Narecha memilih untuk melarikan diri dari kehidupannya penuh akan kebohongan dan penderitaan
Lima tahun berselang, Narecha terpaksa kembali pada kehidupan sebelumnya, meninggalkan berjuta kenangan indah yang dia ukir ditempat barunya.
Apakah Narecha sanggup bertahan dengan kehidupannya yang penuh dengan intrik?
Di tengah masalah besar yang terjadi padanya, datang laki-laki dari masa lalunya yang memaksa masuk lagi dalam kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ssintia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Terduga
...••••...
Echa mengerang begitu merasakan sinar matahari yang begitu terang terasa dimatanya yang tertutup.
Membuka matanya perlahan, Echa melihat langit yang sudah bersinar terang dari balik sebuah jendela besar yang berada tidak jauh di depannya.
Mengedarkan pandangan, Echa melihat sekitarnya yang begitu asing.
Entah di mana saat ini Echa berada, dia bangun hingga duduk dengan punggung menyandar pada headboard ranjang.
Mencoba mencari keberadaan ponselnya yang sialnya tidak Echa temukan membuatnya berdecak dan turun dari ranjang.
Membuka salah satu pintu, yang ternyata kamar mandi langsung saja Echa masuk untuk membasuh wajah juga menggosok gigi.
Setelah selesai, Echa keluar dari kamar mandi dan sekali lagi mencoba mencari ponselnya yang tetap tidak dia temukan.
Membuka pintu yang satunya lagi, Echa keluar dari kamar dan meneliti sekitarnya.
Rumah dimana tempatnya berada saat ini benar-benar begitu besar. Entah dimana sebenarnya Echa berada karena tempatnya benar-benar asing.
Tapi satu hal yang pasti, Echa dibawa oleh Pram. Jadi yang paling penting saat ini adalah mencari keberadaan pria itu.
Menuruni undakan tangga yang rasanya begitu panjang, begitu di bawah Echa langsung disuguhi pemandangan yang membuat jantungnya seakan berhenti bekerja.
Mengapa kedua orang tuanya berada disini.
Sebenarnya dimana Echa berada saat ini. Dan melihat Pram yang terlihat tenang ketika berbicara pada dua orang itu membuat Echa berniat untuk kembali keatas sebelum suara Pram memanggilnya membuat langkahnya urung.
Aneh sekali, mengapa rasanya Echa seperti kepergok telah melakukan hal yang aneh-aneh.
Karena Echa tidak kunjung mendekat, Pram berdiri dan menghampiri Echa yang wajahnya terlihat pucat dengan pandangan yang sulit diartikan.
Pram menggenggam tangan Echa lalu dia bawa ke tempat dimana kakak angkat dan suaminya berada.
Bisa Pram rasakan tangan Echa yang begitu dingin membuatnya meremas tangan itu dengan lembut.
"It's okay, ada saya," bisik Pram sebelum keduanya duduk di sofa yang bersebrangan dengan kedua orang tua Echa.
Echa menundukkan pandangan kentara sekali jika dia tidak ingin menatap kedua wajah yang berada di depannya.
Rasanya perasaan Echa sungguh campur aduk. Tapi yang paling pasti dia benar-benar kaget dan tidak menyangka akan bertemu lagi dengan orangtuanya, di keadaan yang seperti ini pula.
Di mana Echa berada bersama Pram di rumah yang sama meskipun sampai saat ini Echa belum ketahui milik siapa.
"Jadi?" suara Altheda yang terdengar kesal membuat Echa mengangkat kepalanya dan menatap Pram dengan bingung karena sebelumnya dia tidak ikut dalam pembicaraan.
"Seperti yang sudah saya bilang tadi kak, saya meminta izin untuk menjadikan Narecha sebagai pendamping hidup saya." Perkataan Pram yang terdengar tegas juga yakin membuat Echa terpaku.
Sungguh, apa yang Pram bicarakan, siapa yang akan menikah.
Saat akan menuntut penjelasan pada Pram, suara Altheda kembali terdengar membuat Echa urung membuka mulutnya.
"Kamu bisa mendapatkan perempuan yang lebih baik dari dia Pram, apa yang bisa dibanggakan dari perempuan yang bisanya kabur kaburan kaya dia, kakak harap kamu berpikir dengan panjang Pram."
Echa tersenyum kecut mendengar perkataan Altheda yang penuh dengan cemooh itu. Adakah orangtua di luaran sana yang berkata seperti itu pada anaknya sendiri. Sungguh miris.
