Cerita ini mengikuti kehidupan Keisha, seorang remaja Gen Z yang sedang menghadapi berbagai tantangan dalam hidupnya. Ia terjebak di antara cinta, persahabatan, dan harapan keluarganya untuk masa depan yang lebih baik. Dengan karakter yang relatable dan situasi yang sering dihadapi oleh generasi muda saat ini, kisah ini menggambarkan perjalanan Keisha dalam menemukan jati diri dan pilihan hidup yang akan membentuk masa depannya. Ditemani sahabatnya, Naya, dan dua cowok yang terlibat dalam hidupnya, Bimo dan Dimas, Keisha harus berjuang untuk menemukan kebahagiaan sejati di tengah kebisingan dunia modern yang dipenuhi tekanan dari berbagai sisi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sasyaaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menyentuh Batas
Pameran seni itu semakin ramai, suasana semakin hidup dengan berbagai suara dan tawa. Keisha merasa terpesona dengan semua perhatian yang diberikan pada karyanya, tetapi di dalam hatinya, ketegangan dengan Raka dan Andi semakin memanas.
Ketika mereka berjalan melewati karya-karya lain, Raka menggenggam tangan Keisha erat. “Keisha, setelah ini kita perlu bicara lebih serius,” katanya, nada suaranya tegas.
“Serius? Tentang apa?” tanya Keisha, sedikit cemas tetapi penasaran.
Raka berhenti dan menatapnya. “Tentang kita. Tentang apa yang sebenarnya kita inginkan dari hubungan ini.”
Keisha merasakan jantungnya berdebar. “Raka, aku… aku ingin kita saling mendukung. Ini semua tentang kepercayaan, bukan?”
Raka mendekat, suara lembutnya menggema di telinga Keisha. “Kepercayaan itu penting, tapi kadang aku merasa ada hal-hal yang lebih dalam antara kamu dan Andi. Dia selalu ada di sekitar kita.”
Keisha menatap Raka, berusaha mencari kata-kata yang tepat. “Raka, tidak ada yang lebih penting bagiku selain kamu. Andi hanya teman dan kolaborator. Itu semua,” ujarnya, berusaha meyakinkan dirinya sendiri.
Namun, saat mereka berbincang, Andi muncul tiba-tiba. “Kalian berdua, senang melihat kalian! Apa yang kalian bicarakan?” tanyanya dengan nada ceria, tetapi ada ketajaman dalam tatapannya.
“Just talking,” jawab Raka singkat, menahan rasa cemburunya.
Andi tersenyum, tetapi Keisha bisa merasakan ketegangan di antara mereka. “Bagaimana kalau kita bertiga berbincang sebentar? Aku ingin mendiskusikan beberapa ide untuk proyek kolaborasi kita,” Andi menawarkan, nada suaranya penuh semangat.
Keisha merasa terjebak di antara keduanya. “Tentu, Andi. Kita bisa bicara di area yang lebih tenang,” ujarnya, berusaha menjaga situasi tetap damai.
Mereka bertiga melangkah ke teras luar yang sepi, dikelilingi oleh tanaman hias dan seni jalanan. Keisha bisa merasakan mata Raka menyorot Andi dengan skeptis. “Jadi, apa yang ingin kamu diskusikan?” tanya Raka, suaranya menandakan ketidaknyamanan.
Andi tersenyum. “Aku berpikir kita bisa menciptakan karya yang lebih berani dan mengeksplorasi tema yang lebih intim. Misalnya, bagaimana tentang cinta yang tidak terbalas atau kerinduan yang mendalam?” katanya, matanya berbinar.
Keisha merasa sedikit tersinggung. “Tentu, itu tema yang menarik, tetapi kita juga harus menjaga kepekaan dalam menggambarkan emosi itu,” ujarnya, mencoba menjaga sikapnya.
Raka menambahkan, “Tapi jangan lupa, kita juga harus tetap fokus pada seni yang positif. Kita tidak ingin memicu hal-hal negatif.” Dia tidak bisa menahan nada skeptisnya.
