Ini merupakan cerita kelanjutan, pelengkap ending untuk cerita Pelahap Tangisan dan baca cerita pertamanya sebelum cerita ini.
Di sebuah kota terdapat seorang gadis, dia dikaruniai keluarga beserta kekasih dan hidup selayaknya gadis remaja. Hidupnya berubah drastis dikarenakan kekasihnya meninggal sewaktu tengah bekerja, disebabkan itu Widia sangatlah terpukul akan apa yang terjadi dan tidak sanggup menerimanya. Dalam keadaan kehilangan arah, tiba-tiba saja boneka yang diberikan kekasihnya hidup dan memberitahu jikalau jiwa kekasihnya masih bisa tinggal di dunia.
Dengan harapan itu, Widia memulai perjalanan untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Akankah Widia mampu mengembalikan nyawa kekasihnya? Yuk! Ikuti petualangan Widia untuk merebut kembali sang pujaan hatinya. Tetap ikuti dan dukung cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fadly Abdul f, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
09
Bab 09 Bunga Keserakahan
Setelah itu Widia tidak bisa mengakses dunia mimpi lagi karena pemiliknya sudah datang. Yang dipikirkan Widia sekarang yaitu, kalau jiwa terbagi menjadi tiga bagian dan keinginan serta pikiran Adii berada pada dirinya dan Maira. Maka angan-angan itu berada di antah berantah?
Tulisan kekasihnya ini sukar dipahami. Karena itu Widia pulang, menyusun ulang dan mendapatkan kesimpulan, misteri tentang Destyn beserta perihal lain. Sekarang yang menjadi prioritasnya menghidupkan kembali kekasihnya, dengan mengembalikan hasrat yang hilang.
Kursi Widia berputar-putar. Dia merenung menatap atap kamarnya sambil bergumam, "manusia takut kepada perihal yang mereka takuti, maka Adii juga mempelajari kematian? Ya, aku takut kamu meninggal, sama aja sih."
Widia berasumsi kalau angan-angan yang menjadi bagian jiwa Adii itu merupakan dunia mimpi itu, sementara pikirannya ada pada tubuh Maira. Maka keinginannya ada pada dirinya. Karena itu dia harus memicu jiwa terbentuk, dengan mengunjungi tempat-tempat dimana keinginannya bermula lalu jiwanya utuh seperti sediakala.
"Bisa-bisanya kamu ngotak-ngatik jiwa orang," kata Widia.
Untung kali ini dengan berbekal buku harian, mereka bisa mendatangi lokasi tanpa menerka-nerka tempat mana saja yang harus didatangi. Kelihatan keinginan-keinginan masa mudanya yang hilang bermula di kota ini, sehingga Widia dengan cepat mendatangi taman dekat kediaman.
Ayah membantu Widia sambil menunggu di mobil, Maira bersama Widia memasuki taman. Segera setelah menemukan sebuah kursi, dia merasai rasa lelah serta kantuk mirip di sekolah dasar kemarin hari. Akhirnya kini Widia terlelap memasuki dunia mimpi lagi, seperti biasa.
Dia menoleh sebuah bangku taman terdapat kekasihnya menghela napas. Widia menyerap ingatannya dan berhasil mengerti. Pada masa ini, ia yang masih sekolah terduduk dan merenung sehabis mendapatkan tolakan dari pekerjaan. Kehilangan semangat yang berasal dari mimpi-mimpi masa kecil, terpuruk dalam ketidaktahuan.
"Diia, ngapain kamu marah-marah? Harusnya kamu tahu aku lagi sibuk..." keluhnya sembari menatap telepon.
Widia membatin, "kalo gak salah.. ini waktu aku ngamuk pas Adii gak angkat telepon aku, deh."
Widia berpikir musti mengurangi kecurigaan hanya sebab dia tak menelepon dan mengira dia selingkuh. Tampak kekecewaan menindasnya ketika menyadari bahwa beberapa keinginan dan harapannya tak tercapai. Setelah itu lelaki ini mulai berwatak menjadi sinis dan pesimis, dia mula meresap dunia tidak semanis khayalan kecilnya.
Dia berjalan dan memenuhi kebutuhan hidupnya berubah menjadi lebih besar, meski begitu laki-laki ini belajar perkara mengelola harapan lebih baik supaya dia mampu mengurangi kekecewaan ketika gagal. Mempersiapkan diri untuk kegagalan dan menghadapi kemungkinan yang lebih masuk akal, lalu ia menjadi lebih baik kemudian hari.
"Lalu apa yang salah?"
Semua ingatan kekasihnya turun tidak sekaligus seperti sebelumnya, perlahan-lahan terbit semirip sebuah kilas balik dalam cerita. Ketika dia mulai memikirkan kenyataan, dia mengalami kebuntuan dan kebahagiaan menurun bahkan pernah mengalami stres berat. Perihal ini membuat Widia sedih menyaksikan secara langsung.
Widia menonton buah itu matang perlahan-lahan, tetapi dia tampaknya kadangkala iri melihat anak-anak bermain-main, seperti menginginkan hal yang serupa. Sepulang kerja bersimbah peluh mengotori pakaiannya dia menyempatkan waktu, mengamati para bocah berkelakar sambil menerbangkan layang-layang mereka.
