NovelToon NovelToon
Nadif - Casanova Time Traveler

Nadif - Casanova Time Traveler

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Time Travel / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Kaya Raya / Romansa
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Fernicos

Nadif, seorang pria tampan berusia 30 tahun yang hidupnya miskin dan hancur akibat keputusan-keputusan buruk di masa lalu, tiba-tiba ia terbangun di Stasiun Tugu Yogyakarta pada tahun 2012- tahun di mana hidupnya seharusnya dimulai sebagai mahasiswa baru di universitas swasta ternama di kota Yogyakarta. Diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan masa lalunya, Nadif bertekad untuk membangun kembali hidupnya dari awal dan mengejar masa depan yang lebih baik.

Karya Asli. Hanya di Novel Toon, jika muncul di platform lain berarti plagiat!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernicos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nadif - Bab 20: Perkelahian

"Eh, yang, sini deh," Jessy menyambut Nadif dengan senyum lebar saat mereka sampai di meja. Dia lalu memperkenalkan Anggun dan Diva dengan lebih formal.

"Ini Anggun dan Diva, temen-temenku dari Teknik Kimia."

Ryo yang memang penuh percaya diri segera maju dengan gaya khasnya.

"Hai, Anggun kan? Gua Ryo. Eh, sebenernya gua pengen ngenalin diri, tapi lo udah tau nama gua duluan, jadi gak surprise deh," katanya sambil nyengir lebar.

Anggun yang sedikit terkejut dengan kelakuan Ryo, hanya bisa tersenyum tipis, tapi jelas terhibur.

"Gak apa-apa, Ryo. Gue Anggun, salam kenal."

Di sebelah Anggun, Diva yang lebih tenang juga langsung disapa oleh Rama.

"Diva, ya? Gua Rama. Jessy bilang lo pinter banget di Teknik Kimia, bikin gue jadi minder nih."

Diva tertawa kecil, menanggapi dengan santai.

"Ah, gak juga. Cuma suka belajar aja."

Percakapan mereka mulai mengalir dengan natural. Jessy merasa lega melihat semuanya berjalan lancar. Ryo terus membuat suasana jadi lebih ringan dengan celotehan-celotehannya yang random. Dia bahkan sempat mengajukan pertanyaan yang sukses membuat semua orang di meja tertawa terbahak-bahak.

Namun, suasana hangat itu tiba-tiba berubah ketika Diva melihat sosok yang tidak diinginkan memasuki café. Rangga, mantan Diva, yang dikenal kaya dan anak seorang anggota pejabat, muncul bersama beberapa anak buahnya. Wajah Diva seketika berubah tegang. Rangga dikenal memiliki sikap sombong dan kasar, dan jelas masih belum bisa move on dari Diva.

Rangga tidak membuang waktu. Tanpa berkata apa-apa, dia langsung melangkah ke arah meja mereka. Tatapan tajamnya hanya tertuju pada satu orang—Diva.

“Diva, kita perlu ngomong,” katanya dengan nada yang tidak bisa ditolak, sambil meraih pergelangan tangan Diva dan mencoba menariknya berdiri.

Diva menahan diri, mencoba tetap tenang.

"Rangga, kita udah selesai. Nggak ada lagi yang perlu dibicarain," jawabnya dengan suara yang bergetar, mencoba melepaskan tangannya.

Rangga mengabaikan penolakan itu. Wajahnya menunjukkan kemarahan yang sulit dikendalikan.

“Gue gak suka liat lo sama orang lain. Lo harus ikut gue sekarang.”

Rama yang duduk di sebelah Diva segera berdiri, mencoba melindungi Diva dari Rangga yang semakin kasar.

“Hei, dia udah bilang nggak mau ikut lo. Jangan maksa gitu, deh.”

Rangga menatap Rama dengan sinis.

"Lo siapa, ha? Baru kenal Diva juga udah berani ngatur-ngatur?" tanpa basa-basi, Rangga menarik tangan Diva dengan lebih keras, mencoba menyeretnya keluar dari café.

Diva tersentak, hampir terjatuh karena tarikan mendadak itu. Rasa takut dan marah bercampur aduk dalam dirinya, tapi dia tahu bahwa melawan Rangga saat ini bukan pilihan yang mudah.

