Dia bukannya tidak sayang sama suaminya lagi, tapi sudah muak karena merasa dipermainkan selama ini. Apalagi, dia divonis menderita penyakit mematikan hingga enggan hidup lagi. Dia bukan hanya cemburu tapi sakit hatinya lebih perih karena tuduhan keji pada ayahnya sendiri. Akhirnya, dia hanya bisa berkata pada suaminya itu "Jangan melarangku untuk bercerai darimu!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El Geisya Tin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Shima belum sempat menghabiskan makanannya, saat seseorang tiba-tiba mendekat dan memegang tangannya, membuat gadis itu terkejut dan menoleh dengan kesal.
“Deril?”
Kenapa laki-laki ini ada di mana-mana? Pikirnya.
“Ayo pulang! Sekarang sudah malam!” kata pria yang melihat ke arah Elbara dengan tatapan yang membara.
Menyadari sesuatu yang tidak beres, Shima segera berdiri dari duduknya dan menggoyangkan tangannya di depan muka Deril.
“Dia adik angkatku, anak Om Harya, sahabat ayah! Jangan salah paham, ya?” kata Shima, berusaha menghindari salah paham antara Deril dan dirinya.
“Adik angkat katamu?” Deril bertanya dengan ragu.
Namanya laki-laki dan perempuan dewasa yang bukan saudara kandung, pasti ada rasa berbeda, yang bisa terselip di antara keduanya.
“Iya, jangan salah paham! Aku akan pulang setelah makan!” kata Shima membela diri.
Deril masih menatap tajam ke arah Elbara.
“Kak Shima, kalau begitu, ayo kita pulang, kamu bisa makan di mobil nanti!” kata Elbara sambil membuang sisa permen kapas di tempat sampah.
“Gak usah!” Deril berkata sambil membawa bungkusan makanan dari tangan Shima.
"Kakak!"
“El, aku gak apa-apa! Terima kasih ya, aku duluan!” Shima berkata sambil melambaikan tangan pada Elbara dan berjalan mengikuti Deril yang terus memegang tangannya. Dia tidak ingin membuat masalah atau terjadi perkelahian antara Deril dan Elbara.
Elbara melepas Shima yang berjalan menjauh, bersama seorang pria yang diakui sebagai mantan suami. Dia heran pada Deril yang bersikap layaknya masih jadi seorang suami yang cemburu pada sang istri.
Sebenarnya, apa alasan mereka bercerai?
Sementara itu di mobil Deril dan Shima tidak banyak bicara hingga, mereka sampai di depan rumah keluarga Deril yang luas dan sepi.
“Deril! Kenapa kamu membawaku kemari? Antar aku pulang!"
"Ini juga rumahmu!"
"Kita sudah bukan suami istri!”
Deril melirik Shima dengan sinis, semakin dibiarkan, istrinya itu semakin kurang ajar. Berapa banyak lagi laki-laki yang bersamanya dan diakui Shima hanya teman biasa. Ya, dia pasti berkata bahwa, di antara mereka tidak ada hubungan apa-apa.
“Kamu gak bisa dipercaya!”
“Eh!”
“Kamu akan selalu bilang, gak punya hubungan apa-apa, setiap bareng laki-laki!”
“Aku dan El, memang gak punya hubungan seperti yang kamu pikirkan!”
“Memangnya apa yang aku pikirkan?”
Shima terdiam dan tidak tahu harus menjawab apa, hal itu membuat Deril semakin yakin bahwa, tebakannya benar. Shima sudah berbohong.
Shima turun dari mobil dengan terpaksa dan Deril tidak melepaskan pegangan tangannya. Dia takut Shima akan pergi atau ada pria lain lagi.
Dia tidak rela melihat Shima di dekati Regan dan tersenyum demi orang lain. Saat itu dadanya seperti dihunjam dengan ribuan duri. Bahkan, rasa perihnya menjalar sampai kepala, mata dan sekujur kulitnya. Ingin rasanya membunuh laki-laki yang sedang bersama Shima saat itu juga.
