Judul kecil: SUAMI KECIL YANG LENGKET DAN MANJA
Sinopsis (pendek saja):
Ini tentang remaja laki-laki yang ingin menikahi seorang gadis yang lebih tua darinya sejak pertemuan pertama. Dengan laki-laki berpostur dewasa dan gadisnya justru kebalikannya.
[Catatan penulis: tidak ada konflik berarti yang mengganggu, hanya cerita yang menghibur saja. sebab penulis tidak mau tambah stress, cukup di dunia nyata saja.]
Buat yang suka alur santai, bisa datang ke penulis. di jamin gak akan nambah beban pikiran. kecuali agak hambar. hahaha. maklum, menulis cerita juga butuh ide dan ide datangnya dari kinerja otak yang bagus. jadi, penulis harus selalu menjaga pikiran tetap tenang dan bersih agar bisa berpikir lebih imajinatif untuk menghibur pembaca semua.
love u😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LeoRa_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
Sudah seminggu Giass menunggu, namun Qiena masih belum menghubunginya. Jadi, dia mendatangi apartemen kecil gadis itu dan menunggu di tempat awal dia menunggu sebelumnya. Katanya sih, mau melihat-lihat.
Duduk di atas motornya tanpa melepas helm. Penampilannya yang masih serba hitam kecuali kemeja putih dan celana kotak-kotak khas seragam sekolahnya yang membuat sosoknya tidak mencurigakan.
Sebenarnya dia tak perlu melakukan hal ini jika tidak ada hati untuk yang di tuju barang secuil pun. Hanya saja entah mengapa, semakin dia memikirkan apa yang Ginda katakan tempo hari di gabungkan dengan kuatnya pendirian gadis itu, menimbulkan sedikit rasa gelisah di hatinya.
Seolah kegelisahan itu menegaskan bila dia tak bisa melepaskan kesempatan ini atau dia akan menyesalinya dikemudian hari.
Qiena bagaikan berlian tersembunyi yang baru ditemukan. Kalau dia tidak cepat, maka orang lain yang akan mengambilnya duluan.
Tapi, disisi lain Giass yakin seratus persen kalau dia tidak jatuh cinta pada pandangan pertama pada Qiena. Hanya saja, dia merasa nyaman berada dekat dengan gadis itu sejak pertama bertemu. Apakah ini bisa di hitung cinta?
Walau tak menampik fakta bahwa setelah berbincang dengan ayahnya tempo hari Giass mulai memikirkan tindak-tanduknya terhadap Qiena yang terbilang terlalu cepat. Padahal jelas tujuan utama dia mendatangi gadis itu adalah untuk membantu Ginda agar tidak lagi terbebani oleh sesuatu yang sebenarnya sudah selesai. Toh, Qiena sendiri tidak segalau ayahnya.
Itu yang dia simpulkan dari pertemuannya dengan Qiena. Gadis itu tak menuntut apapun atas musibah yang menimpanya. Namun, sayangnya sang ayah tidak mengikuti jalan yang sama. Mungkin karena Ginda adalah seorang ayah yang memiliki hati kebapakan sehingga tak bisa mencegah kala musibah ini menjadi beban baginya.
Lalu, disinilah letak masalahnya.
Bagaimana ceritanya dia memiliki pemikiran untuk menikahi gadis asing yang baru ditemuinya dan berkemungkinan lebih tua darinya? Apa yang merasukinya?
Giass menghela napas memikirkan misteri yang sukar dinalarkan ini.
Bertepatan dengan itu, akhirnya Giass melihat Qiena keluar dari gedung apartemennya dengan setelan yang rapi yang berkesan semi formal. Kemeja biru muda di bungkus blazer biru tinta yang senada dengan celana kulot gantungnya, juga dilengkapi dengan sepasang sepatu wedges datar hitam dan tas selempang berukuran sedang. Rambutnya yang diikat rendah menyisakan bagian yang dapat di goyangkan angin.
Secara keseluruhan, penampilannya luar biasa kala jatuh ke mata Giass yang ada di balik helm.
Matanya mengikuti langkah Qiena yang terus berjalan kearah halte bus yang tak jauh dari apartemennya tanpa menyadari keberadaannya.
Qiena kelihatan tenang menunggu bus tiba.