“Aduh, jangan kasar gitu dong!” seru Diva, mencoba melepaskan diri, namun Rangga terlalu kuat.

Melihat situasi semakin memanas, Nadif yang awalnya hanya mengamati langsung berdiri. Ia berjalan cepat menghampiri Rangga dan menarik tangan pria itu dari Diva dengan tegas.

“Lo denger gak tadi? Dia gak mau ikut lo, Rangga. Udah cukup, jangan bikin masalah di sini,” katanya dengan nada tenang namun tegas.

Rangga yang tidak terima perlakuan Nadif langsung membalas dengan tatapan penuh kebencian.

“Lo pikir lo siapa, berani ngatur gue? Ini urusan gue sama Diva, jangan ikut campur!”

Ryo yang melihat ketegangan ini juga ikut berdiri di samping Nadif, siap membantu jika situasi semakin kacau.

“Denger, bro. Kalau lo mau ngomong baik-baik, ayo. Tapi kalo pake cara kayak gini, lo yang bakal nyesel,” kata Ryo dengan nada serius, namun tetap santai.

Rangga semakin marah, tangannya mengepal seakan siap untuk menghantam siapa saja yang berani menghalanginya. Namun, sebelum keadaan menjadi lebih buruk, Jessy mencoba meredakan suasana dengan mendekati mereka.

“Rangga, please. Gak perlu gini, kita semua di sini cuma pengen malam ini berjalan damai.”

Tapi Rangga tidak mendengarkan. Dengan emosi yang semakin memuncak, dia justru berbalik, melayangkan pukulan ke arah Nadif. Namun, Nadif yang sudah terlatih, dengan cepat menangkis serangan itu dan mendorong Rangga mundur. Ini memicu keributan yang lebih besar.

Anak buah Rangga yang melihat bos mereka diserang langsung bergerak maju. Tapi Nadif sudah siap. Dengan gerakan cepat dan penuh perhitungan, Nadif melumpuhkan satu per satu anak buah Rangga. Ryo dan Rama juga ikut bertarung, memastikan Diva dan Jessy tetap aman. Pertarungan yang awalnya terlihat tidak seimbang dengan cepat berubah ketika Nadif menunjukkan kemampuannya. Setiap serangan yang dia lakukan mengenai sasaran dengan akurasi yang mengejutkan, membuat lawan-lawannya terkapar di tanah.

Ketika situasi mulai mereda, dan Rangga langsung kabur setelah melihat anak buahnya sudah tak berdaya, Nadif mendekati manajer café yang sedari tadi memperhatikan dengan cemas.

“Maaf banget untuk kerusakan di sini, Mas,” kata Nadif sambil mengeluarkan black card dari dompetnya.

“Biar saya yang tanggung semuanya.”

Manajer café yang awalnya terkejut dengan perkelahian itu, tampak lebih tenang saat melihat sikap bertanggung jawab Nadif.

“Iya, Mas, terima kasih banyak. Semoga gak ada lagi masalah kayak gini.”

Setelah urusan di café selesai, Nadif dan yang lainnya memutuskan untuk pulang lebih awal. Mereka mengantar Jessy, Anggun, dan Diva ke tempat kost mereka dengan mobil Rama. Di dalam mobil, suasana agak tegang, tapi Nadif mencoba mencairkan suasana dengan bercanda sedikit.

“Eh, mungkin kita harus cari tempat nongkrong lain, yang lebih aman dari mantan-mantan,” ujar Nadif sambil melirik ke arah Diva.

Diva, yang awalnya masih merasa shock, akhirnya tersenyum kecil mendengar candaan Nadif.

“Iya, setuju. Tapi gue gak nyangka lo bisa ngelumpuhin mereka secepat itu, Dif.”

Nadif hanya mengangkat bahu sambil tersenyum.

“Udah biasa. Yang penting sekarang, kita semua aman.”

Rama yang mengemudi juga menambahkan,

“Malam ini bakal jadi cerita seru buat anak cucu kita nanti.”

Mereka semua tertawa kecil, meredakan ketegangan yang masih tersisa. Meskipun malam itu penuh dengan drama, Nadif dan teman-temannya tahu bahwa persahabatan mereka semakin kuat karena kejadian ini. Mereka juga belajar bahwa kadang-kadang, keberanian dan solidaritas adalah hal yang paling penting dalam menghadapi situasi sulit.