Andi mengangguk, tetapi senyumnya tidak pudar. “Aku mengerti. Kita semua memiliki perspektif yang berbeda, tetapi itu yang membuat kolaborasi ini menarik, bukan? Kita bisa berbagi pandangan dan menciptakan sesuatu yang hebat,” ujarnya, berusaha meredakan ketegangan.
Keisha merasa bersemangat. “Ya, itu ide yang bagus. Kita bisa saling membantu mengembangkan ide-ide tersebut,” katanya, mulai melihat peluang dalam kolaborasi ini.
Tetapi Raka tampak tidak senang. “Aku hanya ingin kita hati-hati. Terkadang, lebih baik tidak menggali terlalu dalam ke emosi yang menyakitkan,” ujarnya, tampak khawatir.
“Raka, aku rasa kita bisa melakukan ini dengan cara yang baik. Kita tidak harus menjadikannya terlalu dramatis,” Keisha berusaha menenangkan, tetapi dia juga merasakan dorongan untuk mengeksplorasi tema yang lebih mendalam.
Andi, melihat ketegangan di antara mereka, memutuskan untuk menambah suasana. “Bagaimana kalau kita membuat karya yang mengekspresikan ketegangan itu sendiri? Sesuatu yang bisa menggambarkan cinta yang rumit, dengan semua nuansanya—baik yang manis maupun pahit?” tanyanya, tersenyum lebar.
Keisha merasakan getaran dalam dirinya. “Itu bisa jadi menarik! Kita bisa menggambarkan semua sisi hubungan, termasuk saat-saat intim dan kerentanan,” jawabnya, mata Keisha bersinar dengan ide-ide baru.
Namun, Raka tetap skeptis. “Tapi kita juga harus menjaga batasan. Ada hal-hal yang seharusnya tidak kita eksplorasi terlalu dalam, terutama yang bersifat pribadi,” ujarnya dengan nada tegas.
“Raka, seni kadang-kadang memang harus melampaui batasan. Jika kita tidak berani, bagaimana kita bisa menciptakan sesuatu yang benar-benar berarti?” Keisha berusaha meyakinkan.
Andi menambahkan, “Kita bisa menjadikan ini sebagai eksplorasi bersama. Tentu saja, kita akan menjaga batasan, tetapi seni adalah tentang kejujuran dan keterbukaan.”
Keisha merasakan ketegangan di antara mereka, tetapi juga semangat untuk menggali lebih dalam. “Mari kita coba. Kita bisa saling berbagi pengalaman dan menemukan cara untuk mengungkapkannya tanpa mengorbankan hubungan kita,” ujarnya, penuh harapan.
Saat mereka berdiskusi lebih dalam, Keisha merasa ada sesuatu yang lebih dalam di antara mereka. Raka mengamati Keisha dengan penuh perhatian, tetapi juga dengan keraguan. Andi, di sisi lain, tampak semakin tertarik pada Keisha, menambah dimensi baru dalam hubungan mereka.
Dengan nada lebih serius, Andi berkomentar, “Kita bisa menggambarkan bagaimana cinta itu tidak selalu manis. Ada juga ketegangan, gairah, dan bahkan momen-momen yang bisa jadi sangat intim. Kita bisa menunjukkan bagaimana tubuh saling mendekap, perasaan yang terpendam, dan kerinduan yang membara.”
Keisha terkejut mendengar hal itu. “Itu… itu bisa jadi berani,” ucapnya, wajahnya memerah.
“Berani dan jujur,” jawab Andi, tatapannya menembus Keisha. “Menggambarkan bagaimana dua orang saling membutuhkan, bagaimana mereka saling menggoda, bahkan saat mereka terpisah oleh jarak atau masalah.”
Raka, yang mulai merasakan ketidaknyamanan, berusaha interupsi. “Tapi kita harus hati-hati. Kita tidak ingin terjebak dalam sesuatu yang bisa disalahartikan. Ada batasan yang perlu kita jaga.”