Lalu, saat melintas di jalan tadi, dia melihat hal yang sama di mana Shima menikmati gula-gula kapas dan tersenyum riang di samping seorang pria.
Shima telah mengatakan bahwa, hanya dirinya seorang yang ada di hatinya. Itu artinya Shima berbohong, buktinya dia bersenang-senang dengan laki-laki lain selain dirinya.
Seketika Deril meminta Candra menghentikan mobil dan memaksa Shima ikut pulang bersama. Saat berjalan menghampiri Shima, dia menghubungi rumah agar menyiapkan makan malam.
Dua orang itu berjalan sampai di meja makan dan pelayan yang biasa melayani Shima, menyambut dengan suka cita. Dia menyiapkan makanan begitu Deril menelepon.
Ini tidak biasanya, sudah lebih dari dua tahun dia tidak mendapatkan perintah untuk menyiapkan meja. Tepatnya setelah kepergian Shima. Rumah itu kehilangan cahaya, tidak ada makan malam atau sekedar sarapan bersama.
Pelayan berpikir mungkin Deril akan membawa istri barunya, tapi ternyata yang datang adalah Shima. Walaupun, Karina pernah singgah di sana tapi, wanita itu tidak pernah menginap.
“Silahkan, Tuan, Nyonya makan malamnya sudah siap!” kata pelayan.
“Aku gak lapar!” jawab Shima, dia melihat ke arah meja makan dengan enggan.
“Makan dulu, jangan makan jajanan seperti ini di malam hari, itu bisa merusak perutmu!” Deril berkata, sambil meletakkan kantung kresek berisi aneka jajanan yang dibelikan Elbara di meja.
Shima kesal tapi, apa yang dikatakan Deril itu benar.
“Deril, apa kamu tahu tentang suatu?”
“Soal apa misalnya?”
“Ah, tidak lupakan saja!”
Deril dan Shima duduk di tempat mereka masing-masing seperti saat masih hidup bersama. Biasanya suasana akan ramai dengan celotehan Shima yang membicarakan banyak hal. Namun, sekarang tidak ada suara yang keluar dari mulut mereka.
Makanannya terasa hambar di mulut Shima, walau semua yang dimasak adalah makanan kesukaannya.
Pada saat yang sama, Deril menerima telepon dan Shima tahu bunyi itu diatur secara khusus oleh Deril untuk panggilan Karina.
Benar saja sesaat setelah Deril mendengar orang lain di seberang bicara, dia langsung merespon.
“Tadi ada gangguan sebentar, baiklah! Aku akan segera ke sana!” katanya.
Deril menoleh pada Shima dan berkata lagi, “Tidur saja di sini, besok aku akan mengantarmu pulang!” Dia memasukkan telepon dan segera melangkah pergi.
Shima mengangguk dan tersenyum miris, dia akan tetap diabaikan dan ditinggalkan demi wanita lain, selama masih berstatus istri. Untungnya mereka sudah bercerai dan cintanya pada Deril hampir sepenuhnya hilang.
Namun, dia teringat sesuatu bahwa dia harus pergi bekerja besok dan harus ke rumah sakit pagi-pagi sekali. Dia tidak bisa menginap.
Setelah mengambil tas dan keluar dari meja makan, Shima mengejar Deril.
“Deril! Tunggu!”
Namun, terlambat, Candra sudah menjalankan mobilnya dengan sangat cepat. Shima mengutuk pabrikan mobil yang membuat kecepatan seperti itu.
“Nyonya, lebih baik di dalam saja, sepertinya mau hujan!” kata pelayan.
“Apa dia selalu seperti itu Karina menelepon? Kebiasaannya gak hilang juga, siapa pun istrinya, pasti gak akan terima!”
“Tuan memang menyayangi Nona Karina, tapi hanya Nyonya yang diizinkan tinggal di sini, kalau bukan perintah Nyonya besar, mungkin Tuan sudah meninggalkan Karina!”
Shima duduk dan menghabiskan minuman di gelasnya, sambil berpikir. Masih ada campur tangan keluarga Deril dan dia tidak bisa mengatur mereka.
