NovelToon NovelToon
Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Kognisi Pembunuh Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Teen School/College / Gangster
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Caca adalah seorang gadis pemalu dan penakut. Sehari-hari, ia hidup dalam ketakutan yang tak beralasan, seakan-akan bayang-bayang gelap selalu mengintai di sudut-sudut pikirannya. Di balik sikapnya yang lemah lembut dan tersenyum sopan, Caca menyembunyikan rahasia kelam yang bahkan tak berani ia akui pada dirinya sendiri. Ia sering kali merangkai skenario pembunuhan di dalam otaknya, seperti sebuah film horor yang diputar terus-menerus. Namun, tak ada yang menyangka bahwa skenario-skenario ini tidak hanya sekadar bayangan menakutkan di dalam pikirannya.

Marica adalah sisi gelap Caca. Ia bukan hanya sekadar alter ego, tetapi sebuah entitas yang terbangun dari kegelapan terdalam jiwa Caca. Marica muncul begitu saja, mengambil alih tubuh Caca tanpa peringatan, seakan-akan jiwa asli Caca hanya boneka tak berdaya yang ditarik ke pinggir panggung. Saat Marica muncul, kepribadian Caca yang pemalu dan penakut lenyap, digantikan oleh seseorang yang sama sekali berbeda: seorang pembunuh tanpa p

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 9

Kelvin sedang berada di ruang ganti setelah sesi latihan basket yang terasa berlalu begitu cepat. Emil, yang biasanya setia menemaninya, harus pulang lebih awal karena ada urusan mendesak.

Saat Kelvin melepas kaosnya yang basah oleh keringat, dia mendengar beberapa pemain lain mulai berbicara dengan nada sinis.

"Kalau dia enggak kaya mana bisa dia masuk tim basket," ujar Joni, melepaskan pakaiannya yang basah karena keringat.

Komentarnya langsung disetujui oleh beberapa pemain lain yang juga ada di ruang ganti.

Galih, yang baru saja menutup lokernya, menyahut, "Iya, mainnya aja enggak becus."

Kelvin menahan amarahnya, mendengarkan percakapan yang semakin menjurus pada dirinya. Sejak awal, seleksi untuk masuk dalam tim basket memang sangat ketat. Hanya yang berbakat yang bisa lolos, tetapi desas-desus tentang kekayaan keluarganya yang membantu kelolosannya terus beredar.

"Dan sekarang dia lagi main kejar-kejaran sama siapa tuh cewek? Anak baru?" tanya Joni lagi, mengingat adegan kejar-kejaran Kelvin dengan Marica yang dilihat banyak orang.

"Caca Veronika, dia masuk kelas unggulan," jawab Galih, lalu menutup lokernya dengan suara keras. "Dikira keren malah jatuhnya alay," tambahnya sambil tertawa, membuat beberapa yang lain ikut tertawa.

\~\~\~

Rendra tengah asyik bermain game bersama teman-temannya di ruang santai, dimana suasana terasa sangat seru dengan tawa dan canda yang menghiasi setiap momen. Layar komputer mereka penuh dengan aksi, dan setiap pemain terfokus pada permainan.

"Lo masih pacaran sama Zerea?" tanya Revan sembari tetap menatap layar, jarinya lincah menekan tombol-tombol di kontroler.

"Masih," jawab Rendra dengan santai, pandangannya tidak lepas dari permainan.

Revan tersenyum tipis. "Kapan lo mau putusin dia?" tanyanya, nadanya terdengar setengah bercanda namun juga setengah serius.

"Belum tahu," jawab Rendra tanpa sedikit pun mengalihkan perhatiannya dari permainan.

Leo, yang duduk di sudut ruangan, menggeser posisi duduknya untuk mencari tempat yang lebih nyaman. "Habis putus dari Zerea, lo sikat aja Diana, anak 3B. Dia cantik," saran Bimo sambil menatap layar dengan serius, jarinya sibuk menekan tombol.

Rendra tertawa kecil. "Gampang lah itu," ucapnya dengan nada percaya diri, seolah-olah hal itu tidak memerlukan usaha sama sekali.

Percakapan mereka yang ringan dan penuh canda ini menggambarkan betapa mereka masih menikmati masa-masa remaja mereka dengan segala keisengan dan dinamika hubungan. Rendra, meskipun terdengar santai, sebenarnya merasa ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

Hubungannya dengan Zerea tidak sesederhana yang dibicarakan teman-temannya, tetapi dia memilih untuk tidak memikirkannya terlalu dalam saat ini. Baginya, momen bermain game bersama teman-temannya adalah pelarian yang sempurna dari kompleksitas kehidupan remaja yang penuh dengan drama.

\~\~\~

Emil tiba di mansion Kelvin setelah menyelesaikan urusannya. Dia merasa lega bisa bersantai sejenak dan memilih untuk duduk di ruang tamu yang luas. Dengan sebungkus camilan di tangan, dia menikmati suasana rumah yang biasanya tenang dan nyaman. Namun, kali ini ada yang berbeda.

Dari tempat duduknya, Emil bisa melihat ke arah halaman belakang di mana Kelvin tengah sparing dengan belasan orang. Pemandangan itu membuat Emil mengernyitkan dahi. Kelvin biasanya tidak seagresif ini dalam latihannya, tetapi kali ini terlihat jelas bahwa dia tengah meluapkan amarahnya. Gerakan Kelvin cepat dan penuh kekuatan, setiap pukulan dan tendangan tampak lebih intens dari biasanya.

