NovelToon NovelToon
Sikerei

Sikerei

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Epik Petualangan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:484
Nilai: 5
Nama Author: Io Ahmad

Karie yang ingin menjadi Sikerei kesatria Maya demi mendapatkan kehidupan yang lebih baik semua halangan ia lewati, namun kakaknya selalu menghalangi jalannya dalam Menjadi Sikerei pilihan merelakan atau menggapainya akan memberikan bayaran yang berbeda, jalan mana yang ia pilih?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Io Ahmad, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ini...Berakhir?

Karie berlari menembus tumpukan salju yang tebal dengan danau yang membeku disampingnya, nafasnya terengah-engah. “Kenapa, kenapa, kenapa… Andai aku jadi gadis penurut saja, semua tidak akan terjadi, Kak Erin… Maaf,” gumamnya, air mata membeku di pipinya.

Di kejauhan, siluet seorang pria berdiri tegak, seolah menunggunya. Karie menghentikan langkah, matanya menyipit mencoba mengenali sosok itu. “Siapa di sana?” teriaknya, suaranya bergetar. Saat ia mendekat, wajah pria itu semakin jelas. “Kak Hagetz!? Apa itu kamu?”

Hagetz berdiri diam, tatapannya dingin dan kosong. Tanpa sepatah kata, ia mengeluarkan pedang dari sarungnya, kilauan baja memantul di bawah cahaya bulan.

Karie mundur selangkah, ketakutan merayapi dirinya. “Ada apa dengan kuda-kuda itu, Kak Hagetz? Ini aku, Karie. Kak Erin sedang bertarung dengan orang jahat, kita harus membantunya.”

“Hey, Kak Hagetz, apa kamu tidak mendengarku?” Karie meraih lengan Hagetz, namun pria itu mencengkeram lengannya dengan kuat. Dalam sekejap, ia membanting Karie ke permukaan danau yang membeku. Rasa sakit tidak bisa disembunyikan Karie, kebingungan memenuhi pikirannya.

“Kenapa, Hagetz? Kau juga bagian dari orang-orang jahat itu!?” Karie menangis, rasa sakit bercampur dengan kemarahan yang semakin larut. Sekilas, kenangan masa kecil mereka bersama melintas di benaknya, membuat hatinya semakin perih.

“Semua kebersamaan, senyuman, dan kebaikan yang kau berikan untuk kami itu hanya sandiwara belaka, hah!?” Tangannya meraih air yang merembes dari retakan es di permukaan danau, menyerang Hagetz dengan lesatan air yang dapat mengiris daging. Namun, serangan itu sirna di hadapan lalapan api hitam Hagetz yang gelap, menghanguskan apa pun di sekitarnya, bahkan cahaya yang ada. Ia mengeluarkan seni Maya berikutnya, sebuah rantai dengan ujung runcing meluncur ke arah perut Karie.

Untuk sekali lagi, Karie tersungkur, ketakutan akan kematian membayang-bayangi dirinya. Tatapannya kosong dengan deraian air mata masih mengalir di pipinya, tak percaya akan berakhir seperti ini. Rantai itu menarik keluar apa yang harus didapat Hagetz, ekstra Maya milik Karie yang menyerupai kristal hijau.

“Karie, nama itu sangat berkesan untukku… Aku berikan karena teringat makanan terenak buatannya, aneka rebusan dengan kuah kental yang hangat. Kalian selalu berharga di mataku. Untuk dunia yang seharusnya kita dapatkan, ada harga yang harus aku bayar untuk itu. Maaf, Karie.” Sembari menyentuh pipi Karie, dari sentuhan dan perkataan itu, Karie menyadari sesuatu. Ia mengangkat kepalanya, melihat ke arah Hagetz.

“Siapa kau sebenarnya? Persaan ini terasa seperti… kau kah itu, Aya…” Karie terhuyung, suaranya bergetar. Hagetz, yang tidak sanggup mendengar perkataan itu, mengangkat pedangnya. Dalam sekejap, leher Karie terpenggal sebelum ia sempat menyelesaikan kalimatnya.

Tak lama dari langit dingin, Eon mendarat dengan wujud Lembuswananya serta kaki yang mencengkram tubuh Erin,, kepakan nya menerbangkan butir salju disekitarnya, “Akhirnya kami melakukan sesuatu yang benar, naiklah kita harus cepat kembali.” meninggalkan tubuh Karie yang bersimbah darah mewarnai yang salju putih.

***

“Itu pilar utara Eon dan pasukannya, mereka berhasil menangkap para iblis itu!”

Riuh penduduk Aisir memenuhi udara. Beberapa menangis, meratapi korban yang tak selamat, sementara yang lain marah, wajah mereka memerah. Pasukan Eon mengarak tawanannya menuju alun-alun kota. Tiang-tiang untuk mengikat tawanan hukum mati sudah berdiri kokoh, siap untuk eksekusi dengan lemparan batu.

Di tengah kerumunan, Eon berdiri tegak di atas panggung. “Penduduk Aisir,” suaranya menggema, “kami berhasil menangkap para pelaku teror yang mencoba membunuh keluarga kekaisaran. Mereka adalah orang Floral yang masih menyimpan dendam atas tragedi penyucian satu dekade lalu. Kami turut berduka cita atas korban yang tidak sempat kami selamatkan. Sebagai pilar utara, saya memohon maaf atas kekacauan ini. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, eksekusi rajam akan segera dimulai.”

Para tawanan diikat pada tiang-tiang, wajah mereka pucat dan penuh ketakutan. “Aku tidak percaya Erin bersaudara dan Istar serta anaknya selama ini merencanakan hal keji ini,” gumam seorang penduduk dengan nada penuh kekecewaan.Penduduk mulai mengumpulkan batu, kemarahan dan kesedihan terpancar dari mata mereka. Dengan aba-aba dari pria berseragam, batu pertama dilemparkan, diikuti oleh ratusan batu lainnya. Jeritan kesakitan dan suara batu menghantam tubuh memenuhi udara, menciptakan pemandangan yang mengerikan.

