolah, agar masih ada uang untuk membeli jajanan yang berjejer di sepanjang jalan sepulang sekolah. Hal ini lah yang sering dilakukan oleh Lia. Terkadang ia tak jajan di sekolah, agar sepulang sekolah dirinya masih bisa jajan.
"Bakso gulungnya 5 ribu ya bang" jatah jajan Lia perhari yang diberikan oleh Wati adalah 5 ribu rupiah. Terkadang ia membagi rata uang jajannya kepada Mira, jadi masing-masing mereka dapat uang 2.500 rupiah. Namun, terkadang Wati harus menabung di sekolah dari jajannya yang 5 ribu itu, sehingga tidak setiap hari ia bisa membagi jajannya terhadap Mira.
"Ini baksonya dek" Abang tukang bakso menyodorkan sepelastik bakso berisi 5 tusuk bakso tusuk yang diberi saos."
"Emmm, enakk, kau nggak makan baksomu Lia" ucap Ratna memakan bakso tusuknya sambil berdiri
Lia hanya menelan ludah, ingin rasanya ia makan juga bakso yang ada di tas nya itu, tapi ia urungkan keinginan nya itu, karena ia ingat Mira adiknya di rumah pasti tidak makan bakso gulung seperti dirinya.
"Nggak ndri, nanti saja di rumah"
"di rumah kelamaan, mending sekarang, enak loh"
"Iya, tapi nanti saja di rumah"
"Eh itu angkotku, aku luannya" Lanjut Lia mengejari angkot yang sudah berhenti tak jauh dari mereka, dan meninggalkan Ratna yang tengah asik menikmati bakso gulungnya.
"Iya Lia, hati hati" ucap Ratna
Setiap hari di pinggir jalan ini para angkot memang parkir, jika sudah jam pulang anak sekolah. Para supir angkot trayek 83 memang selalu berada di sini, sebab kalau mangkal disini pasti angkotnya penuh karena anak anak dari Desa Maha Bunga, rata rata bersekolah di SMA Swasta Nasional ini, karena biayanya yang murah, dan para guru yang tidak banyak nuntut sehingga pengeluaran anak sekolah tidak sebanyak anak anak di sekolah unggulan.
Benar saja baru 15 menit bel pulang sekolah, angkot yang di naikin oleh Lia sudah penuh, bahkan ada anak laki laki yang naik ke atap mobil sangking di dalam angkot sudah penuh.
"Lia si Mira nggak sekolah ya, tadi aku nggak liat dia, biasanya dia pagi pagi buta sudah jalan ke simpang buat nunggu angkot" ucap Sasmi teman satu kampung Lia.
"Iya, SAS, dia sakit, jadi nggak sekolah"
"Wahhh, sakit apa? Mendadak ya sakitnya, soalnya kemarin sore aku masih liat dia beli garam dari warung, masih sehat sehat aja, nggak keliatan pucat atau yang lain lain"
"Iya, gitulah, demam biasa"
"Ohhh, iya ya"
"Ehh, tapi denger dengar kalau di rumah Kalian si Mira itu sering melawannya sama Bi Wati?" Tanya Ranti
"Siapa yang bilang? Mira di rumah baik baik aja kok, nggak sering melawan"
"Kemaren bi Wati datang kerumah, terus curhat sama mamaku, katanya si Mira itu anaknya durhaka, suka melawan sama orang tua. Bi Wati nasehatin aku lagi biar nggak seperti si Mira. Masuk sekolah unggulan tapi bukannya makin pintar eh malah makin pintar melawan, itu kata bi Wati" Ranti menjelaskan panjang lebar.
Mendengar hal itu Lia hanya diam. Jika sudah ibunya yang bilang, Lia tak bisa mengelak lagi. Padahal menurutnya selama ini Mira baik baik saja, perangainya pun tak ada yang di luar batas wajar, tetapi kenapa ibunya sampai tega menjelek jelekkkan anaknya sendiri di hadapan orang lain.
Sepanjang perjalanan tak ada lagi suara, hanya musik yang di putar oleh supir, yang sesekali lagunya di ikuti oleh anak laki laki di atas atap angkot, dan beberapa anak perempuan di dalam angkot. Angkot itu ramai sekali, seperti tengah membawa orkes nyayi.
