Arumi Khoerunisa, seorang wanita yatim piatu yang peristri oleh seorang pria yang selalu saja menghina dirinya saat dia melakukan kesalahan sedikit saja.
Tapi kehidupan seketika berubah setelah kehadiran tetangga baru yang rumahnya tepat disampingnya.
Seperti apakah perubahan kehidupan baru Arumi setelah bertemu tetangga baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rishalin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
"Udah ya nangisnya." Ucap Ibrahim pelan.
"Mending sekarang kamu masak, Mas tadi gak sempet makan siang. Jadi perut Mas udah laper banget." Ibrahim berusaha mengalihkan pembicaraan.
Arumi hanya bisa mengangguk lalu segera bangkit dan melangkah menuju dapur.
Arumi memulai aktivitas memasaknya meski masih dalam keadaan berantakan sambil sesekali menyeka air matanya yang masih saja mengalir di kedua pipinya.
Tetap saja Arumi merasa sesak meski ini bukan pertama kalinya Arumi mendapat perlakuan seperti ini dari Ibrahim.
Tapi Arumi tetap saja ia memaafkan Ibrahim sebesar apapun kesalahan yang dilakukan Ibrahim terhadapnya.
Meski terkadang Arumi ingin sekali lari dari semua sikap kasar Ibrahim, tapi sayang itu semua hanya ada dalam angan-angannya saja karena rasa takut kehilangan dan dibuang lebih mendominasi.
Tok... Tok ... Tok ....
Arumi tiba-tiba mendengar suara ketukan di pintu dapur. Tapi Arumi berusaha acuh saat mendengar suara ketukan itu.
Namun tak berselang lama ketukan itu kembali terdengar.
"S-siapa disana?" tanya Arumi takut.
"Aku Erlan, Mbak."
"Mas Erlan!!" Gumam Arumi heran.
Arumi segera beranjak menuju pintu dapur lalu membukanya. Dan benar saja ia disambut oleh Erlan yang masih berdiri diambang pintu.
Sepertinya pria itu sengaja menembus semak belukar yang menjadi penghalang antara rumah Arumi dan rumahnya.
Arumi dengan cepat mengusap kedua matanya yang masih menyisakan air mata.
Ia takut Erlan akan curiga saat melihat kondisinya yang berantakan.
"Mas ngapain kesini?" tanya Arumi heran.
Erlan tak menjawab pertanyaan Arumi, ia justru meraih tangan Arumi lalu meletakkan sebuah plester ke dalam genggamnya.
Sebuah plester lucu dengan motif doraemon, entah kenapa perasaan Arumi menghangat setelah menatap plester itu.
"Buat apa ini?" tanya Arumi semakin heran.
Erlan kembali tak menjawab pertanyaan Arumi, kini ia malah menunjuk kearah sudut bibir Arumi membuat Arumi refleks menyentuh sudut bibirnya.
"Awww!!" Arumi seketika merintih saat menyentuh bagian itu.
Tanpa Arumi sadari ternyata tamparan Ibrahim tadi meninggalkan luka.
"Tutup lukanya pakai itu, Mbak!" Ucap Erlan.
Tapi, Arumi justru malah mematung di tempat bak seseorang yang baru saja kepergok mencuri.
Tanpa menunggu jawaban dari Arumi, Erlan kembali mengambil plester itu dari tangan Arumi lalu mencondongkan tubuhnya untuk memasang plester itu di sudut bibir Arumi.
Arumi semakin di buat mematung oleh tindakan Erlan, meski batinnya mengatakan kalau perbuatan Erlan sedikit kurang ajar.
Tapi sayang tubuhnya malah berkhianat dan menikmati setiap sikap lembut Erlan.
Erlan kembali menegakkan tubuhnya, kali ini tangannya hendak berpindah ke pipi Arumi. Tapi, sepertinya pria itu sedikit merasa ragu.
Ia takut kali ini Arumi akan merasa keberatan dengan tindakannya. Dan benar saja, saat Arumi melihat tangan Erlan terulur ia dengan cepat memalingkan wajah.
"Mbak Arumi baik-baik aja kan?" Ucap Erlan hati-hati.
Erlan kali ini memberanikan diri untuk mengusap lembut kepala Arumi.
Beruntung kali ini ia tak mendapat penolakan dari Arumi.
Arumi yang merasa rambutnya dibelai lembut oleh Erlan, tubuhnya seketika meremang dengan jantung yang berdebar tak menentu.
