NovelToon NovelToon
Bintang Antariksa

Bintang Antariksa

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Fantasi Timur / Romansa
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: ajab_alit

Aku adalah anak perempuan yang memiliki nama “Upeksa Nayanika”. Aku suka buku dan hal-hal yang menakjubkan. Tapi tanpa ku sadari… aku juga salah satu dari bagian hal yang menakjubkan. Hidupku aneh setelah kejadian itu muncul. Tapi, Apakah aku akan bertahan dengan hal menakjubkan itu? Maukah kamu mengenal ku lebih dalam wahai para bintang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ajab_alit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 7

“Aku adalah wadah bagi api. Elemen cahaya serta elemen lain akan merubah warnanya. Ku menginginkannya, api sang pelindung.” Seketika api pun keluar dari tangan Abya bagaikan sulap. Api itu berwarna emas seperti buku yang berubah menjadi bola cahaya karena ucapan Abya yang bagaikan sihir sebelumnya. Satu menit kemudian api itu pun menghilang.

“Aku mau, aku mau mencobanya. Ajari aku itu!” girang Naya dengan mata berbinar nya. Naya antusias dengan apa yang ia lihat barusan. Abya yang melihat ini tersenyum. Ekspresi Naya memang selalu menjadi hiburan kecil baginya. Abya pun memegang tangan Naya yang sebelumnya terkepal didepan dada empunya. Ia membuka tangan Naya, membuatnya mekar.

“Sekarang fokuslah ke tangan mu. Lalu, ucapkan mantra yang baru saja ku ucapkan tadi,” ucap Abya memegang tangan bawah Naya. Kini, ia menatap temannya dengan serius. Naya mengangguk. Ia pun mulai fokus ke tangannya dan mulai mengucapkan mantra yang sebelumnya diucapkan oleh Abya.

“Aku seperti merasakan ada suara gagak di sekitar kita,” sindir Abya setelah tak ada yang terjadi disekitar mereka.

“Aku juga mendengarnya. Gagak itu tertawa terbahak-bahak.” Naya membalas sindiran Abya dengan datar. Setengah dari dirinya merasa malu dengan hal ini, sehingga mengakibatkan dirinya menjadi tak berekspresi. Abya memukul pelan bahu temannya itu.

“Tak apa… ini masih permulaan, wajar jika kau gagal,” ucap Abya memberi semangat. dirinya berjinjit, lalu mengelus-elus rambut orang yang ada didepannya. “Hal yang terpenting teruslah berlatih, hingga warna dari kekuatanmu muncul. Ingat, tak ada usaha yang mengkhianati hasil.”

“tapi, terkadang hasil juga mengkhianati usaha. Jadi, apa yang kau katakan itu tidak sepenuhnya benar.”

“kalau gitu, tinggal usaha lagi aja karena itu belum berakhir kita masih dalam proses.”

Setelah Abya mengucapkan kalimat tersebut, Pintu kamar Naya terbuka. Mereka melihat bersamaan ke pintu itu karena ingin tahu siapa yang membukanya. kepala ibu Naya pun muncul di sela-sela pintu tersebut.

“Abya, ibu kamu sudah menjemput. Ayo turun, nak,” ucap ibu Naya lembut.

“Oke, bu. Nanti abya turun,” jawab Abya.

“Ibu tunggu ya, nak,” pintu pun tertutup setelah ibu Naya mengucapkan kalimat itu. Abya melihat Naya yang juga sedang melihatnya. Ia tersenyum, lalu mencium tangan bocah yang ada didepannya. “Aku pergi dulu ya. Nanti kita main lagi, oke.”

Naya terdiam. Ia agak syok dengan perilaku Abya sebelumnya. Setelah nya Abya pun pergi, ia pergi meninggalkan bocah perempuan itu dengan kesenangan. Kurasa tugasnya selesai lima puluh persen kali ini.

...###...