"Pinggir bang..."
Mobil berhenti tepat di depan rumah Lia.
"Luannya ya Sasmi,, Luan ya Ranti" ucap Lia, berpamitan kepada teman temannya di dalam, yang juga rumahnya masih satu kampung dengan Lia.
*****
"Assalamu'alaikum"
."wa'alaikumussalam"..
"Ehhh, anak ibu udah pulang, ganti baju dulu sana, siap itu makan, di dapur ibu sudah masak sayur bayam sama ikan asin, dan terasi" ucap Wati ramah.
"Iya Bu, Mira sudah makan Bu?"
"Mana ibu tau, anak durhaka gitu nggak usah diurusin udah makan atau belum, gedek aku lihat anak itu" ucap wati
Mendengar jawaban dari ibunya, membuat Mira benar benar teriris hatinya. Perutnya rasanya melilit, menahan lapar tapi ia tak berani untuk kedapur hanya sekedar mengambil makan. Sedari tadi Wati berada di dalam rumah, sehingga Mira jadi tak leluasa bergerak di dalam rumah itu.
Lia pun langsung bergegas ke kamar untuk mengganti baju. Di sana sudah ada Mira yang berpura-pura tidur.
"Mira, kamu sudah makan?" Tanya Lia, namun tak ada sahutan, Mira mendengar tapi ia memilih untuk berpura pura tidak mendengar dan tidur.
Melihat hal itu, Lia langsung mengganti bajunya. Dan peri ke dapur.
Di dapur, ia ambil satu baskom dan dia isi dengan nasi untuk dua orang. Lalu ia ambil baskom lagi, lalu ia isi dengan sayur bayam, ikan asing, dan terasi. Lalu, ia ambil gelas yang berisi dengan air putih. Kemudian ia ambil dua piring, lalu ia bawa ke dalam kamar satu persatu
"Mira, bangun, yuk makan dulu..." ucap Lia menggoyang goyangkan tubuh Mira.
"Woahhhhhh...., kakak sudah pulang, kapan?, sudah lama yampenya?" Ucap Mira sambil menguap dan merenggangkan tubuhnya pura pura tidak tahu kakaknya sudah pulang.
"Tidur aja kerjanya, anak gadis macam apa itu, dasar pemalas" celoteh Wati dari ruang tengah, untuk menyindir Mira.
Ia mengira sedari tadi Mira tiduran saja di dalam kamar, padahal dirinya bahkan hampir tak bisa tertidur dari semalam, karena menahan sakit di punggungnya bekas pukul Wati semalam.
"Sudah, jangan di dengerin ibu, yok makan dulu, gimana punggungmu masih sakit"
"Tidak terlalu, sudah mendingan, besok aku sudah bisa masuk sekolah"
"Syukurlah kalau begitu"
"Nih, makan" ucap Lia, menyodorkan nasi yang lengkap dengan lauknya kepada Mira.
"Yehhh, makasihhh" ucap Mira senang.
"Nah, kakak ada sesuatu" ucap Lia
"Apa tuh kak*
"Tunggu sebentar"
Lia beranjak dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya yang sudah ia gantungkan di atas di dinding kamar. Sebuah plastik putih yang berisi 5 tusuk bakso.
"Nih, kakak beli bakso tusuk"
"Yeahhhhh...., Asikkk.... enakkknya, aku mau tiga" ucap Mira langsung meraih tiga tusuk.
"Iya, ambil aja" ucap Lia terseyum.
Mereka pun makan dengan lahap, selain karena sudah lapar, cita rasa bakso juga menambah nikmat makanan mereka hari ini.
"Kakak berarti tidak jajan ya di sekolah, jajan kakak kan cuman lima ribu?"
"akkhhh, sekali sekali tidak apa apa, lagian tadi kakak di sekolah nggak lapar, jadi ngapain jajan"
"Hehmmm, ternyata cuman aku yang kalau di sekolah suka lapar" ucap Mira sambil tertawa.
Yang membuat mereka terdiam sejenak. Dan menikmati makanan mereka.