Yang satu punya banyak problematik, yang satunya lagi bocah bebas semaunya. Lalu mereka dipertemukan semesta dengan cara tak terduga.
Untuk tetap bertahan di dunia yang tidak terlalu ramah bagi mereka, Indy dan Rio beriringan melengkapi satu sama lain. Sampai ada hari dimana Rio tidak mau lagi dianggap sebagai adik.
Mampukah mereka menyatukan perasaan yang entah kenapa lebih sulit dilakukan ketimbang menyingkirkan prahara yang ada?
Yuk kita simak selengkapnya kisah Indy si wanita karir yang memiliki ibu tiri sahabatnya sendiri. Serta Rio anak SMA yang harus ditanggung jawabkan oleh Indy.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zenun smith, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
"Jun, semalam kamu habis dari mana?" Handi bertanya pada istrinya. Juni terhenyak dengan pertanyaan Handi karena semalam ia lebih dulu sampai ke rumah dibandingkan suaminya. Dia pikir-- sudahlah, Juni menyudahi dugaannya sekarang karena waktunya tidak tepat. Wanita itu menguasai air mukanya kembali tenang sebelum menjawab pertanyaan Handi.
"Aku habis nonton konser band favoritku Mas." Jujurnya. Jika berbohong situasi akan menyulitkannya. Juni menebak bahwa Handi sudah tahu kemana ia pergi semalam.
"Sendirian?"
"Iya Mas sendiri. Maaf aku tidak bilang sebelumnya, aku takut Mas Han tidak membolehkan aku pergi. Aku melakukan ini karena jiwa mudaku masih berkobar."
"Lain kali saya tidak mau ada seperti ini lagi. Apakah kamu mengerti Junifer?" Handi menekankan kalimatnya. Suara begitu tegas.
"Mengerti Mas. Hal ini tidak akan terulang lagi." Sikap tidak membangkang Juni mampu melunakkan suaminya.
Handi menghampiri Juni, duduk di samping wanita itu. "Maaf, saya hanya tidak bisa mengimbangi jiwa muda mu. Saya cuma mau kamu tahu batasan sebagai istri dari seorang lelaki yang bahkan sudah memiliki satu anak seumuran kamu Jun." Handi memberi sedikit penjelasan atas sikapnya.
"Iya Mas aku mengerti. Tidak apa-apa, aku menganggap sikapmu ini sebagai bentuk kasih sayang kamu terhadap ku." Juni melingkarkan tangannya ke pinggang Handi, lalu sekilas mengecup basah bibir lelaki itu. Apa yang Juni lakukan barusan bertujuan mempertegas kalau dia sungguh tidak apa-apa Handi menegurnya. Setidaknya itu menjadi nilai plus dimata Handi karena Juni tidak kekanak-kanakan dengan bersikap dikit-dikit ngambek.
Dari dulu, Juni paling bisa menaklukan seorang hati Raditya Handi Bhrasmana. Hanya dengan mengerti apa yang lelaki itu mau tanpa membantahnya, Ia berhasil dinikahi Handi. Ia mampu mengungguli mendiang ibunya Indy dalam berinteraksi dengan lelaki paruh baya itu karena Juni kerap diam-diam menjumpai perselisihan kedua orang tersebut saat bermain di rumah Indy.
Juni banyak belajar dari sana. Sampai akhirnya, dia bisa ke tahap melayani urusan ranjang Handi Bhrasmana, kemudian perlahan sikapnya berubah kepada Indy seolah-olah memposisikan dirinya sebagai seorang ibu. Rhinzy alias Indy sangat membenci Juni detik itu juga.
"Bagaimana hubunganmu dengan Rhinzy?" tanya Handi memastikan usaha sang istri. Dia tahu, Indy sangat tidak menginginkan Juni sebagai ibu tirinya.
"Aku tidak akan menyerah dengan penolakan-penolakan anak kita Mas. Bagaimana pun, aku mengerti perasaan yang dia alami. Tidak mudah menerima kehadiran seorang ibu sambung, apalagi aku juga merupakan sahabatnya. Aku akan selalu memperhatikannya diam-diam dan mengunjunginya walaupun aku berakhir terusir. Aku tidak menyerah begitu saja Mas. Demi kamu, demi keluarga kita aku tidak apa-apa menjalani kehidupan seperti ini."
Handi merengkuh Juni, memasukannya ke dalam pelukan yang erat. Juni tak kalah diam dengan menyusupkan usapan-usapan lembut pada tubuh suaminya. Pagi itu diisi dengan kata-kata Juni yang penuh cinta, hingga berakhir suara sahut-sahutan yang penuh gairaah. Pagi itu menjadi lebih hangat dari pagi sebelum-sebelumnya.
