Keidupan normal Karina gadis 17 tahun yang baru saja putus cinta seketika berubah, Dengan kedatangan Dion yang merupakan artis terkenal, Yang secara tidak terduga datang kedalam kehidupan Karina, Dion yang telah mempunyai kekasih harus terlibat pernikahan yang terpaksa di lakukan dengan Karina, siapakah yang akan Dion pilih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berangkat ke Bali
Karina terbangun perlahan, matanya terasa berat. "Oh, iya, Pak. Makasih udah dibangunin," jawabnya dengan suara serak, masih setengah sadar. Saat ia mengucek matanya, ia merasakan bengkak di kelopak matanya. "Kenapa mata gue kayak bengkak gini?" gumamnya pelan, cemas.
Ia pun turun dari taksi dengan langkah lemas, merasakan dinginnya malam semakin menusuk kulit. Karina memutuskan masuk ke rumah lewat pintu belakang, berharap tak bertemu ibu Mira. Ia tak ingin ada satu pun orang yang tahu tentang hari yang berantakan ini, apalagi dimarahi setelah semua yang ia lalui. Dengan langkah pelan, Karina menyelinap masuk ke dalam rumah, tenggelam dalam keheningan yang menyesakkan.
...****************...
“Karinaaa, lo ke mana aja?!” teriak Intan dengan suara keras begitu Karina baru saja memasuki kamarnya, membuat Karina terkejut. "Lo kok ada di sini?" tanya Karina, matanya membesar melihat sahabatnya duduk di sudut kamar.
“Lo cek deh HP lo, gue nge-chat lo dari tadi magrib! Lo cuma bales ‘iya,’ terus pas gue ke sini lo gak ada. Nyokap lo juga ga tau lo di mana, ya udah gue tungguin di sini," omel Intan, jelas tak puas dengan jawaban singkat Karina sebelumnya.
Tanpa peringatan, Karina langsung memeluk Intan erat. “Intaaan...” tangisnya pecah tiba-tiba.
“Eh, lo kenapa? Baru datang kok tiba-tiba nangis?" Intan terkejut dengan pelukan hangat Karina yang disertai tangisan tersedu-sedu.
"Panjang ceritanya, Tan..." jawab Karina dengan suara serak, air matanya masih mengalir deras. "Ya udah, ceritain aja, gue dengerin kok," ujar Intan sambil mengelus pundak Karina, mencoba menenangkannya.
“Besok aja, gue ngantuk banget... hooaaam...” ucap Karina sambil menguap panjang, tangisnya seakan lenyap digantikan kantuk mendalam. Tanpa aba-aba, ia langsung menyandarkan kepalanya ke pangkuan Intan.
Intan mendengus kesal, "Si anjir, malah molor!" gumamnya sambil menepuk pantat Karina dengan keras. "Awww! Sakit!" teriak Karina, tersentak dan terbangun lagi.
"Jahat banget sih lo, gue udah tidur malah pantat gue yang bohay ini ditampar. Kan sakit!" Karina mengeluh, cemberut sambil mengusap pantatnya.
"Lo yang tidur sembarangan! Sana ah, berat tau lo, gue juga mau tidur,” balas Intan sambil mendorong Karina agar pindah ke posisi yang lebih nyaman. Mereka akhirnya terbaring di tempat tidur, menyudahi malam yang penuh kejutan dengan tawa kecil di antara rasa lelah yang tersisa.
...****************...
Pagi Hari
“Apaaa, Bu? Liburan ke Bali?” Karina terkejut saat melihat Ibu Mira tengah memasukkan pakaian ke dalam koper.
“Iya, cepetan kamu siap-siap. Kita berangkat nanti sore,” jawab Ibu Mira sambil melipat pakaian. “Kok mendadak sih, Bu? Ibu juga nggak bilang-bilang dulu sama Karina. Karina kan ada presentasi hari ini, jadi harus masuk sekolah,” keluh Karina, merasa keberatan dengan rencana dadakan itu.
“Ah, kamu bawel banget! Intan juga ikut aja, biar ada temennya. Ibu udah izin kok sama sekolah kalian,” ujar Ibu Mira santai, seolah semuanya sudah diatur dengan baik.
"Serius, Bu?" tanya Intan yang juga kaget mendengar keputusan Ibu Mira. “Beneran lah, cepet siap-siap! Tiketnya udah dipesen,” jawab Ibu Mira sambil membeli tiket tambahan untuk Intan lewat ponselnya.
“Yaudah, Bu Mira. Aku pulang dulu ya buat izin sama Mamah dan ambil baju ganti,” kata Intan, meminta izin.“Gak usah, lama! Pakai aja baju Karina, kan ukuran kalian sama.