Keisha, yang merasakan ketegangan antara Raka dan Andi, mencoba menengahi. “Aku rasa kita bisa melakukannya dengan cara yang elegan. Kita bisa menggambarkan keintiman itu tanpa menjadikannya terlalu vulgar. Kita bisa menggunakan seni untuk menyampaikan perasaan itu.”
Andi tersenyum. “Ya, kita bisa membuatnya sensual, bukan hanya fisik, tetapi juga emosional. Menggambarkan bagaimana sebuah pandangan bisa mengungkapkan keinginan, bagaimana sebuah sentuhan bisa berbicara lebih dari seribu kata.”
Keisha merasa bersemangat. “Itu bisa sangat kuat. Kita bisa mengeksplorasi semua nuansa itu. Bahkan saat kita berbicara tentang kerinduan, kita bisa menggambarkan bagaimana rasanya ketika satu orang merasa kehilangan orang yang dicintainya.”
Raka tampak ragu. “Tetapi jangan lupa, kita harus menjaga kejelasan dan batasan. Kita tidak ingin terjebak dalam hal-hal yang bisa menimbulkan masalah.”
“Tentu saja, Raka,” jawab Keisha, mencoba menenangkan. “Tapi seni juga tentang mengekspresikan diri kita dengan cara yang kita inginkan. Kita harus jujur tentang apa yang kita rasakan.
Namun, saat mereka kembali ke dalam galeri, suasana hati Raka tampak gelap.
“Keisha, kita perlu berbicara,” ujar Raka, menariknya ke sudut yang lebih sepi. Suara Raka menggema lembut, tetapi ada ketegangan yang membuat Keisha merasa tegang.
“Bicara tentang apa?” tanya Keisha, berusaha terlihat tenang meski jantungnya berdegup kencang.
“Bicara tentang batasan. Aku merasa kamu mulai dekat dengan Andi, dan itu membuatku tidak nyaman,” ungkap Raka, tatapannya tajam.
Keisha menelan ludah, merasa terjebak. “Raka, kita semua sedang bekerja sama. Aku tidak berencana untuk melakukan sesuatu yang bisa merusak hubungan kita,” ujarnya, berusaha meyakinkan.
Raka melangkah lebih dekat, suaranya semakin rendah. “Tapi aku tidak ingin hubungan kita jadi rumit hanya karena dia. Dia terlalu dekat, Keisha. Kita harus menjaga jarak.”
“Dia hanya teman,” Keisha mengerutkan dahi, tetapi dia bisa merasakan ada kebenaran dalam kata-kata Raka. “Aku tidak ingin membuatmu merasa tidak nyaman.”
“Tidak hanya teman, Keisha. Dia memiliki ketertarikan padamu, dan itu tidak bisa diabaikan,” jawab Raka, nada suaranya semakin tegas.
Keisha merasa tertegun. “Apa? Tidak mungkin. Dia tidak pernah mengatakannya,” ujarnya, berusaha menyakinkan dirinya sendiri.
“Dia tidak perlu mengatakannya. Semua orang bisa melihatnya,” balas Raka, memelototi Keisha dengan tatapan tajam. “Kamu harus ingat siapa yang selalu ada di sisimu. Kita sudah bersama cukup lama untuk saling percaya.”
Keisha merasa berkonflik. “Raka, aku menghargai semua yang kita lalui bersama. Aku tidak ingin kehilanganmu. Tapi juga tidak adil jika aku harus menjauh dari teman-teman.”
Raka mendekat, membelai pipinya lembut. “Aku tidak ingin mengatur hidupmu, Keisha. Aku hanya ingin kita saling menghargai batasan. Kita bisa berbagi ide tanpa harus melibatkan perasaan.”
Keisha merasa hatinya bergetar dengan kehadiran Raka yang dekat. “Kita bisa melakukan itu. Aku ingin menjaga hubungan ini. Kamu adalah orang yang paling penting bagiku,” ucapnya, dan mereka saling menatap, mengalirkan rasa ketegangan yang sulit dijelaskan.
Sementara itu, Andi berdiri tidak jauh dari mereka, mengamati dengan cermat. Rasa ingin tahunya semakin memuncak. Dia tahu ada yang tidak beres antara Keisha dan Raka, tetapi dia juga merasakan ketertarikan yang tidak bisa ditahan.