Sudah sejam Naya menatap telepon kaleng dikamar nya itu, tapi benda itu sama sekali tak bergoyang. Naya menggigit cemilannya yang sudah tersedia dimeja sambil menatap benda besi itu dengan lekat. Terkadang ia akan mondar-mandir di kamarnya sambil melihat ke jendela untuk mengecek apakah temannya itu sudah ada dikamarnya. Jika ia lelah mondar-mandir, ia akan kembali duduk dikursi belajarnya yang berada di samping kasur frozen miliknya. Saat sudah bosan untuk terus melihat ke jendela, Anak perempuan itu akan membaca buku kesukaannya, yaitu bintang antariksa. Lalu, kalau ia juga sudah bosan membaca, dirinya akan melatih sihir yang sebelumnya ia pelajari dari Abya. Naya akan terus melakukan hal itu secara berulang sampai telepon penghubung miliknya bergoyang secara pelan atau brutal.

Sial, kali ini cemilan milik Naya habis. Naya memutar bola matanya malas, lalu membuka pintu kamar nya dengan kasar. Ia berjalan dengan ogah-ogahan hingga dirinya sampai di dapur. Naya membuka rak cemilan, mengambil satu toples biskuit regal, menutup kembali rak camilan itu, kembali berjalan dengan ogah-ogahan, lalu menutup pintu kamarnya dengan kasar kembali. Naya kembali melihat kejendela dengan rasa malas yang menempel pada dirinya. Namun, rasa malas itu kini hilang dan berganti menjadi semangat karena kaleng itu kini bergerak . Ia pun menaruh toples cemilan itu ke meja, bergegas ke jendela dengan menyeret kursi belajarnya, lalu membuka jendelanya yang sangat besar.

Angin pun menghampiri wajah imut Naya, Benda tak berwujud itu membuat Naya menutup matanya. Naya membuka matanya secara perlahan ketika angin sudah tak menghampirinya. Tapi… ketika ia membuka mata, moodnya langsung turun secara drastis karena Jendela Abya tak terbuka. Namun, ada kertas yang tergantung di dinding dekat jendela bocah lelaki itu.

‘Aku sudah tidur. ‘ itulah tiga kata yang tertulis disana. Kalimat yang sangat singkat dan padat serta mampu membuat suasana hati berubah. Naya menutup jendelanya kasar, menyeret kursinya kembali ketempatnya, lalu duduk dikursi itu dengan kondisi tangan yang sudah terlipat di depan dada dan pipi yang menggembung.

‘Bosan banget hari ini,’ batin Naya dengan pandangan yang tetap mengarah ke jendela. Sedetik kemudin sebuah ingatan tentang perpisahan dirinya dan Timira pun terlintas diotak bocah kecil ini. Sebuah lampu kuning pun muncul, ia memiliki ide yang mungkin brilian untuk menghilangkan kebosanannya. Naya menutup mata menggunakan kedua tangannya seperti sedang bermain petak umpet.

“Timira, aku membutuhkanmu. Ayo kita main bersama,”ucap Naya dengan suara yang sangat pelan. Hening… tapi Naya tak bosan menunggu di kegelapan.

“Mau main apa emang?” tanya seseorang tepat ditelinga kanan Naya. Mendengar suara yang sangat khas itu, Naya langsung menaruh tangan yang sebelumnya ia gunakan untuk menutup kedua matanya ke paha. Bocah kecil itu menoleh ke kanan secara perlahan. Matanya kembali berbinar ketika melihat senyum dan wajah yang sama persis dengan dirinya. “Hei, apa kabar, aku?”

“TIMIRAA!!” teriak Naya senang sambil mendekap erat orang yang benar-benar mirip dengannya itu. Timira pun hanya bisa pasrah karena dekapan itu dilakukan secara tiba-tiba.

“Lain kali pelankan suaramu saat bertemu denganku. Aku hanya bisa dilihat oleh mu bocah. Ngomong-ngomong bisakah kau lepas kan aku? Rasanya sesak dipeluk secara tiba-tiba dengan erat,” bisik Timira tepat ditelinga kanan Naya. Naya pun langsung melepaskan pelukannya, lalu menggangguk.

“Baiklah. Omong-omong sebelum bermain, ada yang ingin ku tanyakan padamu.”ucap Naya dengan nada yang serius. Timira mengangkat sebelah alisnya, penasaran dengan apa yang akan diucapkan Naya selanjutnya. “Apa kau biasanya keluar dari tempat itu, seperti ini? ”

“Tentu saja. Terkadang aku malah merasuki orang lain untuk membeli barang-barang di duniamu, seperti makanan dan boba,” balas timira.