Setelah mengantarkan Jessy, Nadif, dan Ryo pulang ke kost mereka masing-masing, Rama melanjutkan perjalanan dengan Diva sebagai penumpang terakhir. Mobilnya meluncur pelan menyusuri jalan yang mulai sepi, hanya ditemani oleh suara mesin yang menderu halus.

Suasana di dalam mobil terasa tenang, namun tak dapat dipungkiri ada keheningan yang agak canggung. Diva duduk di kursi penumpang depan, matanya sesekali mencuri pandang ke arah Rama yang fokus mengemudi. Pikiran Diva dipenuhi oleh kejadian yang baru saja mereka alami, terutama keberanian Rama yang tanpa ragu melawan Rangga demi dirinya. Perasaan campur aduk antara kagum, lega, dan syukur berputar di dalam hatinya.

“Rama…” Diva akhirnya memecah keheningan, suaranya lembut namun cukup jelas.

“Makasih, ya, udah nolongin gue tadi.”

Rama menoleh sekilas, lalu tersenyum kecil.

“Ah, nggak perlu makasih, Div. Gue cuma ngelakuin apa yang seharusnya gue lakuin. Gak bisa juga gue diem aja liat lo diperlakuin kayak gitu.”

Diva tersenyum samar, namun sorot matanya menunjukkan betapa dia menghargai tindakan Rama.

“Gue sebenernya nggak nyangka lo bakal berani ngelawan Rangga. Banyak orang yang segan sama dia, apalagi ngeliat siapa bokapnya.”

Rama tertawa kecil, sambil tetap fokus mengemudi.

“Gue nggak terlalu mikirin siapa bokapnya, yang penting gue nggak suka liat orang dibikin nggak nyaman, apalagi lo. Gue gak bisa tinggal diem.”

Kata-kata Rama membuat Diva merasa lebih nyaman. Ada ketulusan dalam cara Rama berbicara yang membuat Diva merasa aman dan dilindungi.

“Lo baik banget, Ram. Gue jadi ngerasa lebih aman deket sama lo.”

Keheningan kembali mengisi ruang mobil, namun kali ini tidak lagi terasa canggung. Ada kehangatan yang tak terucap di antara mereka, sebuah pemahaman diam-diam yang semakin membuat Diva merasa nyaman berada di dekat Rama.

Sesampainya di depan kost Diva, Rama memperlambat laju mobil dan memarkirnya dengan hati-hati. Sebelum Diva sempat membuka pintu, Rama berbicara, suaranya sedikit serius namun tetap lembut,

“Gue masih khawatir sama lo, Div. Kalau Rangga masih ganggu lo lagi, lo harus langsung kabarin gue, ya?”

Diva menoleh, menatap Rama dengan pandangan yang penuh terima kasih.

“Tenang aja, Ram. Gue bakal kabarin lo kalo ada apa-apa. Thanks banget buat perhatian lo.”

Rama mengangguk pelan, lalu tersenyum.

“Gue serius, Div. Gue nggak suka liat lo disakiti lagi. Oh iya, boleh gak gue minta ID Line lo? Biar kita bisa keep in touch, dan lo bisa langsung hubungin gue kalau ada apa-apa.”

Diva tersenyum lebar kali ini, tanpa ragu dia mengeluarkan ponselnya dan memberikan ID Line-nya pada Rama.

“Tentu, Ram. Nih, langsung add aja.”

Rama segera menambahkan Diva di Line, merasa lega dan senang bisa tetap berhubungan dengan Diva. Setelah selesai, dia menatap Diva dengan penuh perhatian.

“Udah aman, Div. Gue seneng bisa nganterin lo sampai sini.”

Diva menatap Rama sejenak, lalu tersenyum lembut.

“Gue juga seneng bisa kenal lo, Ram. Makasih lagi, ya. Hati-hati di jalan.”

Rama membalas senyumnya dengan hangat.

“Pasti, lo juga, Div. Jangan mikirin yang nggak-nggak, istirahat yang cukup, ya?”