"Dia kenapa sih?" pikir Emil sambil menggigit camilan.

Dia mengamati Kelvin yang terus menyerang lawan-lawannya dengan semangat yang tidak biasa. Setiap kali salah satu dari mereka terjatuh atau mundur, Kelvin tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti atau melambat. Emil bisa merasakan ada sesuatu yang sangat mengganggu sahabatnya itu.

Kelvin, dengan keringat yang bercucuran, tidak peduli dengan rasa lelah. Setiap gerakan yang dia lakukan seolah-olah dilakukan dengan penuh emosi. Emil bisa melihat sorot mata Kelvin yang penuh kemarahan dan determinasi. Dia tahu Kelvin dengan baik, dan bisa merasakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres.

"Hey, Kelvin! Lu kenapa sih?" seru Emil dari tempatnya duduk, mencoba menarik perhatian Kelvin. Namun, Kelvin tidak merespons.

Dia terus fokus pada sparingnya, seolah-olah dunia di sekelilingnya tidak ada. Emil menghela napas panjang. Dia merasa perlu mencari tahu apa yang membuat Kelvin begitu marah.

\~\~\~

Marica makan dengan tenang, menikmati setiap suap tanpa memedulikan sekitarnya. Di seberang meja, Tian terus curi-curi pandang ke arah Marica, penasaran dengan gadis yang tampak tenang di depan mereka.

Suasana yang semula tenang segera berubah ketika Yura, dengan senyum licik, memutuskan untuk memulai percakapan yang bertujuan menjatuhkan reputasi Marica di mata Tian.

"Ca, di sekolah lo kenapa kejar-kejaran lagi sama Kelvin?" tanya Yura dengan nada yang dibuat-buat akrab, meski ada niat tersembunyi di balik pertanyaannya.

Tian, yang tidak tahu-menahu soal ini, langsung menunjukkan ketertarikannya. "Kejar-kejaran?" tanyanya, alisnya terangkat penasaran.

Yura melihat peluang untuk membuat Marica terlihat buruk dan melanjutkan, "Iya, kak. Kemaren juga gitu. Sampe Caca loncat dari lantai dua, makanya kakinya pincang," ceritanya dengan nada dramatis, berharap menimbulkan reaksi dari Tian.

Marica tetap diam, memilih untuk fokus pada makanannya dan tidak terprovokasi oleh Yura. Namun, Tian semakin tertarik dengan cerita itu. Dia menatap Marica dengan campuran khawatir dan heran, membuat Marica akhirnya menghentikan aktivitas makannya.

"Tadi aku lihat dia juga kejar-kejaran lagi sama Kelvin, di lapangan," lanjut Yura, menambahkan bahan bakar ke dalam api yang sedang dia nyalakan. Matanya berbinar dengan kepuasan saat melihat Tian semakin tertarik.

Tian menatap Marica, sekarang dengan pandangan yang lebih tajam. "Lo gila? Loncat dari lantai dua?" ucap Tian, nada suaranya setengah khawatir setengah marah.

Marica akhirnya menatap Tian, menghela napas panjang. "Itu bukan seperti yang Yura bilang, Kak. Ada situasi yang membuat gue harus begitu. Gue enggak sembarangan ambil risiko."

"Situasi apa? Sampai lo harus loncat dari lantai dua?" Tian mendesak, ingin tahu lebih jauh.

Marica mengalihkan pandangannya sejenak, mencari kata-kata yang tepat. "Kelvin itu kadang cari masalah, Kak. Gue cuma berusaha menghindar, dan itu yang paling cepat gue lakukan saat itu."

Tian masih menatap Marica dengan tatapan penasaran, tak sepenuhnya yakin dengan jawaban sebelumnya. Dia mencoba mencari penjelasan lebih lanjut, berharap bisa memahami situasi yang sebenarnya. Yura, di sisi lain, memasang telinganya lebar-lebar, ingin mendengar setiap detail yang bisa dia gunakan untuk kepentingannya sendiri.

"Tapi enggak harus loncat juga, kan? Lagian, apa sih masalah lo sama dia sampai kayak gitu?" tanya Tian, ingin mendapatkan klarifikasi.

Marica mengambil napas dalam, lalu memutuskan untuk memberikan jawaban yang bisa memukul balik Yura. Dengan nada dramatis, dia menjawab, "Dia obses sama gue. Makanya gue putus sama dia. Dan waktu ketemu lagi, dia malah makin gila."

Yura yang mendengar itu, tersentak sedikit. Dia tidak menyangka Marica akan menjawab dengan cara seperti itu. Tian, yang semakin bingung, mencoba memahami maksud dari pernyataan Marica.

"Obsess gimana?" tanya Tian, benar-benar kebingungan.

Marica melirik Yura dengan mata yang berkilat, lalu kembali menatap Tian. "Dia selalu ngikutin gue, Kak. Mau gue di mana pun, dia selalu muncul. Awalnya gue pikir dia cuma bercanda, tapi makin lama, dia makin intens. Bahkan, dia pernah masuk ke rumah gue tanpa izin," kata Marica, menambahkan bumbu untuk memprovokasi Yura lebih jauh.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!