Tipe pria idaman Ara adalah om-om kaya dan tampan. Di luar dugaannya, dia tiba-tiba diajak tunangan oleh pria idamannya tersebut. Pria asing yang pernah dia tolong, ternyata malah melamarnya.
"Bertunangan dengan saya. Maka kamu akan mendapatkan semuanya. Semuanya. Apapun yang kamu mau, Arabella..."
"Pak, saya itu mau nyari kerja, bukan nyari jodoh."
"Yes or yes?"
"Pilihan macam apa itu? Yes or yes? Kayak lagu aja!"
"Jadi?"
Apakah yang akan dilakukan Ara selanjutnya? Menerima tawaran menggiurkan itu atau menolaknya?
***
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
"Mommy tetap gak setuju kamu tunangan sama gadis itu, Gevan!" seru Mom Bella.
"Mommy lupa sama ucapan Mommy kemarin?" Gevan menatap sang Mommy dengan tatapan tak percaya.
"Terserah! Pokoknya Mommy gak mau punya calon mantu seperti gadis itu. Dia masih kecil dan gak cocok sama kamu! Cari wanita yang seumuran kamu, Gevan, atau nggak yang beda 1 tahun gitu," ucap Mommy masih bersikukuh.
"Udahlah, Mom. Biarkan Gevan memilih pasangan hidupnya sendiri," sahut Dad Vilton pula.
Saat ini mereka berada di ruang keluarga. Setelah Gevan mengantarkan Ara ke sekolah, dia langsung putar balik ke rumahnya. Gevan ingin menyelesaikan masalahnya dengan Mom Bella, agar tidak semakin runyam. Lama-lama dia kesal juga dengan mommynya itu.
"Gak bisa, Dad. Mommy seperti ini juga demi kebaikan anak kita!" balas Mom Bella.
Dad Vilton menghela nafas. Sifat keras kepala istrinya itu memang sulit dihilangkan.
"Kesepakatan tetaplah kesepakatan. Mommy gak bisa larang-larang aku. Atau aku bakal bicara sama Kakek," ucap Gevan datar. Dia pun pergi dari sana, tak menghiraukan teriakan mommynya yang memintanya untuk kembali.
"Lihat! Anakmu makin keras kepala!" ucap Mom Bella pada suaminya, dan Dad Vilton hanya menghela nafas.
****
Gevan mengeraskan rahangnya, tangannya mencengkram erat setir mobil. Dia juga mengendarai mobilnya dengan ugal-ugalan, seolah tak peduli dengan keselamatannya. Yang Gevan inginkan hanyalah ketenangan. Dia frustasi selalu menuruti permintaan mommynya, jika tidak dituruti maka Mommy terus memaksa seperti tadi. Bahkan Gevan sampai membawa-bawa kakeknya agar Mommy tidak lagi keras kepala.
Kakek Gevan memiliki tahta tertinggi di dalam keluarga. Tidak ada yang ingin berurusan dengan Kakek, karena Kakek adalah mantan mafia yang kejam. Meskipun tidak akan melukai, tapi aura Kakek tidak main-main.
Dan tujuan Gevan kali ini adalah rumah Kakek. Lagi-lagi dia tidak ke kantor, entah berapa banyak urusan yang akan Nike selesaikan hari ini, Gevan tak peduli.
Tak lama kemudian, Gevan sampai di halaman rumah Kakek. Rumah sederhana bergaya Eropa itu terlihat ramai karena di sekelilingnya ada penjaga yang selalu menjaga 24 jam. Kakek tinggal bersama pelayan dan juga para bodyguard di sana. Tentu semua pekerja di sana adalah utusan Dad Vilton, selaku putra sulung Kakek.
"Di mana Kakek?" tanya Gevan pada pelayan.
"Tuan besar ada di perpustakaan, Tuan," jawab si pelayan.
Tanpa membalas, Gevan pun melangkahkan kakinya menuju perpustakaan mini di dalam rumah itu.
Gevan langsung masuk begitu saja hingga membuat Kakek menoleh kala menyadari ada seseorang.
"Ada apa datang ke sini? Tumben," sindir Kakek. Dia paham betul watak cucunya yang satu ini, jika ada sesuatu, pasti Gevan akan mendatanginya.
"Kakek lagi apa?" Bukannya menjawab, Gevan malah bertanya balik. Dia duduk di samping kakeknya yang sibuk menulis sesuatu.
"Menurut kamu?"
Gevan terdiam. Dia memperhatikan tangan keriput sang Kakek yang begitu cepat menulis kalimat di atas buku kosong. Selain suka membaca, Kakek juga suka menulis diary yang berisi kegiatannya sehari-hari dan juga isi hatinya.
"Aku ingin bicara," kata Gevan memecah keheningan.
"Bicaralah," sahut Kakek. Pria itu menutup buku tebalnya dan meminta pelayan untuk membuatkan minuman untuk mereka.