Diva mengangguk, lalu membuka pintu mobil dan keluar. Sebelum benar-benar pergi, dia menoleh sekali lagi ke arah Rama.

“See you soon, Rama.”

Rama mengangguk sambil tersenyum,

“See you, Diva.”

Diva melambaikan tangan sebelum berbalik dan masuk ke dalam kost-nya. Rama menunggu sampai Diva benar-benar masuk ke dalam, memastikan dia aman, sebelum akhirnya menjalankan mobilnya kembali. Perjalanan pulang terasa lebih ringan, dan senyum tipis tak lepas dari wajah Rama sepanjang jalan.

Sementara itu, di dalam kamarnya, Diva masih merasakan debaran jantungnya yang berdetak cepat. Hatinya merasa lebih tenang, namun ada perasaan baru yang perlahan tumbuh. Mungkin, hanya mungkin, malam ini adalah awal dari sesuatu yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya. Sesuatu yang lebih dari sekadar rasa aman—mungkin, sebuah awal dari perasaan yang lebih dalam.

1
Azis
Ceritanya relate banget, si author jadi kaya cenayang yg bisa tau ini itu
Kita sebagai pembaca seolah dibawa oleh penulis buat ngerasain apa yg Nadif alamin. Keren bangettt 🌟🌟🌟🌟🌟
Fernicos: makasih mas aziz 🥰
total 1 replies
... Silent Readers
Luar biasa
Anna🌻
aku mampir thor, Ceritanya menarik
semangat berkarya ya thor🙏🏽
Fernicos: Hai kak Anna salam kenal, makasih dah mampir yaa
total 1 replies
Aurora79
"Dif....Nadif!" jiwa dari MASA DEPAN, tapi kenapa NAIF banget sich?! Katanya mau memperbaiki diri???? Koq malah mendekat ke.perempuan2 yang HAUS HARTA?!

#Gemes aku bacanya klw MC-nya Naif kaya gini.

Harusnya MC lebih Cool dan benar2 fokus memperbaiki diri, bahagiain keluarga, memantapkan karirnya. Jangan diajak2 RUSAK, malah mau...🙄
Aurora79: oke..👍
Fernicos: Hehe udah nikmatin aja ya alur ceritanya, bakal makin seru kok. Ini cerita udah sampe bab 80 loh, tapi sengaja aku update sehari satu aja /Smile/
total 4 replies
Fa🍁
gak tau ya kesini gak suka tuh sama Jessy. kalau ada aku empat mata nih maki maki ni orangnya biar mikir !! seru Cerita nya tapi lelah aku.
Fa🍁
ya jelas dong dia suka cinta ama Vonzy gimana sih pikiran lu, gak mungkin si Nadif mau mencuri? kalu gak mencuri perhatian nya neng
Fa🍁
jelas terganggu lah Nadif, helo gak mungkin gak akan terganggu tau tau dia hamil aja kan lucu
Fa🍁
bacot lu Jessy kalau gue jadi Nadif tinggalin dia salah sendiri, bjir bgt ada cewek kek gitu dasar
Fa🍁
hahaha kok gini sih? lu gak mesti ngerasa bersalah kalau si Jessy yg bilang dia menyesal, lu nyeselin apa Dif heran gue. tapi sekarang gue paham.
Fernicos: Nyeselin ilang perjaka wkwkw
total 1 replies
Fa🍁
cinta gak mikir 2 kali, sama kayak udah kerasukan setan mana sadar
Fa🍁
ciaaaa nyalahin diri sendiri, ngaku ya neng
Fa🍁
waw aku terkejut mamah
Fa🍁
hahaha
Fa🍁
tuh kan si Alex nih kayak gini, bikin minta dipukul tau gak sih Elx
Fa🍁
terus semangat Dif bukan km yg salah kok,
Fa🍁
aku baru tau kalau cowok bisa gini, sekarang paham kenapa banyak odgj cowok,
Fa🍁
namanya kek nama anabul aku Vino Vony
Fa🍁
punten, tolong doang pake otak neng mikir nya, udah di jelasin gak suka masih aja kek gitu heran cinta Lo mati ya neng!! kebawa emosi wkwk
Fa🍁
jadi ini toh, hmm
Fa🍁
Dasar lu cewek!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!