Saking sakitnya hatinya Echa sampai tidak bisa berkata-kata selain mengepalkan tangannya dengan erat.
"Saya sudah yakin akan keputusan yang saya ambil kak. Dan saya mohon, jangan berkata seperti itu pada calon istri saya sekalipun dia anak kakak. Demi Tuhan, saya benar-benar menginginkan Narecha sebagai pendamping hidup saya." Ujar Pram dengan tegas.
Aura yang Pram keluarkan terasa berbeda. Lebih mencekam seolah pria itu tengah menahan emosinya. Dan Echa bisa merasakan hal itu.
"Ya sudahlah terserah kamu saja, yang penting kakak sudah beri peringatan sama kamu. Nanti kalau menyesal tanggung sendiri." Altheda berbicara dengan entengnya dan menganggap kehadiran Echa hanya angin lalu.
Bahkan sejak kedatangan Echa, Altheda tidak meliriknya sama sekali.
Tapi tak apa, Echa tidak mengharapkan hal itu terjadi sedikitpun. Echa sudah terima akan posisinya yang tidak pernah dianggap oleh kedua orangtuanya sendiri.
Selanjutnya entah apa yang dibicarakan Pram dan kedua orang itu, Echa terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri hingga mengabaikan sekitarnya.
Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang memenuhi pikirannya.
Mulai dari alasan Pram ingin menikahinya mendadak seperti ini, posisinya yang masih terasa serba salah, dan yang paling penting adalah pembahasan saat ini.
Echa tersadar ketika merasakan remasan ditangannya. Echa mengangkat kepalanya dan pandangannya langsung terkunci pada tatapan Pram yang begitu dalam.
Melirik sofa yang sebelumnya diduduki oleh dua orang kini kosong, Echa beranggapan jika kedua orang itu sudah pergi.
"Mas kenapa bilang seperti itu sama mereka? Mas kenapa mau nikahi aku? Mas pasti cuma bercanda kan? seperti yang dibilang tadi, aku itu perempuan yang engga berguna, mas engga akan mendapatkan keuntungan apapun jika menjadikan aku sebagai istri mas," ujar Echa dengan panjang lebar.
Tidak langsung menjawab, Pram melingkarkan satu tangannya pada pinggang Echa untuk dia bawa tubuh itu mendekat hingga tidak menyisakan jarak antara keduanya.
Echa tersentak kaget ketika tiba-tiba Pram berlaku seperti itu dan bukannya menjawab pertanyaannya.
"Mas tolong jawab," tuntut Echa dengan perasaan kesal karena Pram tetap diam dengan wajah tanpa ekspresinya.
"Saya akan jawab tapi kamu janji jangan potong ucapan saya apapun alasannya." Pram membelai pipi Echa yang masih terasa dingin.
Echa menganggukkan kepalanya perlahan dengan tatapan keduanya yang masih bertaut.
"Alasan saya menginginkan kamu menjadi pendamping hidup saya karena memang saya hanya menginginkan kamu untuk berada diposisi itu, dan tadi saya meminta izin pada orangtua kamu untuk menikahi kamu baby, sekalipun saya tidak pernah berniat untuk bercanda akan perasaan saya,
Satu hal yang harus kamu ingat, saya paling tidak suka jika kamu merendahkan diri kamu sendiri. Kamu sangat berharga bagi saya Narecha, jangan pernah sekalipun lagi kamu berbicara seperti tadi. Kamu sangat berharga bagi saya dan saya sungguh beruntung jika kamu bersedia untuk menjadi pendamping hidup saya sampai ajal menjemput." Ujar Pram dengan panjangnya membuat Echa tidak bisa berkata-kata.
Meresapi setiap perkataan Pram yang begitu menggetarkan hatinya, Echa, sungguh belum menyangka jika perasaan Pram benar adanya.
"Mas,"
"Jangan berbicara kalau kamu tidak sanggup baby, cukup diam dan ikuti saja semua yang akan kita lakukan, tapi satu lagi saya tanyakan untuk yang terakhir kalinya. Narecha apakah kamu bersedia menjadi pendamping hidup saya sampai ajal menjemput?" wajah Pram yang terlihat berkali lipat lebih serius membuat Echa juga berpikir dengan keras.
Setelah sekian lama diam, Echa akhirnya menganggukkan kepalanya membuat Pram menghembuskan nafasnya dengan lega.
Beban berat dipundaknya hilang seketika.
"Tapi mas, kamu beneran yakin akan menjadikan aku sebagai istri mas?"
"Tidak pernah sekalipun saya sangat yakin seperti hari ini."
...••••...