Melihat itu, dia jadi penasaran akan tujuan Qiena. Dia ingat bibi kemarin mengatakan kalau Qiena adalah seorang guru TK, dia jadi ingin tahu dimana letak taman kanak-kanak yang menjadi tempat Qiena bekerja.
Tidak tahu bagaimana dia harus menanggapi, saat Qiena yang imut mengajar bocah-bocah yang sama imutnya. Daripada guru dan murid, mungkin lebih cocok kalau dibilang sekumpulan bocah TK.
Memikirkan itu, sudut bibir Giass berkedut menahan tawa.
Lucu saja menurutnya.
Sebenarnya, masih sulit bagi Giass untuk membiasakan dirinya menyesuaikan usia dan paras Qiena agar pas. Karena, tiap kali melihat gadis mungil itu, bawaannya Giass selalu ingin menjadi pria dewasa untuk gadis kecilnya.
Haahhh... Mau bagaimana lagi, Qiena terlalu baby face.
Jadilah, diikutinya saja Qiena setelah gadis itu menaiki bus.
Dapat Giass lihat bagaimana berdesak-desakkan nya kondisi di dalam bus. Mungkin, karena ini masih hari kerja. Melihat itu, membuat Giass tanpa sadar merasa tidak senang. Pikiran konyolnya, memberitahunya kalau orang-orang yang berdempetan dengan Qiena sangat beruntung dapat menyentuh gadis itu baik secara sengaja atau tidak sengaja. Akan tetapi, pemikiran itu justru memancing amarahnya dengan cara yang aneh dan tak terduga.
Giass bahkan mungkin tidak menyadarinya kecuali tahu kalau dia terpancing.
Bahkan ada terbersit dibenaknya kalau lain waktu lebih baik dia yang mengantar dan jemput Qiena agar Qiena terhindar dari modus orang-orang mesum di tempat umum, serta dia yang merasa tenang.
Setelah berpikir begitu, Giass di buat tertegun. Datang dari mana sifat posesif itu? Atau mungkinkah ini yang dirasakan ayahnya Qiena juga? Dan mengapa harus Qiena?
Giass baru sadar kembali dari lamunannya begitu tiba di depan gerbang taman kanak-kanak yang terlihat sudah banyak anak kecil berdatangan satu demi satu dengan diantar oleh orang tua mereka.
Hei, dia tampaknya lupa dia juga harus sekolah!
Dari tempat Giass berdiam diri ke gerbang sejauh 10 meteran. Dia tertegun seperti orang bodoh akibat pemikirannya sendiri, memandangi Qiena yang dikelilingi murid-murid kecilnya masih berjalan bersama.
Membayangkan bila itu Qiena dan anak-anak mereka.
Masih tak menyangka dia memiliki imajinasi semacam itu.
Mungkinkah ini yang biasa terjadi bila tertarik dengan lawan jenis?
Giass merasa merinding di seluruh tulang punggungnya, namun anehnya dia suka sensasinya.
Ini gila!
Puk... Puk...
Sampai dua kali tepukan di pahanya menyentaknya dari segala kelinglungan.
Dia menunduk untuk melihat siapa pelakunya. Ternyata, seorang bocah laki-laki bertubuh bulat karena gemuk hingga pipinya gembung layaknya bakpao. Giass mengangkat kaca helm dan beradu pandang dengan lebih jelas.
Matanya menyorot seolah berkata 'ada apa?'.
Bocah polos itu mana paham, dia hanya bertanya kala Giass sudah melihat kearahnya yang dianggap sebagai respon atas tepukannya.
"Paman, kau siapa? Kenapa disini saja, tapi tidak masuk? Paman bukan guru baru?" tanya bocah laki-laki berusia 4 tahun itu dengan nada kanak-kanaknya yang amat polos.
Bahkan caranya berbicara cukup menggemaskan hingga orang lain ingin memakan pipinya, tapi Giass tidak merasa begitu.
Bagi Giass, Qiena yang paling ingin dia gigit.
Giass terdiam sejenak sebelum menjawab asal secara singkat dengan datar. "Bukan." lalu kembali melihat kearah gerbang yang sudah tak lagi ada Qiena disana.
Ini salah si bocah!
Sepertinya, Qiena sudah digiring masuk oleh para muridnya. Tampaknya juga Qiena sangat disukai oleh para muridnya.
"Lalu, paman mau apa disini? Paman penculik, ya?" tanya bocah itu lagi yang kali ini membuat Giass mengernyit tak senang.
