Arumi Khoerunisa, seorang wanita yatim piatu yang peristri oleh seorang pria yang selalu saja menghina dirinya saat dia melakukan kesalahan sedikit saja.
Tapi kehidupan seketika berubah setelah kehadiran tetangga baru yang rumahnya tepat disampingnya.
Seperti apakah perubahan kehidupan baru Arumi setelah bertemu tetangga baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 27
Arumi kembali berniat menutup pintu di hadapannya, tapi lagi-lagi rintangan muncul.
Tapi kali ini bukan datang dari Erlan, melainkan dari Ibrahim yang tiba-tiba datang ke dapur.
"Kamu belum beres cuci piringnya?" tanya Ibrahim sambil menuang air putih untuk ia minum.
"Belum, Mas." jawab Arumi yang kini pandangannya mengarah pada Ibrahim.
"Ya udah. Kalau udah beres langsung ke depan, ya! Temenin Mas ngobrol mumpung hari libur." Ucap Ibrahim sambil melangkah ke arah pintu keluar dapur.
"Tunggu, Mas!" Arumi seketika menghentikannya.
Ibrahim akhirnya membalikkan badannya untuk kembali menoleh arah Arumi lagi.
Arumi berjalan menghampiri Ibrahim. Begitu sampai di hadapan pria itu, Arumi tiba-tiba memeluk tubuh Ibrahim.
"Arumi!" Ibrahim terlihat heran karena aksi Arumi yang tiba-tiba.
Tapi Arumi tak menanggapi ucapan suaminya, yang ia lakukan malah dengan cepat melepas pelukannya untuk melakukan hal yang lainnya.
Arumi mencium bibir Ibrahim. Ia memulai tindakan itu. Awalnya Ibrahim semakin heran melihat sikap Arumi.
Sikap agresif yang jarang sekali Arumi tunjukkan padanya. Tapi sesaat kemudian Ibrahim seperti tak memperdulikannya lagi.
Karena sekarang ia mulai fokus pada kegiatannya yang membalas ciuman Arumi.
Bibir mereka terus saling bertaut. Beberapa saat kemudian, Arumi juga tak tinggal diam.
Tangannya mulai menyelusup masuk ke dada Ibrahim yang masih tertutup oleh kemeja yang ia kenakan.
Arumi membelainya dengan lembut. Dan tak lama setelah itu Arumi melepas kancing kemeja Ibrahim yang paling atas, dan setelahnya kancing-kancing yang berada di bawahnya.
Hingga beberapa detik kemudian kemeja itu benar-benar terbuka memperlihatkan dada Ibrahim yang terpampang di hadapan Arumi.
Arumi mengusapnya kembali, tapi kali ini tanpa terhalang apa pun lagi.
Bibir mereka masih terus bertaut. Tangan Ibrahim yang sebelumnya melingkar di pinggang Arumi, kini Arumi arahkan agar mendarat di salah satu gundukan di dadanya.
Gundukan yang masih tertutup rapat oleh baju yang di pakai Arumi.
"Buka bajuku, Mas!" Ucap Arumi lirih saat ciuman mereka sempat terlepas sebentar.
Ibrahim patuh pada ucapan Istrinya itu. Kini giliran tangan Ibrahim yang meraih kancing-kancing baju Arumi seperti apa yang di lakukan Arumi padanya beberapa saat yang lalu.
Ibrahim melepaskannya, hingga gundukan di dada Arumi yang masih tertutup sehelai kain terpampang jelas dan menekan di dadanya.
Ibrahim membawa Arumi berjalan mundur, sampai tubuh Arumi kini mentok pada meja dapur yang berada di tengah-tengah ruangan yang tak terlalu besar itu. Meja yang tepat membelakangi arah pintu dapur.
Ibrahim mengangkat tubuh Arumi dan mendudukannya di atas meja itu.
Lalu kemudian, ciumannya beralih pada kedua gundukan di dadanya. Setelah sebelumnya, Ibrahim melepas sehelai kain yang menjadi penghalang.
Ia bermain-main di bagian itu. Menghisap dan kadang menggigit pelan membuat Arumi tak kuasa menahan desahannya.
"Lakukan sekarang aja, Mas!" lirih Arumi dengan nada sedikit memohon.
"Iya, Arumi. Tapi, kita pindah ke kamar dulu, ya!"
"Gak usah, Mas! Kita lakukan di sini aja." jawab Arumi mantap.
Ya, Arumi memang sengaja berniat seperti itu. Arumi memang sengaja ingin melakukan itu di hadapan Erlan, yang kini masih terus berdiri di depan studio fotonya dengan pandangan mengarah ke sana.
Arumi terpaksa berbuat seperti itu. Berharap hal itu bisa merenggangkan hubungan mereka dan memusnahkan perasaan terlarang mereka.
Arumi berpikir, kalau Erlan melihat Arumi yang seperti ini, Arumi tak akan punya kesempatan lagi untuk memberi hati padanya dan merasakan suka padanya.