"Tentang apa?" tanya Kakek.
"Perjodohan," jawab Gevan.
Kakek tersenyum tipis. Sudah ia duga.
"Kamu ingin Kakek menghentikan
Mommy mu?" tanya Kakek.
"Iya. Aku tau Mommy juga sudah membicarakan tentang perjodohanku sama Kakek. Tapi, aku udah dapat calon istriku, Kek, jadi hentikan Mommy secepatnya."
"Kamu udah dapat calon istri? Kenapa gak bilang sama Kakek?" tanya Kakek, tak percaya jika cucunya sudah memiliki calon istri.
"Baru beberapa hari," jawab Gevan sambil menghela nafas.
"Intinya aku minta tolong hentikan Mommy dan juga rencana perjodohan itu," lanjut Gevan.
"Oke. Akan Kakek hentikan. Tapi, kenalkan gadis itu pada Kakek. Bawa dia ke sini," ucap Kakek pada akhirnya.
Gevan mengangguk setuju. Itu bukanlah syarat yang sulit baginya.
****
Di sisi lain, bukannya masuk ke kelas, Ara malah putar balik keluar gerbang sekolah yang hampir di tutup.
"Mau ke mana, Dek?" tanya satpam sekolah.
"Saya gak enak badan, Pak. Gak jadi sekolah. Tadi udah ijin kok sama guru," jawab Ara penuh kebohongan. Ya, hari ini dia akan bolos.
Pak satpam pun menganggukkan kepalanya paham, dia membiarkan Ara yang melangkah menjauhi area sekolah. Entah kemana perginya dia nanti. Yang penting tidak sekolah karena Ara lelah pikiran. Sesulit itu memang untuk tidak sedih berlarut-larut.
Ara menyetop taksi dan segera masuk ke dalam mobil taksi tersebut.
"Ke mall xxx, ya, Pak," ucap Ara dan dituruti oleh di supir.
Dia akan belanja dan menghabiskan uang yang tadi Gevan beri.
Beberapa menit kemudian, Ara sudah sampai di mall. Dia mulai memilih-milih barang. Bukan barang mahal atau baju yang Ara beli, melainkan printilan. Dari ikat rambut, jepit rambut, gelang, kalung, bando, dan lainnya. Apapun yang menurutnya lucu, akan ia ambil.
"Lucu banget," gumamnya sambil melihat boneka yang berjajar di rak. Dia mengambil boneka kecil berwarna pink, lalu dia masukkan ke dalam keranjangnya.
Begitu saja terus, sampai Ara puas.
Tanpa Ara sadari, ada sepasang mata yang melihatnya di sana.
Gevan, pria itu berniat membelikan sesuatu untuk Ara, namun, dia malah melihat gadis itu di dalam mall, tapi hanya sekilas karena siluet seperti Ara tadi berjalan ke rak-rak tinggi hingga membuat Gevan kehilangan jejak.
Gevan melihat jam tangannya. Ternyata masih jam 9 pagi.
"Masih jam segini, itu gak mungkin Ara, kan?" gumamnya sambil melihat ke dalam toko tadi.
Gevan pun kembali melanjutkan langkahnya menuju toko perhiasan. Ya, Gevan ingin membelikan perhiasan untuk Ara. Dia memang berniat memberi hadiah untuk Ara, supaya gadis itu senang.
"Tolong carikan liontin yang simpel, tapi elegan," ucap Gevan pada staff di sana.
Dengan cekatan, mereka mengeluarkan apa yang Gevan pinta. Semua liontin yang di keluarkan sangat cantik, simpel namun tetap elegan dan ada kesan mewahnya. Gevan mulai memilih liontin-liontin itu dengan seksama.
"Saya ambil ini dan ini." Gevan menunjuk dua liontin yang menurutnya cocok untuk Ara.
"Baik, Tuan."
Gevan mengeluarkan salah satu kartu ATM nya dan menyerahkan pada staff tersebut untuk membayar liontin yang dia beli.
Setelah semuanya selesai, Gevan pun segera pergi dari sana. Namun, sebelum itu dia mengirim pesan pada Ara, menanyakan keberadaan gadis itu.
****
Saking asiknya, Ara sampai mengabaikan ponselnya yang berbunyi. Hingga akhirnya, suara dering ponselnya membuat gadis itu terpaksa melihat siapa si penelpon.
Matanya terbelalak melihat nama Gevan terpampang jelas di layar ponselnya. Tak lama kemudian, notifikasi pesan pun bermunculan dari pria tampan tersebut.
"Mampus!" gumam Ara.
***
Chat dari Om Gevan nya Ara 👆👆
indah banget, ga neko2
like
sub
give
komen
iklan
bunga
kopi
vote
fillow
bintang
paket lengkap sukak bgt, byk pikin baper😘😍😘😍😘😍😘😍😘