“Maaf, jika aku mengganggu,” Andi tiba-tiba muncul, membuat Keisha dan Raka terkejut. “Aku ingin mengingatkan kita tentang deadline pameran. Kita perlu bekerja sama agar semuanya siap tepat waktu.”
Raka menatap Andi dengan tatapan tajam. “Tentu, kita perlu fokus,” ujarnya dengan nada dingin, mengalihkan perhatian dari Keisha.
Andi tersenyum, tetapi Keisha bisa merasakan ada ketegangan antara mereka. “Aku juga punya beberapa ide tentang bagaimana kita bisa menampilkan karya kita. Mungkin kita bisa menyisipkan beberapa elemen yang lebih berani untuk menarik perhatian pengunjung,” kata Andi, berharap bisa memperbaiki suasana.
“Berani?” tanya Raka skeptis, menyilangkan tangan di dadanya. “Seberapa berani yang kamu maksud?”
“Bagaimana jika kita mengeksplorasi elemen-elemen sensual dalam karya kita?” Andi mengusulkan, matanya menatap Keisha. “Kita bisa menunjukkan keintiman tanpa harus secara eksplisit. Mungkin dengan permainan cahaya dan bayangan, atau bagaimana tentang membuat gambar yang menggambarkan ketegangan antara dua orang?”
Keisha merasa ada rasa berdebar dalam dirinya. “Itu bisa jadi ide yang menarik. Kita bisa menggambarkan emosi yang mendalam tanpa harus terlalu jelas,” ucapnya, mencoba menjaga suasana tetap positif.
Raka menggelengkan kepala. “Tapi itu bisa memicu interpretasi yang salah. Kita harus berhati-hati dengan apa yang kita tunjukkan. Kita tidak ingin orang-orang salah paham tentang apa yang kita ciptakan.”
Andi balas menatap Raka. “Seni adalah tentang mengungkapkan diri dan menjelajahi perasaan kita. Kita tidak bisa membiarkan ketakutan mengendalikan apa yang kita buat. Lagipula, semua ini adalah tentang kejujuran,” ujarnya, menekankan pada kata 'kejujuran'.
Keisha merasa terombang-ambing antara kedua lelaki itu. “Mungkin kita bisa mencoba menemukan keseimbangan. Menyentuh tema-tema yang lebih dalam tanpa kehilangan esensi dari karya seni kita,” ujarnya, berharap bisa meredakan ketegangan.
Raka memandang Keisha dengan ekspresi campur aduk. “Kita bisa coba, tapi aku tetap merasa kita perlu menjaga jarak dengan hal-hal yang terlalu berisiko,” katanya, lalu menambahkan, “Kita bisa menggambarkan keintiman tanpa harus melibatkan diri secara emosional.”
Andi tersenyum, tetapi Keisha bisa melihat ada kesedihan di baliknya. “Aku hanya ingin kita semua merasa nyaman dalam proses ini. Mari kita fokus pada apa yang membuat kita bersemangat,” katanya, berusaha menjaga semangat tim tetap hidup.
Ketika diskusi berlanjut, Keisha merasakan atmosfer di sekitarnya semakin intens. Raka dan Andi tampak saling bersaing, dan Keisha mulai menyadari bahwa ketegangan antara keduanya bisa membahayakan proyek yang mereka bangun bersama.
Namun, satu hal yang jelas baginya: ada sesuatu yang lebih dalam di antara mereka. Keisha merasa terperangkap dalam perang batin antara keinginan untuk menjaga hubungan dengan Raka dan ketertarikan yang semakin besar terhadap Andi.
Ketika mereka akhirnya memutuskan untuk kembali ke pameran, Keisha tahu bahwa perjalanan ini akan menguji batasan mereka lebih dari yang pernah mereka bayangkan. Dan di dalam hatinya, dia menyadari bahwa semua yang terjadi ini akan membawa mereka pada pilihan yang akan mengubah segalanya.