Selesai berakhir memadu kasih, Handi bertanya menohok kepada Juni yang sedang menutupi tubuh polosnya.
"Jun, apakah kamu belum juga mengandung anak saya?" Pertanyaan sensitif seperti ini baru dilontarkan Handi sekarang. Sejak mereka menikah Handi tidak menyinggung soal memiliki keturunan dari Junifer.
"Masih belum dikasih kepercayaan itu Mas. Apakah Mas Han sangat menginginkan anak kita lahir? kalau begitu kita bisa ikuti program hamil." Juni antusias, mumpung Handi membahas soal ini yang menjadi pikirannya juga.
"Tidak begitu juga. Saya hanya memastikan kalau kamu sangat menginginkan anak dari saya atau tidak. Jika kamu merasa santai, saya juga turut santai. Bukankah kita menikah karena memang ingin hidup bersama dan saling support?"
"Ah iya benar Mas. Aku juga sebenernya berfikiran sama seperti itu. Malah aku takut Mas yang menginginkannya. Kita kan sudah punya Rhinzy, dan itu sudah membuatku seperti menjadi seorang ibu."
Handi mengusap-ngusap kepala Juni dengan senyuman.
"Terimakasih sudah membuat saya merasa utuh. Jika kamu ingin menjalani program hamil, silahkan. Namun perlu diingat kalau saya tidak ikut dalam program tersebut. Saya sudah menghasilkan Rhinzy dan juga mendiang Ryuga, itu artinya reproduksi saya tidak ada masalah."
Pedas? tentu iya. Salah satu karakter Handi adalah tidak bisa menyaring kata-kata dengan lebih halus. Dia akan mengeksplore apa yang ada di dalam pikirannya meskipun pada orang dia sayangi. Juni sudah kebal dengan itu, karena dia berprinsip jadi pelakor itu tidak boleh baperan.
"Iya Mas, Juni mu ini mengerti." Sekali lagi Juni meninggalkan jejak kepemilikan. Handi selalu dibuat senang dengan sikap Juni yang selalu baik-baik saja.
"Love you My Juni." Handi berpamitan pada Juni. Setelah sosok Handi sepenuhnya menghilang dari pandangan, Juni mengepalkan tangan menahan kesal.
Aku harus melahirkan anak dari seorang Raditya Handi Bhrasmana, apapun caranya. Lagipula kenapa aku belum mengandung juga padahal hasil pemeriksaan ku bagus? haisssh kepalaku sakit memikirkannya.
...*****...
"Hah? beras mana? mana ada beras disini yo?
"Nggak ada beras Dimas." Sahut Rio atas tercengangnya Dimas.
"Tadi lo bilang," Dimas merasa pendengarannya benar.
"Gue bilang Rhinzy Putri Bhrasmana."
"Ouh, jadi itu nama asli Kak Indy. Yang gue tahu nih yo, nama yang barusan lo sebut itu--"
Bletak!
Suara-suara gaduh berasal dari luar rumah memutuskan panggilan telepon antara Rio dan Dimas tanpa sengaja. Rio memasukan hpnya ke dalam saku lalu cepat-cepat memeriksa keadaan diluar.
Di halaman depan, Rio tidak menemukan apapun selain security yang sedang berjaga di pos sedang menyeruput kopi. Saat anak itu melipir ke pojok, dimana orang tidak akan berfikir ada manusia bisa lewat sana, Rio menemukan seorang wanita berusaha menerobos masuk. Rio hanya mengamatinya dari lantai atas tanpa berniat menghampirinya.
"Perempuan yang di konser itu." Rio menyipitkan mata.
Karena penasaran dengan Junifer yang diam-diam ingin menerobos masuk ke rumah Indy, Rio memutuskan menemuinya.
"Ehem."
Juni terperanjat dan langsung menoleh ke arah sumber suara. Rio datang dari luar seolah-olah pemuda itu sedang lewat lalu tak sengaja bertemu Juni.
"Rio!"
Serebeng...
Rio mencium aroma racun dreker persis yang mengudara di kamar Indy. Rio mencium bau tersebut dari arah Juni.
"Lagi ngapain Mbak?"
"Kamu sendiri lagi apa di sini?" Juni bertanya balik.
"Saya..
.
.
.
Bersambung.
Heh, jd keinget gaya helikopter nya Gea sm Babang Satria🤣