Evelyn hanya seorang gadis desa yang pergi merantau ke kota untuk mencari pekerjaan. Beruntung sekali karena dia mendapat pekerjaan di Mansion Revelton, keluarga kaya nomor satu di Spanyol.
Namun siapa sangka ternyata kedatangannya malah membawa petaka untuk dirinya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MeNickname, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sembilan
Eve menghela nafas, dia baru sadar jika tas besarnya tertinggal di dalam mobil.
"Tasku dimana?"
"Tuan meminta kami untuk membuangnya. Dia sudah mengganti barang-barang Nona dengan yang lebih mewah."
Rasanya ingin sekali marah, tapi mau bagaimanapun dia tetap seorang Evelyn yang tidak berdaya.
... ---...
Hari ini untuk yang pertama kalinya Keineer tidak menjemput Clara sendiri. Dia malah meminta sopir untuk membawa istrinya pulang.
"Kein?" panggil Clara saat dirinya sampai di mansion. Dia tidak mendapati keberadaan pria itu dan pastinya Keineer ada di dalam kamar.
Clara bergegas naik ke lantai dua dan mendorong satu pintu dengan ukuran lebih besar daripada pintu yang lain. Itu adalah kamar utama. Dia mendapati Keineer yang masih tertidur pulas di atas ranjang, padahal biasanya pria itu adalah orang yang paling antusias dengan kepulangannya.
"Kein, aku pulang." panggil Clara begitu lembut.
Keineer menggeliat saat tidurnya terganggu. Pria itu menyipitkan mata karena rasa kantuk yang masih mendera.
"Apa kau sakit?" tanya Clara khawatir.
Mendengar suara Clara yang begitu nyata, Keineer membuka matanya lebar-lebar dan nampaklah wajah cantik sang istri lengkap dengan senyum manisnya. Pemandangan indah yang selalu ingin Keineer lihat setiap pagi.
"Clara."
Cup
Wanita itu melabuhkan ciuman penuh rindu pada bibir suaminya tapi Keineer malah mendorong tubuhnya menjauh sampai membuat wanita itu kebingungan.
"Aku baru saja bangun." ucapnya memberi alasan.
"Memangnya kenapa? Aku merindukanmu, Kein." Clara ikut berbaring dan memeluk Keineer dengan erat.
"Apa kau marah sampai tidak menjemputku ke bandara?" tanya Clara begitu lirih.
"Mana ada, aku hanya sedang lelah saja selama kau tidak ada aku begitu sibuk dengan pekerjaanku."
Clara menekan hidung mancung suaminya dengan gemas, "Kau selalu seperti itu."
Keineer menangkap tangan istrinya dan mengecup telapak tangan wanita itu dengan romantis, "I want you!"
"I want you too."
Mendengar jawaban istrinya Keineer langsung menindih tubuh ramping yang selalu menjadi candu untuknya selama hampir empat tahun ini.
Dia membisikan sesuatu di telinga istrinya, "Kita bermain di kamar mandi, Sayang."
Clara mengangguk mengerti, wanita itu melepaskan semua aksesoris yang masih menempel dan menyusul suaminya ke dalam kamar mandi."
Keineer menarik tangan istrinya sampai dress yang dipakai Clara basah kuyup akibat air shower yang mengalir deras, Keineer mencumbunya disana.
Gairah yang terpaksa dipendam mungkin akan tertuntaskan hari ini, dengan perlahan Keineer meloloskan dress Clara sampai wanita itu setengah bertelanjang.
Clara tidak tinggal diam, wanita itu berjongjok dan mensejajarkan wajahnya dengan pedang tumpul milik Keineer. Dia mulai mengulum dan menjilat sampai membuat Keineer menggeram nikmat kedua matanya reflek tertutup tapi sialnya dia justru malah membayangkan wajah polos Evelyn.
Keineer membuka kedua matanya dan bergerak gelisah tapi Clara tidak menghiraukannya, wanita itu masih asyik memainkan benda favoritnya.
Saat Keineer menutup matanya, lagi-lagi dia melihat wajah Evelyn, "Siaaal!" geram Keineer kesal.
Dia jadi tidak mood melanjutkan aktifitasnya, Eve sudah seperti hantu yang gentayangan.
Tanpa sadar Keineer mendorong tubuh Clara sampai hisapan wanita itu terlepas, "Ada apa?" tanyanya terdengar begitu manja.
"Aku baru ingat jika pagi ini ada rapat penting. Aku tidak boleh terlambat."
Clara berdiri dan menatap wajah suaminya dengan bingung, "Lalu bagaimana ini?"
Keineer menangkup wajah Clara seolah dia menyesal, "Maaf Sayang, kita lanjutkan nanti malam ya."
Terlihat raut kekecewaan dari wajah Clara, tapi wanita itu tetap mencoba untuk tersenyum. Padahal ini sudah tanggung-tanggungnya.
"Baiklah, tidak apa-apa." ucapnya mencoba untuk mengerti. Sama seperti Keineer yang selalu mengerti dengan kesibukannya.
"Kalau begitu aku keluar dulu, aku akan menyiapkan baju untukmu."