Aneh, apakah ibu mertuanya itu tidak memikirkan dirinya? Bagaimana rasanya kalau suaminya bersikap sama, selalu memenuhi panggilan wanita lain saat sedang bersamanya?
“Tapi menurutmu, kenapa mereka tidak menikah saja?”
“Kenapa Nyonya berkata seperti itu, Tuan masih mencintai Nyonya.”
“Apa kamu belum tahu? Aku dan Tuanmu itu sudah bercerai!”
Ucapan Shima membuat pelayan tercengang dan menutup mulutnya dengan tangan. Dia heran, tapi tidak tidak bisa berbuat apa pun.
Shima pergi ke kamar tamu dan dia menghabiskan waktu dengan beribadah. Dia menangis di hadapan sang pencipta, takut akan dosa yang dibuatnya.
Dalam pikirannya tidak bisa tinggal bersama dengan mantan suami lagi. Walaupun pernah punya hubungan pernikahan tapi, mereka sudah sepakat untuk berpisah.
Air matanya terus berderai hingga akhirnya tertidur di atas sajadah.
Saat tengah malam, Deril pulang dalam keadaan lelah. Dia melihat gundukan di atas tempat ibadah. Lalu, berjongkok dan melihat Shima yang tertidur dengan pulas di sana. Dia mengangkat tubuhnya ke atas kasur, setelah membelai kepalanya.
Saat itu dia merasakan berat badan Shima sangat jauh berkurang. Perempuan itu terasa sangat ringan.
“Apa kamu baik-baik saja?” katanya sambil memposisikan diri di samping Shima. Dia memeluk dan mencium pipinya, untuk kemudian tertidur menyusul lelapnya.
Shima membuka mata saat subuh hampir tiba, itu sudah menjadi kebiasaannya. Dia harus bangun sebelum subuh untuk beribadah dan langsung bersiap-siap menuju tempat kerjanya di toko bahan makanan.
Namun, dia baru sadar jika dirinya berada di rumah Deril. Tempat itu sangat jauh dari sana. Dia hendak bangkit dan lagi-lagi dia tersadar kalau berada dalam pelukan seorang pria.
Shima terbiasa tidur seorang diri selama setahun, tapi kali ini ada tubuh hangat dan besar sedang memeluk perutnya.
Dia memohon ampunan dalam hatinya karena tidak bisa menghindar.
Jam berapa dia pulang tadi malam? Pikirnya.
Seingatnya dia tertidur di atas sajadah dan sekarang terjebak tidur dengan Deril. Ketakutan menghantuinya seolah punggungnya di aliri es.
Ingatannya melayang pada setahun silam saat baru saja siuman pasca pingsan sehabis keguguran. Dia langsung meminta pengacara keluarga, untuk mengurus surat cerai untuk pertama kalinya. Dia ingin Deril segera menandatanganinya. Saat itu Shima hanya ingin berpisah. Ketika pria itu hadir di hadapannya, Shima bertanya kenapa dia lebih menolong Karina, tapi Deril tidak mengatakan apa-apa.
Entahlah, dia bisa melihat sorot mata Deril juga tengah terluka.
“Jangan harap aku mau!” Begitu jawab Deril waktu itu. Setelah Shima pulih, dia langsung pergi dari rumah dan, sejak saat itu mereka tidak pernah bertemu.
Deril tidak pernah mengatakan talak dari bibirnya secara langsung kepada Shima.
Apakah itu artinya mereka masih sah sebagai suami istri?
Shima berpikir keras dalam lamunannya. Meski dia sudah menandatangani surat pengajuan perceraian, tapi kalau Deril tidak berniat untuk bercerai, maka hukum talak tidak akan jatuh kepadanya.
“Deril! Bangun! Solat subuh!” Shima berkata sambil memukul lengan yang melingkari perutnya.
Deril terbangun saat merasakan kulit lengannya seperti sedang digigit nyamuk. Lantas, matanya terbuka dan melihat Shima sedang meronta melepaskan diri darinya.
“Diam!” Detil berkata sambil mengeratkan pelukannya.
aku cuma bisa 1 bab sehari😭