Nanti Ibu yang izin ke Mamah kamu,” balas Ibu Mira tanpa memberi ruang untuk protes. Intan hanya bisa mengangguk, “Oke, Bu Mira. Ayo, Rin, kita beresin baju.”Karina dan Intan segera beres-beres, memasukkan pakaian ke koper dengan sedikit canggung, mengingat rencana liburan yang tiba-tiba ini.
“Rin, tumben ya nyokap lo ngajak liburan begini. Perasaan belum libur sekolah,” ujar Intan sambil melipat kaos, bingung dengan perubahan rencana yang mendadak.
“Nggak tahu, gue juga bingung. Ya udahlah, lumayan kan bisa liburan sebelum UN,” jawab Karina, berusaha tak terlalu memikirkan alasan di balik keputusan ibunya. Bagi Karina, kesempatan liburan ini seperti angin segar di tengah kesibukan sekolah.
Mereka pun melanjutkan berkemas, mempersiapkan diri untuk petualangan tak terduga ke Bali Karina, Intan, dan Ibu Mira tengah dalam perjalanan menuju bandara, melewati hujan yang turun deras. Cuaca buruk membuat Ibu Mira khawatir.
"Aduh, hujan segala. Pasti penerbangannya diundur," keluhnya sambil memandangi langit yang semakin gelap.
Setelah dua jam perjalanan yang melelahkan, mereka akhirnya sampai di bandara. Saat turun dari taksi, Karina melihat dua sosok dari kejauhan melambaikan tangan ke arah mereka.
“Miraaa, I’m coming!” teriak seseorang dengan suara riang. Karina menyipitkan matanya, berusaha mengenali suara itu.
"Itu Dion, cuy," ujar Intan tiba tiba, terkejut.
"Hah?" Karina segera memeriksa ulang untuk memastikan, dan benar saja—Dion dan Tante Sindy sedang melambaikan tangan ke arah mereka. “Lah, kok mereka ada di sini sih?” gumam Karina, keheranan.
Tak lama kemudian, Tante Sindy dan Dion mendekati mereka. “Hai Karina, Mira! Eh, kamu siapa ya?” tanya Tante Sindy dengan senyuman hangat, sambil melirik Intan yang berdiri di samping Karina. “Hai, Tante! Kenalin, aku Intan, temennya Karina,” jawab Intan sambil tersenyum ramah.
"Wah, makin ramai nih! Jadi seru banget!" seru Tante Sindy, gaya hebohnya membuat suasana menjadi lebih ceria.
Mereka pun mulai proses boarding, sementara Intan terus dipenuhi pertanyaan yang belum mendapat jawaban dari Karina. Rasa penasaran menggelayuti pikiran Intan, terutama soal kehadiran Dion dan keluarganya di liburan yang tadinya dia pikir hanya untuk mereka bertiga.
Di dalam pesawat, Karina, Intan, dan Dion kebetulan duduk satu deret. Dion berada di ujung dekat jendela, Karina di tengah, dan Intan duduk di dekat lorong. Kesempatan ini digunakan Intan untuk berbisik pada Karina, “Karina, lo utang klarifikasi ya sama gue,” ujarnya dengan nada penuh rasa penasaran. Karina hanya mengangguk lemah, kelelahan dan kantuk mulai menghampirinya. Tak lama, ia terangguk angguk di kursinya, matanya nyaris tertutup.
Sementara itu, Dion yang duduk di sampingnya, diam-diam memperhatikan Karina yang mengantuk. Senyum tipis tersungging di wajahnya, seolah ada sesuatu yang tengah dipikirkannya saat menatap Karina. Intan, yang menyadari senyum Dion, hanya bisa memandang heran, semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka semua.
Setelah sekitar dua jam perjalanan udara, Karina, Intan, Dion, Ibu Mira, dan Tante Sindy akhirnya tiba di Bali. Setibanya di villa, mereka memilih langsung beristirahat, memulihkan tenaga untuk liburan yang sesungguhnya esok hari. Malam itu, di kamar yang mereka tempati bersama, Intan mulai tak sabar untuk mendapatkan jawaban dari Karina.
“Rin, cepet deh, lo harus klarifikasi semuanya sekarang,” desak Intan dengan suara setengah berbisik, tapi penuh dorongan ingin tahu.
Karina yang masih mengantuk akhirnya menyerah. “Yaudah, gue ceritain dari awal,” katanya, lalu mulai menceritakan bagaimana pertama kali dia bertemu dengan Dion, hubungan baik kedua orang tua mereka yang ternyata sudah bersahabat lama, dan bagaimana semuanya berlanjut hingga sekarang.