Ia tak akan lagi terlihat istimewa di hadapan Erlan. Berharap Erlan akan mengubur perasaan yang bersarang di benaknya terhadap dirinya.
***
Malam itu Ibrahim tak kunjung pulang. Arumi sendirian di rumah di tengah hujan yang dari tadi tak kunjung reda.
Suara petir berkali-kali terdengar membuat Arumi merasa tak nyaman.
Ya, dari dulu Arumi memang membenci suasana seperti ini. Suasana yang mengingatkan kalau dirinya hanya seorang yatim piatu sejak kecil.
Tinggal di sebuah panti asuhan, tanpa orang tua yang mampu menemaninya di saat ketakutan seperti ini.
Sampai perasaan itu akhirnya terbawa sampai dewasa dan sampai detik ini.
Arumi menghubungi Ibrahim, berharap pria itu segera pulang kalau ia memintanya.
Bukankah kali ini Arumi sudah memiliki seorang yang berkewajiban melindunginya, yaitu Suaminya.
"Mas Ibrahim di mana?" tanya Arumi pada Ibrahim saat panggilan itu sudah terhubung.
"Mas masih di kantor. Mas harus lembur sampai malam."
"Sampai jam berapa?"
"Mungkin masih dua jam lagi."
Arumi merasa sedikit kecewa mendengar jawaban Ibrahim.
"Gak bisa lebih cepet lagi, Mas!" pinta Arumi.
"Arumi, Mas kan lagi kerja, jadi gak bisa asal pulang gitu aja. Emang kenapa, sih?"
"Di sini hujan, Mas. Petirnya juga banyak sama kencang banget. Mas Ibrahim tau sendiri kan, aku takut banget kalau lagi hujan kaya gini." Jawab Arumi menjelaskan.
"Kamu langsung tidur aja. Tutup telinga kamu biar gak kedengeran suara petirnya!"
Arumi semakin merasa kecewa mendengar jawaban Ibrahim yang ternyata tak bisa mengerti rasa takutnya.
"Iya, Mas." Ucap Arumi lirih, lalu segera memutus panggilan itu.
Arumi melangkah menuju kamar. Arumi langsung merebahkan diri atas ranjang.
Arumi menutup tubuhnya rapat-rapat dengan selimut. Ya, Arumi benar-benar melakukan apa yang di sarankan Suaminya.
Hingga setelah menunggu cukup lama Arumi masih tak bisa tidur juga. Dari tadi Arumi terus terjaga karena suara petir yang terus terdengar.
Arumi menoleh ke arah jam yang bertengger di samping ranjang. Masih menunjukkan pukul sembilan malam. Masih sangat lama untuk Ibrahim pulang ke rumah.
Arumi berusaha memejamkan matanya kembali. Tapi beberapa detik kemudian, semua di sekelilingnya tiba-tiba berubah gelap.
Arumi semakin ketakutan karena listrik juga tiba-tiba padam. Arumi beranjak duduk dan menoleh ke arah jendela.
Arumi melihat di luar sana lampu-lampu terlihat menyala di antara hujan yang masih berlangsung.
"Masa cuma di rumah ini aja yang cuma mati lampu? Gimana dong ini? Aku takut banget." batin Arumi yang kini mulai menggigil ketakutan.
Arumi kembali menghubungi Suaminya. Arumi berharap kini Ibrahim mau segera pulang ke rumah sesuai dengan permintaannya.
"Apa lagi, Arumi?" Nada suara Ibrahim terdengar sedikit kesal saat kembali menerima panggilan dari Arumi.
"Mas di sini mati lampu. Mas Ibrahim cepetan pulang ya, aku beneran takut!"
"Paling sebentar lagi juga nyala. Tungguin aja!"
"Ini bukan pemadaman listrik pusat, Mas. Tapi kayanya cuma listrik kita yang mati. Mungkin ada rusak." Jawab Arumi berusaha menjelaskan.
"Ya udah kamu tinggal tidur aja. Nanti kalo Mas udah pulang baru Mas benerin."
"Tapi, Mas ..."
"Arumi, kamu bisa gak sih gak gangguin Mas kerja! Mas, tuh, lagi cari nafkah buat kamu. Boro-boro ngasih semangat, eh... ini malah ngerecokin!" caci Ibrahim yang kesabarannya sudah hampir habis karena kelakuan Istrinya itu.
"Maaf, Mas." Ucap Arumi lirih menanggapi kemarahan Ibrahim.
Arumi kembali mengakhiri panggilan itu dan dengan cepat kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Petir lagi-lagi sangat keras terdengar. Arumi masih menyembunyikan kepalanya di balik selimut sejak tadi.
Bayang-bayang hal menyeramkan selalu saja muncul di saat suasana seperti ini.
Saat Arumi sedang sendiri, di malam hari, saat hujan dengan petir yang terus terdengar dan saat suasana gelap gulita yang menyeramkan.
Suara ketukan pintu membuat Arumi semakin bergidik ngeri.
Siapa yang datang malam-malam begini? Di tengah hujan dan keadaan rumahnya yang tanpa penerangan sama sekali.
*************
*************