Dalam waktu dekat, umat manusia telah mengembangkan teknologi canggih yang memungkinkan mereka melakukan perjalanan antar bintang. Misi perurkan dengan harapan menemukan planet yang layak huni. Namun, saat kru tiba setelah bertahun-tahun dalam cryosleep, mereka menemukan sinyal misterius dari peradaban asing, mengubah misi eksplorasi ini menjadi perjuangan bertahan hidup dan penemuan besar yang bisa mengubah nasib umat manusia
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifky Ramadhan Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2
Bab 2: Bangun dari Kegelapan
Kegelapan menyelimuti pikirannya, seperti kabut tebal yang sulit ditembus. Elena tidak bisa merasakan tubuhnya, hanya ada kesadaran samar yang perlahan kembali. Sekilas, pikirannya melayang-layang di antara mimpi aneh dan kenyataan yang kabur. Suara samar terdengar di kejauhan, seperti dentingan logam yang terus berulang, lalu perlahan-lahan menjadi lebih jelas.
Detak jantungnya terasa pelan, seolah berusaha mengikuti irama mesin-mesin yang mengelilinginya. Dia mencoba membuka mata, tapi kelopak matanya terasa berat, seperti tertutup oleh lapisan es. Perlahan, pandangannya mulai terbuka, meskipun semuanya masih buram. Sinar biru yang dingin dan lampu-lampu kecil yang berkedip pelan mulai bisa ia kenali.
Elena menarik napas panjang, paru-parunya terasa kaku. Udara dingin dan tipis mengisi tubuhnya yang lama tak bergerak. Di sekelilingnya, pod cryosleep mulai terbuka satu per satu. Anggota kru lainnya mengalami kebangkitan yang sama—lambat, dingin, dan sedikit menyakitkan.
"Kapten Veras, selamat datang kembali," suara robotik dari sistem AI kapal, Orion, terdengar melalui speaker di pod-nya.
Elena berusaha duduk, meskipun otot-ototnya masih terasa lemah. "Berapa lama?" suaranya serak, hampir tidak keluar dari mulutnya.
"Anda telah berada dalam cryosleep selama tujuh tahun, tiga bulan, dan empat belas hari," jawab Orion dengan nada netral yang tidak terpengaruh oleh waktu.
Tujuh tahun. Rasanya seperti sekejap, tetapi tubuhnya seolah tahu bahwa itu bukan mimpi sebentar. Waktu telah berlalu, dan misi mereka semakin dekat ke tujuannya.
Elena melompat turun dari pod, kakinya hampir tidak stabil saat pertama kali menginjak lantai logam. Seperti berjalan di atas es tipis, dia menahan keseimbangan sebelum akhirnya tubuhnya mulai menyesuaikan dengan gravitasi buatan kapal.
"Bagaimana situasi kapal?" tanyanya sambil mencoba menggerakkan bahunya untuk menghilangkan rasa kaku.
"Semuanya berjalan sesuai rencana. Kami telah memasuki sistem bintang Alpha Centauri dua minggu lalu," jawab Orion.
Dua minggu. Kapal telah berjalan otomatis selama dua minggu di sistem bintang yang asing, dan mereka baru saja dibangunkan. Itu berarti, mereka sudah hampir sampai. Hati Elena mulai berdebar. Akhirnya, setelah bertahun-tahun perencanaan, peluncuran, dan perjalanan panjang ini, mereka akan mencapai tujuannya.
Satu per satu anggota kru lainnya juga bangkit dari tidur panjang mereka. Dr. Samuel Cross tampak lebih lambat bangun, wajahnya masih pucat dan matanya lelah. Di sebelahnya, Anya Pavlov segera bergerak memeriksa konsol yang ada di dekatnya, selalu menjadi yang pertama untuk memastikan tidak ada kesalahan pada sistem kapal.
"Bagaimana rasanya kembali hidup, Sam?" Elena bertanya dengan senyum tipis saat melihat Samuel mencoba merentangkan tangannya.
“Rasanya seperti dibekukan, dicairkan, dan dihancurkan berulang kali,” jawab Samuel dengan nada humor yang datar, namun tetap ada senyum di wajahnya. Dia segera mengarahkan perhatiannya ke layar di depannya, memeriksa data lingkungan sistem bintang yang baru saja mereka masuki.
"Kapten, kita mendapatkan sinyal anomali dari arah planet yang ditargetkan," suara Orion terdengar lagi, kali ini dengan sedikit ketegangan yang tidak biasa untuk AI.
"Sinyal anomali?" Elena mengernyit, seketika tubuhnya terasa segar kembali. "Detailkan."
"Frekuensi sinyal tersebut tidak sesuai dengan pola alami dari aktivitas planet. Tampaknya berasal dari sumber buatan."