Maklum, efek dari kebanyakan nonton kartun pahlawan super dimana setiap penjahatnya pasti mengenakan pakaian serba hitam serta berkendara dengan motor besar dan kemunculan Giass yang juga terbilang serba hitam memicu imajinasi bocah tersebut.
Tapi, sayang. Giass tidak bisa berbuat apa-apa terhadap bocah dibawah umur ini. Alhasil, lebih baik dia tanyakan saja sesuatu. Mengingat TK ini tidak begitu besar, seharusnya gurunya juga tidak begitu banyak hingga ada yang tidak saling mengenal.
"Kau kenal seorang guru bernama Qienasa Luovanna. Mungkin kalian memanggilnya guru Qiena?"
Pertanyaan penuh tebakan tersebut cukup umum sebenarnya, namun ternyata sukses merubah ekspresi polos khas anak baik-baik dari wajah bocah itu menjadi tegang seperti ikan buntal yang waspada hingga seluruh tubuhnya membangunkan duri. Dia bahkan bisa menunjukkan ekspresi sinis!
"Untuk apa mencari kekasih ku?"
Kini giliran Giass yang nyaris terjengkang mendengarnya.
Apa yang barusan masuk ke telinganya?
Apa katanya?
Apa!
Apa!
APAAAAA???!!!
Si*l!
Bocah jaman sekarang bukan main...!!!
"Dia gurumu!" geram Giass, siap untuk melawan seorang bocah dengan tinjunya.
Dia seperti tidak peduli berapa umur lawannya, kalau sudah mengibarkan bendera perang. Maka, dia ladenin.
Seandainya teman-temannya melihat tingkahnya saat ini, sudah dipastikan kalau teman-temannya akan kehilangan rahang mereka saking terkejutnya.
Bocah gembul itu dengan gaya soknya menggoyangkan jari telunjuknya yang berdaging seperti penolakan, lalu berkata. "Jodoh tidak mengenal status. Itu sudah ditakdirkan diantara kami berdua. Jadi, hush... Hush... Aku tidak akan membiarkan orang lain merebut Nana dariku."
Wajah Giass bisa memerah karena marah juga hanya karena seorang bocah. Tapi, menurutnya bocahnya sangat menyebalkan, bagaimana dia tidak tersulut. Belum lagi, apa tadi katanya? Nana? Hei! Itu gurumu! Dasar bocah!
Giass bicara diantara gigi yang tertutup. "Berapa umurmu? Qiena lebih cocok menjadi ibumu!" ingin rasanya Giass telan bulat-bulat bocah ini, berhubungan sangat penuh dengan daging.
Bocah itu melotot mendengarnya, jelas dia tak senang. Dia mendengus sebelum membalas. "Huh! Tapi, dia bukan ibuku. Dia jodohku! Tidak peduli berapa umurnya! Dia jodohku!"
Giass juga mendengus mendengarnya. "Memang kau tahu apa soal jodoh, hah?!"
"Aku tahu! Jodoh itu yang kalau sudah besar nanti akan menikah. Jadi, aku besar nanti akan menikahi Nana!" nyolot juga si bocah.
"Menunggumu besar, Qiena sudah menjadi nenek-nenek dengan banyak cucu. Kapan giliran mu menjadi istrinya? Qiena bahkan tidak akan menunggumu." tak mau kalah sekali Giass ini, sampai membuat bocah itu melengkungkan bibirnya ke bawah siap menangis.
Jadi, jengkel kan melihatnya.
"Masuklah. Tapi, ingat... Qiena itu jodohku!" usah mengucapkan kalimat yang tidak ada hubungannya dengan penenangan untuk si bocah, Giass langsung tancap gas dengan angkuh, meninggalkan bocah itu yang menangis kejer hingga seluruh wajahnya memerah.
Tangisannya menarik perhatian beberapa murid dan orang tua murid yang masih disana atau baru datang.
Mereka sebenarnya melihat keduanya, tapi tak ada yang berpikir macam-macam. Mereka bahkan menebak kalau bocah itu baru saja diantarkan oleh pemuda tadi. Siapa yang tau, sebelum pemuda itu pergi, dia harus membuat bocah itu menangis dulu.
Akhirnya, orang-orang disekitarnya mencoba menenangkannya sembari membawanya masuk ke sekolah.
.
.
.
.
.
.
.
ditunggu up lagi yah thor