Anson adalah putra tunggal dari pemilik rumah sakit tempat Aerin bekerja. Mereka bertemu kembali setelah tiga belas tahun. Namun Anson masih membenci Aerin karena dendam masa lalu.
Tapi... Akankah hati lelaki itu tersentuh ketika mengetahui Aerin tidak bahagia? Dan kenapa hatinya ikut terluka saat tanpa sengaja melihat Aerin menangis diam-diam di atap rumah sakit?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Aerin tidak berhenti mengoceh dan mengutuk. Ia bukanlah tipe wanita yang gampang marah. Namun kali ini ia benar-benar marah. Pertemuan yang tidak diharapkannya dengan Shawn dan fakta bahwa lelaki itu adalah pria yang akan dijodohkan dengannya, membuatnya tidak bisa menahan diri untuk tidak marah.
Ia tidak suka Shawn. Karena hubungan masa lalu mereka. Ingatan Aerin kembali ke masa lalu, saat dirinya berumur delapan belas tahun, kelas XII. Sembilan tahun yang lalu.
"Mereka ingin membakar kelas, aku dengar dia dan teman-teman nya sengaja mengatur kebakaran itu.
"Kamu yakin Shawn?"
"Ya. Saat ruangan kelas terbakar, aku melihatnya keluar dari dalam kelas. Kau tidak bisa mengelak, kau juga melihatku waktu keluar kelas." Shawn mengatakan kalimat tuduhan tersebut dengan tatapan sinis ke Aerin.
"Memangnya kau melihat sendiri aku yang menyalakan api-nya?"
Shawn tersenyum miring. Ekspresinya begitu meremehkan Aerin.
"Tidak perlu bukti. Di sekolah ini hanya kamu perempuan paling jahat yang mampu melakukan hal sekejam itu."
"Kau," tangan Aerin terangkat ingin menampar Shawn namun lelaki itu menahan pergelangan tangannya dan menghempaskan dengan kuat sampai Aerin termundur beberapa langkah.
"Jangan sentuh aku dengan tangan kotormu." kata Shawn dingin.
"Aerin, karena kamu sengaja mengatur kebakaran itu, aku sebagai kepala sekolah berhak mengeluarkanmu dari sekolah ini." Aerin menatap kepala sekolah lama dengan wajah marah, melirik ke Shawn penuh permusuhan, lalu keluar dari ruangan tersebut dengan membanting pintu kuat-kuat.
______________________
Di tahun terakhirnya SMA, satu persatu masalah besar terjadi. Kebakaran sekolah yang melibatkan dirinya adalah awal dari rusaknya hubungannya dengan orangtuanya. Puncaknya adalah kakaknya meninggal.
Aerin tidak peduli pada orang-orang yang memandangnya sebelah mata, tapi dia tidak bisa bilang dirinya baik-baik saja kalau orangtuanya sendiri yang memandanginya seperti itu. Hatinya sakit. Mereka menyalahkan atas kematian Kyle, tidak apa-apa. Karena dia juga menganggapnya begitu.
Namun saat mereka makin tidak menganggap keberadaannya sebagai seorang anak, betapa hancurnya hati Aerin. Lupakan orangtua dulu,
Aerin masih tidak habis pikir. Bagaimana bisa ada kebetulan seperti ini? Ia sama sekali tidak menyangka kalau laki-laki yang akan dijodohkan oleh kedua orangtuanya adalah Shawn.
Ya ampun, ada apa dengan dunia ini?kenapa para lelaki itu muncul lagi dalam kehidupannya di saat ia tidak berharap bertemu dengan satu pun dari mereka lagi?
Pertama Anson, yang cukup menguras emosi dan pikirannya belakangan ini. Bukan emosi karena membenci laki-laki itu. Lebih ke emosi karena merasa tidak berdaya. Ia mengakui masih memiliki rasa pada Anson, namun sadar pria itu masih amat membencinya. Tentu hatinya sakit tiap kali Anson menatapnya dengan tatapan kebencian yang mendalam. Tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa menyembunyikan kesedihannya dalam hati, hanya diketahui oleh dirinya sendiri.
Lalu, Aerin bertemu Shawn.
Shawn Andara. Laki-laki yang dia benci. Sampai sekarang ia belum bisa melupakan kejadian itu. Shawn selalu menganggapnya perempuan paling jahat hanya gara-gara melihatnya membully salah satu adik kelas mereka. Padahal adik kelas itu yang sengaja cari gara-gara dengannya. Aerin juga tidak tahu kenapa Shawn sangat amat membencinya dulu.
Huh! Jangan harap dia menerima pertunangan ini. Tidak akan pernah. Lagipula mereka memang saling membenci.
Ia akan cari apartemen secepatnya, agar orangtuanya tidak lagi memberinya tekanan. Lagipula dirinya sudah sebesar ini dan memiliki pekerjaan sendiri. Malu rasanya masih numpang hidup di rumah orangtuanya. Dia akan mulai hidup mandiri mulai besok.