Tatapannya begitu sedih. Pemandangan tersebut mulai membuat Widia mengigit bibir, dengan kesal berucap, "kenapa kamu nggak pernah cerita ke aku?"
Usai melepaskan kekesalan dia bangun dan mendapati Maira memandangi wajahnya. Tak lama seusai dia menatap balik, boneka ini seperti kelihatan lega, ingin mengetahui apa yang terjadi ternyata selama di dalam dunia mimpi Widia terus-menerus menggertakkan gigi.
***
Lima bulan tak terasa Widia telah mengumpulkan seluruh ingatan aneh kekasihnya. Dia sekarang berguling-guling memutar rekaman ingatan kekasihnya, akibat karena dalam tubuhnya dititipkan kekuatan Adii, dia bisa melihat kembali ingatan lama bahkan dari umur 2 tahun sampai sekarang. Ia mengintip kehidupan kekasihnya selama itu.
"Bentar, tuh cowok tertarik sama aku cuma karena nama aku Widia?!" Spontan Widia meninggikan nada bicara. Sarah yang kebetulan disampingnya membisu, menatap kakaknya dengan mata hampa, mengira ia sedang stres.
Sarah menonton dari siaran langsung Maira itu melawan Drake dan Wyfern, anehnya para tentara mengabaikan Maira bahkan menganggapnya rekan, tentu itu memunculkan pertanyaan diantara benak orang-orang. Namun, pemerintah masih membungkam mulutnya. Dia hanya bisa khawatir mengenai kakaknya yang tak memutuskan hubungan dengan kekasih masih koma ini.
Tubuh lelaki itu berbaring di ranjang pasien bersebelahan dengan kasur kakaknya. Belum menikah tapi mereka sudah sekamar, Sarah menghela napas.
"Oh kamu udah dateng, gimana hasilnya? kamu dapetkan darah yang cukup," ucap Widia.
"Uwah!"
Sarah tersentak menemukan kalau Maira membuka pintu tanpa suara. Dia memburu napas, segera menenangkan dirinya dan memelankan jantung yang berdebar kencang.
Maira membungkuk sambil melapor, "ancaman di dalam wilayah Anda sudah dibasmi. Bahkan saya sudah menemukan tempat penyihir kecemburuan, apakah kita akan menyerangnya?" Tanya Maira.
Widia mendongak menatap langit-langit, ingatannya yang menunjukan dia sudah membunuh dan mengambil kekuatan para penyihir sudah bertahun-tahun, Maira juga memiliki pengalaman yang cukup. Dengan ekspresi yang agak jahil, dia menitahkan Maira menginvasi penyihir lain.
Maira kelihatan sukar menerima, perintah tetap perintah itulah yang ditekankan tuan maka dia tak membantah dan mengangguk-anggukan kepala.
"Kak, kakak perlu, 'kah berurusan sama penyihir lain tanpa nungguin kak Adii bangun aja? Kelihatannya Maira ragu tuh!" Saran Sarah menyadari keraguan Maira, dari tingkah dan nada bicara itu kepada Sarah menunjukan keraguan.
Widia cemberut agak mengembangkan pipinya, dengan arogan berkata, "tenang aja.. Maira nggak bakalan kalah dan aku bakal ngasih ia bantuan juga. Dari sini, tentunya."
"Darimana munculnya kepercayaan diri itu. Huh?" Cakap Sarah tersenyum datar.
Pada waktu invasi Widia menanti di suatu kafe, dia tidak terjun bersama Maira seperti kekasihnya. Melainkan karena musuhnya ini bisa dikatakan seorang pemanggil mahkluk seperti kerabat naga, dia merasa jikalau Maira takkan sanggup bila sendirian, jadi ia membuat pasukan.
Meminjam penglihatan Maira, Widia bisa melihat kondisi pertempuran. Itulah kekuatan Adii yang merupakan keturunan pemilik Destyn. Dia bisa mengendalikan darah dan bisa meminjam kekuatan Maira, yaitu menciptakan berbagai mahkluk asal ada darah, bahkan caranya menyembuhkan diri kemarin hari asal dari kekuatannya.
Ada seratus lebih mahkluk merah, dengan perawakannya mirip pria dewasa dengan tangan diganti sebilah pedang dan bersama Maira menyerbu kawasan penyihir kecemburuan. Pertempuran mereka berlangsung begitu lama, hingga pasukan Drake dan Wyfern mundur, mereka tidak menyangka pasukan Widia seakan-akan bisa abadi.
"Nona, apa langkah selanjutnya?" Tanya Maira.
Widia meletakkan gelas dan menelan makanan, sebelum memberikan perintah, "kalo musuh melemah, gempur habis-habisan, lah. Pakai nanya segala beliau ini, ya?"
Dengan perintah Widia, Maira memasuki hutan tempat di mana penyihir kecemburuan tinggal dan menjadikannya sebagai wilayah. Seperti halnya Adii yang membuat kediaman Widia, menjadi wilayahnya sehingga Drake dan para Wyfern jarang sekali mendatangi rumah tersebut.