“Kalau begitu, apakah kau yang melempar sepatu saat bazar?”

“Bazar? Apa itu?” Tanya timira dengan tangan terlipat didepan dada.

“Tempat bertemunya pembeli dan penjual untuk melakukan transaksi jual beli barang atau jasa. Konsepnya mirip dengan pasar. Bedanya, bazar diselenggarakan dalam jangka waktu beberapa hari dan tidak permanen seperti pasar,” ucap Naya panjang lebar. kemudian, Bocah itu mengambil satu buah cemilan didalam toples yang baru saja ia ambil dari dapur, ia memasukkannya ke dalam mulut. Bocah itu pun mengambil satu buah camilan lagi untuk ditawarkan dengan teman ajaibnya.

Timira menggelengkan kepalanya sebagai penolakan. “Terimakasih untuk penjelasannya. Sekarang, mari kita kembali ke pertanyaanmu. Ya, memang benar aku yang melakukannya, Waktu itu… aku hanya ingin iseng ke orang lain saja.”

“Lalu, bagaimana dengan guru matematika dikelas ku? Apakah kau pernah merasukinya?”

“Tidak pernah. Lagipula aku membenci angka. Jadi, nggak mungkin aku merasuki orang yang akan mengajarkan hal itu ke orang lain,” jawab Timira tanpa berpikir. Setelahnya, ia pun berbalik ke arah kasur, lalu berbaring disana sambil menatap langit-langit kamar Naya. “Aku bosan dengan pembicaraan ini, bisakah kita bermain? Bukankah kau memanggilku untuk itu?”

“Iya juga. Aku lupa dengan hal itu sangking terkejutnya, karena… kau bisa muncul saat ini,” ucap Naya tersentak. Dasar bodoh, bisa-bisanya ia melupakan tujuan awalnya. Timira memutar bola matanya malas karena ucapan bocah yang sangat mirip dengannya. Ia mengganti posisi tidurnya yang awalnya menatap ke langit, kini menatap ke jendela kamar naya yang amat sangat besar. Ia menutup matanya, mencoba untuk tidur Karena sudah muak dengan ucapan Naya.

“Kita tidur saja, bocah. Pertanyaanmu cukup sampai disini saja,” ucap Timira.

“Oh, ayolah… jangan seperti ini, mari kita bermain.” Seketika Naya bangkit dari duduknya. Ia menghampiri Timira, lalu mengguncang tubuhnya secara brutal. Tapi sayang, Timira tak bergerak dari posisinya. Ia masih tetap menutup matanya, tertidur dengan tenang. Namun, bisa jadi ia hanya berpura-pura.

“TIMIR-MMM!!” teriak Naya yang tak terselesaikan karena lawan bicaranya itu menutup mulut miliknya dengan tangan kiri sambil menatapnya tajam. Naya memberhentikan teriakannya, ia terdiam bagaikan seorang kelinci yang ditatap oleh harimau.

“Kau tau nay, kau bisa dianggap gila jika berbicara terlalu keras. Aku harap kau tau apa maksud dari ucapan ku,” ucap Timira masih dengan tatapan tajamnya yang dibalas dengang anggukan. Timira pun menurunkan tangannya, lalu kembali ke posisi sebelumnya. Hening… keduanya tak saling berbicara.

“Jadi, kita nggak main ni?” ucap Naya dengan pandangan tertunduk sambil memainkan jari-jarinya. Dirinya merasa sedih. Ia juga tak berani menatap tubuh didepannya sebelum sosok itu menjawab.

“Kalau aku ajak kau bermain menjadi burung merpati, apa kau mau?” tawar Timira. Naya mendongak, melihat Timira yang sudah menatapnya dengan wajah datar. Naya tersenyum, lalu ia mengangguk.

“Tapi, bagaimana cara kita pergi ke sana?”

“Gampang… kau hanya perlu memegang tanganku saja.” Timira mengulurkan tangannya agar Naya dapat memegangnya. “nah. Ayo pegang.”