Arumi seketika terhenyuh dengan apa yang dilakukan Erlan. Perlakuan Erlan saat ini seolah air hujan yang turun atas tanah yang tandus.
Arumi merasa kalau saat ini Tuhan sedang mengirim sosok malaikat dalam wujud manusia.
Arumi bahkan sampai berandai-andai kalau orang yang berada dihadapannya adalah suaminya Ibrahim.
"Ya Allah, andai saja Mas Ibrahim bisa sedikit bersikap manis seperti Erlan." batin Arumi dalam hati.
"Mbak udah merasa lebih baik?" tanya Erlan lirih.
Arumi hanya bisa mengangguk tanpa bisa berkata-kata.
Erlan menatap tubuh Arumi dari atas sampai bawah, sungguh ia merasa tak tega melihat seorang wanita yang di sakiti seperti ini.
"Kalau Mbak Arumi merasa kesakitan, Mbak Arumi berhak melawan untuk membela diri."
Arumi sedikit terhenyak setelah mendengar ucapan Erlan. Sudah sejauh mana Erlan tahu masalah keluarganya?
"Aku gak papa kok, Mas." Hanya itu jawaban yang bisa di berikan Arumi.
Terlihat jelas di mata Erlan kalau Arumi masih berusaha menutupi aib keluarganya. Tapi, Erlan melihat tatapan putus asa di wajah Arumi.
"Beneran Mbak Arumi gak papa?" tanya Erlan masih tak percaya.
"Iya Mas, aku gak papa, kok." Jawab Arumi seraya menundukkan pandangannya. Ia takut kalau Erlan melihat kebohongan dimatanya.
"Kalau Mbak Arumi beneran gak papa, jangan sedih gitu dong!" pinta Erlan membuat Arumi sedikit heran dengan ucapannya.
"Kalau Mbak Arumi senyum aku baru percaya kalau Mbak Arumi emang gak papa." Ucap Erlan lagi.
Arumi hanya bisa pasrah lalu menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum dihadapan Erlan.
"Alhamdulillah, kalau ternyata Mbak Arumi beneran gak papa." Ucap Erlan yang kini bisa bernafas lega.
"Aku masuk lagi ya, Mas. Aku lagi masak makan malam buat Mas Ibrahim." Ucap Arumi.
Arumi merasa harus menyudahi pembicaraan mereka sebelum dirinya semakin terbuai oleh semua sikap baik Erlan.
"Mbak Arumi!" Pangil Erlan sebelum Arumi kembali masuk ke dapur.
Arumi yang satu kakinya sudah kembali menyentuh lantai dapur kembali berbalik dan menatap Erlan.
"Kalau Mbak Arumi butuh bantuan, jangan ragu buat minta tolong sama aku." ucap Erlan.
Arumi hanya bisa mengangguk pelan. Ia tak bisa menolak niat baik Erlan.
Erlan yang melihat tanggapan Arumi seketika mengukir senyum. Sebuah senyum terindah yang pernah dilihat Arumi.
Senyum yang disertai tatapan tulus itu seolah menjadi obat tersendiri bagi hati Arumi yang kini mungkin sudah tak berbentuk lagi.
"Ya Allah, kenapa perasaanku tiba-tiba seperti ini. Jauhkan hambamu ini dari perbuatan yang dibenci olehmu Ya Rab." Arumi meremas dadanya yang kini merasa tak baik-baik saja.
***
"Dek, kamu udah tidur?" Arumi mendengar Ibrahim memanggilnya dari arah pintu kamar.
Arumi tak bergeming, ia masih tetap dalam posisinya. Berbaring dalam posisi membelakangi Ibrahim.
"Dek!" Ucap Ibrahim lagi yang kini mulai merangkak naik ke atas ranjang lalu ikut berbaring di belakang Arumi.
Ibrahim memeluk tubuh Arumi dari belakang. Sepertinya pria itu sedang ingin memuaskan hasratnya.
"Bangun dulu dong, Sayang!" bisik Ibrahim sambil menciumi belakang leher Arumi.
Hingga ciuman itu kini mulai merambat ke tempat lain, membuat Arumi semakin meremang dibuatnya.
Dengan terpaksa akhirnya Arumi merespon pertanyaan Ibrahim.
"Ada apa, Mas?" Jawab Arumi yang sebenarnya masih merasa sedikit kesal pada suaminya itu.
Bukannya menjawab pertanyaan Arumi, Ibrahim justru meraih bahu Arumi lalu menariknya membuat posisi Arumi seketika terlentang.