Sumber buatan. Kata-kata itu bergema dalam benaknya. Buatan. Itu berarti teknologi, mungkin kehidupan. Elena menoleh pada Samuel, yang matanya langsung melebar ketika mendengar laporan Orion.
"Kamu dengar itu?" Elena bertanya, berusaha menjaga suaranya tetap tenang meski pikirannya mulai berputar-putar.
Samuel mengangguk cepat, matanya terpaku pada layar yang menampilkan analisis sinyal tersebut. "Ya, dan ini sangat tidak biasa. Tidak ada catatan apa pun yang menunjukkan adanya peradaban di sistem ini."
Mark Harlan, pilot mereka, yang baru saja keluar dari pod-nya, berjalan mendekat sambil menggosok matanya. “Apa yang terjadi? Kita sudah sampai di tujuan?”
"Kita hampir sampai," jawab Elena, "tapi kita menangkap sinyal yang tidak seharusnya ada di sini. Sesuatu yang buatan."
Mark menatap Samuel dengan bingung. "Buatan? Maksudmu... alien?"
Samuel tidak langsung menjawab. Dia terlalu fokus pada data yang muncul di depannya. "Belum bisa dipastikan. Tapi sinyal ini sangat teratur. Frekuensinya seperti... pesan."
"Pesan?" Elena berulang, mencoba memproses apa yang sedang terjadi. Mereka datang ke sini untuk menjelajahi planet baru, mungkin membangun koloni pertama di luar sistem tata surya, tapi menemukan pesan atau sinyal dari peradaban lain? Itu sama sekali tidak ada dalam perhitungan mereka.
"Kita perlu mendekati sumber sinyal dan menganalisisnya lebih lanjut," kata Samuel, wajahnya penuh antusiasme yang campur aduk dengan kekhawatiran.
"Setuju," jawab Elena. "Mark, arahkan kapal menuju lokasi sinyal."
Mark segera kembali ke kursi pilot, meskipun gerakannya masih agak canggung akibat efek dari cryosleep yang belum sepenuhnya hilang. Jari-jarinya mulai menari di atas panel kendali, dan Horizon perlahan berbelok ke arah planet yang ditargetkan.
Anya yang berada di dekat panel teknis menambahkan, "Aku akan memastikan sistem pertahanan kita siap kalau-kalau ada sesuatu yang tidak terduga."
"Bagus. Aku tidak mau mengambil risiko," kata Elena tegas. Meskipun sinyal itu mengundang rasa ingin tahu, instingnya sebagai kapten memintanya untuk tetap waspada. Mereka tidak tahu apa yang ada di luar sana.
Beberapa menit berlalu dalam keheningan yang penuh ketegangan. Semua kru fokus pada layar masing-masing, memantau setiap perubahan kecil dalam lingkungan sekitar mereka. Layar utama di ruang kendali mulai menunjukkan citra planet yang semakin jelas. Sebuah planet yang berwarna biru kehijauan, mirip dengan Bumi, tapi dengan massa daratan yang lebih sedikit dan awan-awan tebal yang mengelilingi atmosfer.
"Planet ini bisa layak huni," kata Samuel, suaranya penuh harapan. "Tapi sinyal ini... aku masih belum mengerti asal-usulnya."
Tiba-tiba, suara Orion terdengar lagi, kali ini lebih mendesak. "Kapten, sinyal tersebut semakin kuat. Sumbernya berada di permukaan planet. Tampaknya berasal dari struktur buatan yang terdeteksi di belahan utara planet."
"Struktur buatan?" Elena langsung merasakan desiran di punggungnya. Sesuatu ada di sana. Sesuatu yang sudah ada jauh sebelum mereka datang.
Mark menatap Elena, menunggu perintah. "Apa kita mendarat, Kapten?"
Elena terdiam beberapa detik. Ini keputusan besar. Misi mereka adalah menjelajah dan menemukan planet layak huni, bukan menghadapi kemungkinan adanya peradaban lain. Tapi ini juga kesempatan yang terlalu besar untuk dilewatkan. Siapa yang tahu apa yang akan mereka temukan di sana?
"Siapkan prosedur pendaratan," kata Elena akhirnya, dengan suara tegas. "Kita akan lihat apa yang menunggu kita di bawah sana."
Horizon mulai menukik, perlahan memasuki atmosfer planet yang baru mereka temukan. Awan-awan tebal menutupi pandangan, sementara kapal bergetar akibat gravitasi planet yang mulai menarik mereka masuk.
Elena menatap layar di depannya. Pikirannya penuh dengan spekulasi dan kekhawatiran. Apa pun yang menanti mereka di bawah sana, dia tahu ini akan menjadi momen yang mengubah segalanya—bukan hanya untuk misi mereka, tapi juga untuk seluruh umat manusia