Naya menghampiri tangan itu dengan rasa ragu. Tetapi, ia tetap saja memegang tangan Timira dengan kondisi mata yang tertutup. Timira pun tersenyum. Ia tahu, sepertinya Naya membayangkan sesuatu yang mengerikan, karena ia menutup matanya. Setelahnya, kabut hitam dan cahaya mengelilingi mereka dan Tidak sampai satu detik, mereka pun sudah menghilang dari kamar itu.

###

“Sekarang bukalah matamu, bocah. Tak ada yang berbahaya ditempat bermain kita.”

Naya membuka matanya secara perlahan. Hal pertama yang ia lihat adalah langit gelap dan awan putih yang bertebaran. Seketika mata Naya berbinar, kejadian ini persis seperti saat ia memasuki cermin ajaib untuk pertama kalinya. Naya melangkahkan kakinya tanpa ia sadari. Ia merasa takjub dengan apa yang ada didepan matanya. Semakin lama, Naya semakin dekat dengan ujung awan yang ia pijak. Untung saja Timira menyadari hal ini dan buru-buru membuat jembatan awan dengan sihirnya, karena kalau ia terlambat mungkin ia bisa mati.

Timira menghela nafasnya, lalu menatap punggung Naya sesaat. Kemudian, Ia memasang kuda-kuda, berlari agar jaraknya dan Naya berkurang, berhenti ketika ia sudah ada disamping naya, menepuk pundak Naya sekali hingga akhirnya orang yang mirip dengannya ini kembali sadar.

“Berhati-hatilah. Kita sedang tidak menginjak tanah sekarang, sekali kau salah dalam melangkah, kematin akan menjemput,” peringat Timira serius. Lagi-lagi Naya pun merespon Timira dengan anggukan. Timira memutar bola matanya malas untuk yang kedua kalinya, menjaga Naya ternyata cukup melelahkan.

“Sudahlah, ayo kita main. Langkah pertama, kau harus keluarkan sayapmu terlebih dahulu.”

“Sayap?” Naya memiringkan kepalanya heran.

“Iya, sayap. Kau sudah punya itu sejak kecil. Hanya saja… kau tak tau cara memakainya.” Timira menaruh satu tangan di punggung Naya, tangan itu mengeluarkan sinar hitam dan keemasan secara bersamaan. “Makanya, kita disini untuk mengeluarkannya.”

“Kalau begitu, akan seperti apa sayapku? Apakah seperti… milik pendosa?” Tanya Naya girang. Mata kiri bocah itu mulai berubah. Matanya yang berwarna hitam kini menjadi warna biru laut yang indah. Saat Timira menatap wajah ceria itu ia sama sekali tidak senang. Aneh… seharusnya ia tak mempunyai ingatan itu lagi.

“Sangat cantik. Bahkan, milik wanita buta itu akan kalah dari sayap mu,” ucap Timira dengan senyum yang terlukis diwajahnya. “Sekarang, coba gerakkan sayap indahmu ini.”

“Seperti… ini….” Naya menaik turunkan sayapnya. Ia merasa punggungnya agak berat setelah ia menerima sayap. sekilas, Naya melihat bagaimana warna dari sayapnya. Disisi kanan sayapnya berwarna putih awan, sedangkan disisi kiri sayapnya berwarna hitam pekat. Benar apa yang timira katakan, sayapnya cantik. “Lalu, bagaimana cara ku untuk menggunakannya?”

“Gampang saja.” Timira menjeda kalimatnya. Ia melangkah, lalu berbalik untuk melihat Naya. Sayap panjang dan ramping dengan ujung yang sedikit melengkung keatas serta warna yang berbeda pun muncul dibelakangnya. Sayapnya mirip dengan sayap Naya dan sayap merpati. “Kau hanya perlu menjadi seperti burung, lebih tepatnya merpati.”

Timira berjalan mundur. “Lihat, amati dan pelajari.” Timira menjatuhkan dirinya. Naya terkejut, jantungnya berdetak dengan cepat. Ia berlari keujung awan, lalu melihat ke bawah. Sayangnya, ia tak melihat siapapun disana.