"Temenin Mas sebentar ya, Sayang." Ucap Ibrahim sambil mengusap lembut pipi Arumi.
Usapan di pipi Arumi seketika terhenti saat Ibrahim melihat plester di sudut bibir Arumi.
"Kenapa ini, Sayang?" Ucap Ibrahim yang hampir saja membuka plester itu.
"Jangan dibuka Mas!" Arumi berusaha mencegah lalu dengan cepat ia menutup plester itu dengan telapak tangan.
Arumi seolah tak rela kalau tangan Ibrahim mengotori plester itu.
"Bibir aku luka, Mas. Jadi lukanya aku tutup pakai ini." Ucap Arumi menjelaskan.
"Kamu luka karena tamparan aku tadi?"
Arumi hanya menjawab dengan mengangguk.
"Tapi, kamu dari mana dapet plester anak kecil kaya gini?" Ibrahim kembali hendak membuka plester itu. Tapi dengan cepat kembali di cegah oleh Arumi.
"Aku bilang jangan buka, Mas!" ucap Arumi. Ia benar-benar ingin melindungi plester dari Erlan.
Ibrahim sempat merasa heran saat melihat sikap Arumi yang sangat mempertahankan plester itu.
Tapi, saat melihat bahu Arumi yang sudah sedikit terbuka membuat Ibrahim kembali teringat dengan niatnya untuk mencumbu tubuh Arumi.
Cup!!
Sebuah kecupan Ibrahim mendarat sempurna di bibir Arumi.
"Mas lagi esang nih Dek!! Masukin yuk!!" Goda Ibrahim pada Arumi.
"Malam ini libur dulu ya, Mas!" Ucap Arumi sedikit takut.
Arumi masih mengingat perlakuan kasar Ibrahim tadi, ia tak mungkin bisa menikmati permainan mereka kalau ingatan saat Ibrahim menamparnya dengan keras masih menari dalam ingatannya.
Hal itu akan membuat Arumi semakin sulit mencapi puncak, sebuah hal yang selama ini hanya ada dalam angan-angannya saja.
Meski sebenarnya Arumi sangat tau, kalau Ibrahim tak mungkin mau menerima penolakan.
Pria itu pasti akan tetap memaksa Arumi sampai hasratnya tersalurkan.
Cup!!!
Tanpa menjawab ucapan Arumi, Ibrahim melumat bibir Arumi. Meski Arumi terus berusaha membungkam mulutnya, tapi lidah Ibrahim tetap memaksa masuk.
Kini lidah Ibrahim berusaha membelit lidah Arumi meski tubuhnya mendapat dorongan dari Arumi.
Tapi Ibrahim namanya kalau dia menyerah begitu saja. Ciumannya kini berubah liar dengan menciumi setiap daerah sensitif Arumi.
"Ahhh ...!" Ibrahim langsung menarik sudut bibirnya saat mendengar desahan Arumi.
"Mas udah dong!" Arumi kembali berusaha menolak dengan mengangkat kepala Ibrahim dari dadanya.
Tapi sepertinya Ibrahim masih belum mau menyerah.
"Please Dek, Mas udah gak tahan lagi nih." Jawab Ibrahim sambil membuka semua pakaian Arumi dengan kasar.
Arumi pun kini hanya bisa pasrah, karena semakin dirinya menolak Ibrahim akan semakin memaksakan kehendaknya.
Tubuh Arumi seketika melemas tanpa bisa berbuat apa-apa.
"Awww... Sakit, Mas!" rintih Arumi saat Ibrahim mulai mendorong pusakanya ke dalam tubuh Arumi tanpa aba-aba.
Ibrahim pun akhirnya memulai permainan mereka dengan kasar dan membuat tubuh Arumi semakin terasa remuk redam.
Rasa perih yang mendera area intimnya membuat Arumi tanpa sadar menitikan air mata.
Ingin sekali ia menangis meraung sejadinya saat mengingat hubungan pasangan suami istri yang seharusnya saling menikmati justru malah menyakiti.
************
************
dan jika saling sadar jika pernikahan termasuk dalam hal ibadah kpd Tuhannya, maka seharusnya Memiliki rasa Takut ketika melakukan hal diluar yg dilarang dalam suatu pernikahan itu sendiri....
walau bagaimanapun alasannya, alangkah baiknya jika diselesaikan dulu yg sekiranya sdh rusak...
Jika masih dalam suatu hubungan pernikahan itu sendiri, Jangan coba-coba melakukan hal yg berganjar: Dosa besar !!!!
bodohmu itu lho ,,