NovelToon NovelToon
Between Hate And Love

Between Hate And Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Teen School/College / Diam-Diam Cinta
Popularitas:6.3k
Nilai: 5
Nama Author: Lucky One

Dira Namari, gadis manja pembuat masalah, terpaksa harus meninggalkan kehidupannya di Bandung dan pindah ke Jakarta. Ibunya menitipkan Dira di rumah sahabat lamanya, Tante Maya, agar Dira bisa melanjutkan sekolah di sebuah sekolah internasional bergengsi. Di sana, Dira bertemu Levin Kivandra, anak pertama Tante Maya yang jenius namun sangat menyebalkan. Perbedaan karakter mereka yang mencolok kerap menimbulkan konflik.

Kini, Dira harus beradaptasi di sekolah yang jauh berbeda dari yang sebelumnya, menghadapi lingkungan baru, teman-teman yang asing, bahkan musuh-musuh yang tidak pernah ia duga. Mampukah Dira bertahan dan melewati semua tantangan yang menghadang?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lucky One, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pindah

Malam harinya, Ibu Maura sibuk di kamar Dira, menyiapkan barang-barang yang akan dibawa untuk kepindahan ke Jakarta. Dira hanya berbaring di tempat tidur, memeluk gulingnya erat-erat, menatap kosong ke arah langit-langit. Diam, tak mau berbicara pada ibunya, masih marah dan kecewa dengan keputusan yang dipaksakan padanya. "Dira, bantuin ibu dong beresin baju kamu yang banyak ini," Ibu Maura berkata sambil menepuk kaki Dira, mencoba menarik perhatian putrinya yang tampak tenggelam dalam pikiran sendiri. Dira tetap diam, tak memberikan respon apapun. Tanpa melihat ibunya, ia memejamkan mata, pura-pura tidur. Ibu Maura menghela napas panjang, matanya memandang putrinya dengan campuran rasa lelah dan sayang. "Aduh, punya anak gadis begini amat. Pusing ibu," gumamnya, tak mampu menahan keluhan dari bibirnya.

“Dira, bangun. Ra, bangun!” Suara yang tak asing bagi Dira menggema di telinganya, membangunkannya dari tidur. Dengan mata yang masih berat, Dira membuka kelopak matanya. “Nadin? Kok lo di sini?” tanyanya, bingung melihat sahabatnya berdiri di samping tempat tidur.

“Lo mau pindah ke Jakarta, kan? Tadi malam nyokap lo ngehubungin gue buat datang ke sini,” jawab Nadin sambil tersenyum tipis. “Apa? Nyokap gue hubungin lo? Buat apa?” tanya Dira, terkejut dengan informasi itu.

“Ya buat perpisahan lah, masa lo mau pergi tanpa pamitan sama gue? Gue sedih tau lo mau pindah.” Nadin memeluk Dira erat, mencoba menyembunyikan kesedihannya di balik tawa. Dira terdiam sejenak, memandang kosong. “Beneran gue pindah? Ini bukan mimpi?” suaranya parau, masih berusaha menerima kenyataan.

“Tok Tok Tok...” Suara ketukan pintu terdengar, mengalihkan perhatian mereka. “Dira, cepat siap-siap. Ibu tunggu di bawah,” suara tegas Ibu Maura terdengar dari luar kamar. “Din, gue beneran pindah, nih. Nyebelin banget sih, harus pindah ke Jakarta. Lo kan tahu sendiri, kehidupan gue itu di sini,” keluh Dira, matanya mulai berkaca-kaca.

Nadin memandangnya dengan penuh kecurigaan. “Gue curiga, lo nggak mau pindah ke Jakarta karena sesuatu. Bener, kan? “Apaan sih lo, nggak jelas,” jawab Dira cepat, mengelak.“Ngaku aja deh, lo nggak mau pindah karena ada mantan lo di sana, kan?” Nadin tersenyum licik, mencoba memancing. “Enggak lah, Njir! Masih banyak cowok ganteng di Jakarta. Ngapain gue takut cuma gara-gara ketemu mantan,” Dira berusaha menyangkal, meski terselip sedikit kegelisahan di suaranya.

Nadin tertawa kecil. “Ya udah, lo itu cuma pindah sekolah. Lagian, Bandung-Jakarta deket, kita masih bisa ketemu di akhir pekan. Kenapa lo lebay banget sih? “Ini nggak sesimpel itu, Din...” sebelum Dira sempat menjelaskan lebih jauh, suara ibunya kembali memanggil. “Dira, kamu udah siap belum? ”Sial, gue siap-siap dulu ya,” kata Dira sambil melompat dari tempat tidur dan menuju kamar mandi.

Setelah mandi dan sarapan, mereka bertiga—Dira, Ibu Maura, dan Nadin—masuk ke mobil untuk menuju stasiun. Di perjalanan, Dira menyadari sesuatu yang membuatnya bingung. “Din, lo ikut nganterin gue ke Jakarta? ”Nadin, yang sedang asyik dengan ponselnya, tersenyum tipis. “Ya enggak lah, ngapain gue ikut sampai Jakarta?” “Dia cuma anterin kamu sampai stasiun,” Ibu Maura menimpali dari depan. “Stasiun?” Dira melotot. “Ibu nggak nganterin Dira sampai rumah teman ibu itu?” Nada suaranya penuh kebingungan. “Enggak. Kamu pergi sendiri naik kereta. Nanti di Stasiun Pasar Senen ada yang jemput kamu,” jawab Ibu Maura singkat.

