Beautiful Nanny

Esok harinya ....

Anggita telah siap mengantar anak asuhnya pergi ke sekolah. Tapi tangannya ditarik oleh Angkasa saat hendak ikut masuk ke dalam mobil.

"Ada apa Pak?" tanya Anggita bingung.

"Ganti dulu pakaianmu!" Perintah Angkasa sambil memperhatikan penampilan Anggita dari ujung kaki sampai ujung rambut.

Dia nampak seksi dan manis memakai kaos ketat kombinasi rok pendek diatas lutut. Pria mana saja yang melihat Anggita saat itu pasti akan langsung tertarik, jantung Angkasa saja hampir lepas dari tempatnya.

"Loh... Kenapa memangnya?" Anggita memasang muka polos.

"Pakaianmu itu terlalu seksi untuk mengantar anak ke sekolah," ujar Angkasa.

"Tapi biasanya juga seperti ini Pak kalau di rumah," kilah Anggita.

"Kalau di rumah kan hanya aku dan Nania yang melihat, di luar sana beda. Ada banyak orang yang akan memperhatikan kamu nanti. Bagaimana kalau salah satu dari mereka adalah orang jahat? Cepat ganti baju dulu!" Paksa Angkasa.

Anggita mengalah, dia tak mau berdebat panjang dengan sang bos. Anggita kembali masuk kedalam rumah untuk berganti pakaian. Beberapa menit kemudian, Anggita kembali dengan setelan kemeja dan celana jeans panjang. Angkasa tersenyum kecil, tapi Anggita memonyongkan bibir. Niat hati ingin tebar pesona pada guru-guru tampan yang bekerja di sekolah Nania, tapi niat itu harus gagal karena ulah Angkasa.

"Itulah Ayah Nania Kak, dia selalu protektif pada wanita yang dia sayangi. Termasuk Nania," celoteh Nania.

"Yang dia sayangi?" Anggita menaikan alisnya sebelah.

"Kalau Ayah protektif pada Kakak kemungkinannya cuma ada dua. Pertama, Ayah naksir berat sama Kakak. Kedua, Ayah telah mengincar Kakak untuk dijadikan calon istri," lanjut Nania.

Anggita tertawa renyah mendengar celotehan ngawur Nania. Seorang Bos besar seperti Angkasa suka pada Anggita? Yang benar saja. Diluar sana masih banyak wanita cantik dan berpendidikan. Kenapa Angkasa harus naksir pada orang-orangan sawah seperti dirinya?

Tiba di sekolah, Nania berpamitan dan cium tangan Ayahnya. Angkasa terkejut, karena selama ini Nania tidak pernah melakukan hal itu.

"Apa kamu yang telah mengajarinya?" Angkasa melirik ke arah Anggita.

"Iya. Itu sebagai bentuk hormat seorang anak pada orangtua," Anggita tersenyum.

"Bagus. Gajimu akan aku naikan dua puluh persen,"

"Serius Pak?" Anggita terkesiap.

"Kapan aku pernah bercanda sama kamu? Tentu saja aku serius." Angkasa menatap Anggita dengan tatapan tajam.

***

Siang hari, kantor ....

Angkasa duduk melamun, pandanganya mengarah ke luar jendela. Dia senyum senyum sendiri teringat pada ekspresi wajah Anggita saat sedang malu karena digoda olehnya. Ada getaran rasa di dalam dadanya saat mengingat senyum manis gadis muda yang cantik itu.

"Gadis imut yang dingin," lirih Angkasa.

Klak ....!

Seseorang membuka pintu kantor tanpa mengetuk terlebih dahulu. Angkasa langsung mengubah posisi duduk juga ekspresi wajahnya.

"Wah, temanku sudah gila. Senyum-senyum sendiri, bicara sendiri. Jangan- jangan kesurupan penunggu pabrik," goda Dave teman satu tongkrongan Angkasa.

"Sembarangan sekali kalau bicara! Ada apa kamu datang kesini?" Ucap Angkasa ketus.

"Aku sedang jenuh nggak ada kesibukan, jadi aku datang kesini deh.  Nanti malam kita main yuk," ajak Dave.

"Kemana?"

"Bar,"

"Maaf, aku nggak bisa. Aku sudah janji pada Anggita akan lebih sering berada dirumah menemani Naina,"

"Anggita? Siapa Anggita? Pacar baru kah?"

"Calon pacar baru,"

"Wuih... Mantap! Seperti apa orangnya?"

"Dia gadis muda berumur dua puluh tiga tahun, cantik, seksi dan juga menggemaskan,"

"Boleh dong kapan-kapan di ajak ke tongkrongan, biar teman-teman kenal sama calon Kakak ipar baru mereka,"

"Boleh, kalau ada waktu aku akan mengajaknya ke tongkrongan."

***

Drrt ...

Drrtt ...

Drrtt ...

Ponsel Anggita bergetar, dia mengambil benda pipih itu dari saku dan mengecek layarnya. Ada telfon dari nomor baru, nomor siapa itu? Jangan jangan itu dari mantannya. Kebetulan nomor ponsel sang mantan telah Anggita block, tapi pria itu sangat keras kepala pasti dia akan mencari cara lain untuk bisa menghubungi Anggita lagi.

"Hallo. Siapa ya?" tanya Anggita langsung. Hatinya deg-degan takut yang menelfon itu adalah Edo mantan kekasihnya.

"Ini aku, Edo. Tolong jangan dimatikan dulu telfonnya," ucap Edo penuh harap. Seolah dia ingin membicarakan hal yang penting dengan Anggita.

"Ada perlu apa lagi sih?" Tanya Anggita ketus. Dia berusaha menunjukan rasa tidak sukanya pada Edo secara tidak langsung.

"Sekarang kamu ada dimana? Kata Cika kamu pindah kerja di luar kota, apa betul?"

"Bukan urusan mu!"

"Sayang, mari kita bertemu. Kita perlu meluruskan semuanya," Edo berusaha membujuk Anggita. Dia lupa kalau Anggita keras kepala dan memiliki hati sekeras batu granit. Anggita paling tidak bisa diajak bernegosiasi apa lagi kalau sudah terlanjur merasa sakit hati.

"Jangan panggil aku sayang, kita sudah putus. Lagi pula sekarang aku sudah punya pacar baru, jadi jangan ganggu aku lagi,"

"Pacar baru? Pria kurang ajar mana yang berani merebut dirimu dariku?" Mata Edo mendelik seketika.

"Pria berkelakuan baik, tampan dan mapan tentunya. Nggak seperti kamu, tampang sama isi dompet pas-pasan tapi kebanyakan gaya! Punya pacar sana-sini, modal dengkul sama burung doang!" Ejek Anggita asal.

"Anggita, tolong jangan bahas soal itu lagi ya! Aku ..."

Klik...!

Anggita langsung mematikan telfon dari Edo secara sepihak. Bicara dengan pria brengsek itu hanya akan buang buang waktu. Tapi kali ini Anggita tidak langsung memblokir nomor Edo, dia punya rencana lain agar Edo cemburu dan menyerah mengejar dirinya.

Nb : Jangan lupa follow dulu akun Author agar akunnya jadi rame nggak sepi kayak kuburan baru.🤧🤧

Bersambung...