Eon menatap tajam perajut yang bertanggung jawab atas eksekusi itu. “Jangan sampai lebih dari tiga puluh menit,” perintahnya tegas. “Mendekati waktu itu, hangus semua tubuh pengganti itu. Kalau terjadi masalah, aku tahu siapa yang harus menerima akibatnya!”

Di sisi lain, seorang penjabat Aisir berdiri di hadapan masyarakat Aisir, suaranya tenang namun penuh wibawa. “Masyarakat Aisir, tidak usah khawatir. Segala kerusakan akan diganti oleh kekaisaran. Atas dasar keamanan, Tuan Putri tidak dapat melanjutkan hingga akhir festival musim dingin di Aisir dan harus kembali ke Eden. Terima kasih atas kerjasamanya.”

Ia melanjutkan, “Dan seleksi Sikerei Kekaisaran Elinalis ditunda hingga waktu yang belum ditentukan.”

***

Di Eden, Senna berdiri di hadapan Sang Kaisar ke-12, membawa wadah berisi bibit yang telah lama ia nantikan. Sang Kaisar, dengan tatapan tajam, memerintahkan ajudannya untuk membawa bibit itu ke ruangan khusus yang telah ia persiapkan.

“Beritahu semua pilar di wilayahmu,” perintahnya, suaranya menggema di ruangan megah itu. “Negara-negara dengan sumur kehidupan harus kembali tunduk kepada satu penguasa, Kekaisaran Elinalis.” Deklarasi ini berarti perang dengan lima ras dan negara: Ngarai Siluman, Daratan Tinggi Skyline para Nagha, Hutan para Peri, Negeri Kabut para Elf, dan Manwol, tanah para pemberontak. “Aku akan menunjukkan kepada mereka bahwa dunia ini lebih baik dari apa yang mereka tertawakan.”

Sebelum Senna meninggalkan ruangan, Kaisar Harist menambahkan dengan nada yang lebih lembut, “Melihatmu selalu berhasil dengan apa yang aku perintahkan, semakin jelas siapa yang layak menerima ini.”

Senna menahan rasa senangnya, bibirnya sedikit bergetar. “Hamba turut senang mendengarnya,” katanya sambil bangkit dari hadapan Kaisar, matanya bersinar dengan harapan.

Di luar, saudara laki-lakinya, Mani, hendak bergantian menghadap Kaisar. Mereka berpapasan di pintu, dan ketegangan di antara mereka terasa nyata.

“Berhentilah cari muka di depan ayah, itu menjijikkan, Senna!” seru Mani dengan nada penuh kebencian.

Senna tersenyum mengejek, matanya menyipit. “Masih kesal karena gagal mengurus para pemberontak, Mani? Ingat, aku selalu selangkah lebih maju darimu, ‘pangeran mahkota’.”

Mani mendengus, wajahnya memerah. “Yah, lakukan hal sia-sia itu. Bagaimanapun, ini semua akan tetap menjadi milikku.”

***

Rasa sakit ini tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Walaupun aku sadar kepalaku sudah terpenggal, jiwaku belum seutuhnya keluar dari raga. Seseorang menjambak rambutku, menariknya seolah sedang memisahkan kelapa dari serabutnya. Rasa ngilunya seperti mencabut tulang ikan yang menyangkut di tenggorokan, berlawanan arah dengan alurnya, dan tidak tahu seberapa dalam duri itu menancap.

Dalam rasa sakit itu, kakiku tertarik ke bawah, seperti tenggelam dalam gelapnya samudra. Seseorang yang tak jelas bentuknya, namun aku tahu ia wanita dari suaranya, berkata dengan nada lega, “Ah, syukurlah masih sempat.”

Aku mencoba fokus di tengah rasa sakit yang menyiksa. “Siapa kamu? Kenapa kamu mengganggu kematianku?” tanyaku, suaraku bergetar.

“Aku Elinalis! Karena aku akan memberikan kehidupan sekali lagi, sebagai permohonan maaf,” jawabnya dengan nada penuh penyesalan.

“Maaf untuk apa?” tanyaku, bingung dan marah.

“Andai aku tidak meminta suamiku, memohon pada pohon yang tidak jelas asal usulnya dan memberinya raga manusia, mungkin anak cucuku tidak akan menderita, sebelum aku selalu gagal dan karena penderitaan itu aku terjebak disini. Bagaimana, kamu mau kan?” Suaranya terdengar penuh harap.

“Untuk apa hidup kembali? Hal yang membuatku tetap hidup telah mereka renggut. Tidak ada alasan untuk kembali ke sana,” jawabku dengan nada putus asa.

“Ia masih hidup, loh. Sebelum pohon takdir itu sekali lagi menulis permintaan makhluk, kakakmu masih dapat diselamatkan. Kamu akan membiarkannya begitu saja?” Suaranya kini terdengar mendesak.

“Bohong! Kenapa harus mempercayaimu? Tapi jika itu benar, aku ingin sekali lagi bertemu dengannya,” kataku, harapan mulai tumbuh di hatiku.

“Aku jujur. Aku terhubung seperti akar dengan setiap helai daun yang ada. Sudah diputuskan, ya!” katanya dengan tegas.

“Tapi tunggu, apa aku kembali ke tubuh…” Hanya ada suara lonceng yang kudengar, “semulaku?”

1
Quản trị viên
Wah! Seru banget!
Jelosi James
Kereen! Seru baca sampe lupa waktu.
Kavaurei
Wuih, jadi terinspirasi.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!