Dira terdiam, memproses informasi itu. “Tuh kan, ibu emang mau buang Dira, ya?” suaranya bergetar, marah dan kecewa bercampur menjadi satu.“Udah diem, jangan berisik. Bentar lagi sampai stasiun,” balas Ibu Maura tegas. “Ibu udah kirim tiket kereta kamu lewat email, nanti tinggal scan aja di sana.” Dira hanya bisa menghela napas panjang, merasa semakin jauh dari kehidupan yang ia kenal.

Setelah sampai di Stasiun Bandung, Dira turun dari mobil dengan berat hati, menarik koper yang terasa lebih berat dari biasanya. Ia berdiri di luar, menunggu ibunya turun. Namun, waktu berlalu, dan pintu mobil tetap tertutup. "Bu, kok nggak keluar?" seru Dira, memanggil ibunya yang masih berada di dalam mobil. Ibu Maura menurunkan kaca jendela, menatap Dira dengan dingin. "Ibu harus pergi sekarang. Kamu sendiri saja ya," jawabnya singkat, tanpa memberikan kesempatan bagi Dira untuk membalas. Dalam sekejap, mobil melaju meninggalkannya, meninggalkan perasaan hampa di dada Dira.

Dira menghela napas panjang, rasa kesal dan kecewa bercampur di hatinya. Ia merasa benar-benar ditinggalkan. Kini, ia harus menghadapi perjalanan panjang ke Jakarta sendirian. Setelah berada di dalam kereta, Dira duduk di dekat jendela, wajahnya murung dan berat. Pandangannya menerawang, menyaksikan pemandangan yang berlalu di luar jendela, namun pikirannya tak benar-benar di sana. Saat tengah terhanyut dalam lamunannya, ponselnya bergetar. Sebuah notifikasi pesan muncul, dari ibunya. Dengan enggan, Dira membuka pesan itu.

"Dira, ingat, kamu akan tinggal di rumah orang lain. Kamu harus jaga sikap, jangan seenaknya. Dan satu lagi, ibu pindahin kamu ke sekolah internasional. Jadi, kamu harus belajar yang rajin. Kalau sampai ibu dipanggil lagi ke sekolah karena kelakuan kamu, kamu bakal ibu kirim ke rumah ayahmu!" Isi pesan itu membuat Dira terdiam, matanya terpaku pada layar. Rasa sesak semakin menekan dadanya. Ancaman itu mengingatkannya bahwa meskipun ia jauh dari rumah, kontrol ibunya masih mengikutinya ke mana pun ia pergi.

"Duh, apaan sih? Lebay banget," umpat Dira kesal sambil memandang ponselnya. "Pasti ancamannya gini terus." Ia merasa frustrasi dengan ancaman ibunya yang selalu menyebutkan akan mengirimnya tinggal bersama ayahnya. Dira benar-benar tidak ingin tinggal di rumah ayahnya, apalagi karena ayahnya sudah memiliki keluarga baru di Bali. Pikiran itu membuatnya semakin merasa tidak nyaman.

Sesampainya di Jakarta pada siang hari, Dira merasa lega akhirnya tiba di tempat tujuan. Perjalanan dari Bandung ke Jakarta memakan waktu sekitar tiga jam dengan kereta. Begitu turun dari kereta, seorang pria paruh baya dalam seragam supir menjemputnya. Pria itu tersenyum ramah dan membantu Dira memasukkan kopernya ke dalam bagasi mobil.

Dalam perjalanan menuju rumah teman ibunya, Dira duduk di kursi belakang mobil. Saat mengamati sekeliling, matanya tertuju pada sebuah kalung yang tergeletak di kursi sebelahnya. Dengan rasa ingin tahu, Dira mengambil kalung itu dan memeriksanya. “Ini kalung siapa? Norak amat,” gumam Dira sambil menatap kalung yang tampaknya cukup mencolok. Rasa jengkel dan penasaran bercampur aduk di hatinya, menambah beban emosinya di hari yang penuh perubahan ini.

Dira melangkah memasuki gerbang rumah teman ibunya, dan tak bisa menahan kekaguman yang meluap."Wow, ini mah istana, bukan rumah!" gumamnya tak percaya, matanya memandang ke arah rumah yang megah dan luas itu. Setelah turun dari mobil, Dira melihat seorang anak perempuan dan laki-laki yang sedang sibuk mencuci motor dan mobil di halaman. Dira memperhatikan keduanya dengan cermat. "Kalau dilihat-lihat, umur mereka nggak jauh beda dari gue. Tapi kenapa mereka jadi pembantu di sini? Apa keluarga ini mempekerjakan anak di bawah umur?" pikirnya, rasa ingin tahunya terbangun.

1
and_waeyo
Semangatt nulisnya kak, jan sampai kendor❤️‍🔥
Lucky One: makasih udah mampir
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!