“Selamat tinggal timira. Aku akan mengenang mu seumur hidup….”

“Hei, aku masih hidup bocah!” protes Timira saat ia mendengarkan kalimat dramatis itu. Naya mendongakkan kepalanya. Ia melihat Timira yang sedang terbang diatasnya sambil melipat tangan di depan dada. Sayap Timira yang lebar, naik-turun. Ia tetap terbang stabil di langit, walau dirinya tak bergerak sama sekali. “Ayolah, bocah. Jangan terus melihatku seperti itu. Kau juga punya sayap untuk terbang.”

“Caranya?” Naya menaikkan satu alisnya.

“Gerakkan sayapmu seperti sebelumnya, lalu jangan terlalu tegang. Itu akan menggangu proses penerbangan,” pinta Timira yang langsung dilakukan oleh Naya. Naya menaik turunkan sayapnya sambil merilekskan diri. Beberapa menit kemudian, kakinya menginjak udara. Ia berhasil. Ia bisa terbang. Tapi, itu tak berlangsung lama. Lima detik kemudian, Naya terjatuh dan mendarat diawan yang sebelumnya ia injak.

Timira menghela nafasnya. Padahal ia tadi ingin memuji Naya karena berhasil dalam tahap pertama, tapi kurasa kata-kata itu tak diperlukan sekarang. Timira mengulurkan tangannya pada sosok yang sedang mengelus-elus pantatnya karna kesakitan. Sebelumnya, awan yang ia injak bukanlah awan biasa. Awan ini sudah diberikan sihir pengerasan oleh Timira agar mereka bisa menginjakkan kakinya disini.

Naya yang sadar dengan uluran tangan Timira merasa sedikit bingung. Dirinya melihat ke Timira yang menatapnya dengan senyuman. Sedetik kemudian, Timira memutar bola matanya malas. Ia mengambil satu tangan Naya, lalu meletakkannya diatas tangan miliknya. “Aku rasa perkataan orang-orang yang mengatakan kau pintar adalah omong kosong. Coba lakukan hal tadi sekali lagi. Tapi, tetaplah pegang tanganku. Aku akan membantumu sedikit rileks dan tetap fokus.”

Naya menganggukkan kepalanya. Ia memegang erat tangan Timira, lalu bangkit dari duduknya. Ia pun melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Saat Naya akan jatuh, Timira membuatnya tetap terbang dengan sihirnya.

“Jangan menatapku dengan mata berbinarmu. Kepakkan sayapmu terus karena sihirku tidak akan bertahan lama,” ucap Timira dengan penuh keseriusan. Seketika Naya mengubah raut wajahnya. Ia menatap Timira lekat, berusaha fokus dan rileks. “Jangan menatapku dan jangan kaku. Tutup matamu, bayangkan kau bisa terbang tanpa bantuanku.” Sesuai perintah timira ia menutup matanya. Membayangkan dirinya menginjak udara tanpa bantuan siapapun. Ia juga fokus mendengarkan tiap ucapan Timira.

“Seimbangkan sayapmu, sebelah kiri bergerak lebih lambat dari yang sebelah kanan,”sambung Timira.

Beberapa menit kemudian, ia tersenyum. “Bagus, kau melakukannya dengan baik.” Timira melepaskan tangannya dari Naya. “Sekarang, buka matamu dan tetaplah fokus.”

Naya membuka matanya perlahan. Sekarang, ia terbang tanpa bantuan siapapun. Ia berhasil… mungkin.

1
apayaaaa
bagus bet, seruu fantasi nya
ajab_alit: makasih atas komentarnya kakak
total 1 replies
Yusup Muzaki
terasa kdunia pantasi ...walw ceritanya masih blom dpahami
ajab_alit: nanti lama-lama juga ngerti kok, kak.
total 1 replies
Shinn Asuka
Setting ceritanya memang hebat banget! Bener-bener dapet jadi mood baca di dunia fiksi ini. ❤️
ajab_alit: terimakasih
total 1 replies
XVIDEOS2212
Gak sabar lanjut baca!
Debby Liem: tuiiooooo
ajab_alit: untuk kelanjutan akan saya up besok. di tunggu saja ya/Smirk/
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!