Rosa kembali ke Bandung setelah enam tahun menghindari Papa dan Rama, Kakaknya. Selain kembali beradaptasi dengan sekolah baru dan menguatkan hatinya untuk bertemu Rama, Rosa yang kaku juga dikejutkan dengan kedatangan Angkasa. Kakak kelasnya yang adalah anggota geng motor.
Perasaannya dibuat campur aduk. Cinta pertamanya, kebenciannya pada Rama dan Papa, juga rasa kehilangan yang harus kembali dia rasakan. Bagaimana Rosa yang sulit berekspresi menghadapi semuanya?
Apakah Rosa bisa melaluinya? Apakah Rosa bisa mengembalikan perasaan damainya?
Update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noey Ismii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembagian Cookies
Minggu depan sudah masuk minggu ujian semester. Jadi Rosa mulai fokus mengulang pelajaran setiap malam. Dia tipe nyicil belajar. Jadi kalau harus mengulang mendadak dia akan panik.
Angkasa juga punya urusan dengan klub dan persiapan-persiapan menuju Ujian Nasional. Kadang di sela main Angkasa akan bertanya tentang pelajaran Rosa hari itu. Angkasa bilang mau merefresh ingatannya. Rosa mengangguk mengerti.
Tugas klub photography sudah di setorkan Rosa semuanya. Dia mulai bisa membaurkan dirinya dengan klub photography.
Andika, senior Rosa di klub pernah didatangi oleh Rama dan Angkasa yang menitipkan Rosa. Rosa sendiri tidak tahu tentang itu. Dika yang tahu Rama adalah kakak Rosa tidak mempermasalahkan teman seangkatannya itu.
Tapi begitu Angkasa datang sebagai senior, Dika tahu ada sesuatu antara Angkasa dan Rosa. Jadi dia menerima amanat dan ancaman sekaligus. Artinya, Rosa gak bisa dilirik lagi.
Rosa biasa bertanya pada Dika tentang materi awal, karena Rosa masuk ditengah-tengah semester, jadi dia tertinggal sedikit. Awalnya Dika merasa keberatan karena tekanan dari Angkasa yang memberatkannya. Tapi begitu melihat Rosa menguasai materi dengan cepat, mengerti apa yang sedang dibahas, dan selalu mengumpulkan tugas dengan baik. Perlahan Dika bangga karena menerima Rosa di klubnya.
Dika jadi punya anggota yang bisa diandalkan. Hanya saja selain berbicara seputar kegiatan klub, Rosa sama sekali tidak bisa ditembus. Rosa hanya menekuni apa yang dia minati. Diluar itu, dinding Rosa masih kokoh.
Rosa juga sudah kenal dengan semua teman sekelasnya. Dia bahkan akrab dengan Zihan sekarang. Setelah insiden bola itu, Zihan tidak terlalu marah saat Rosa mendahuluinya. Keduanya jadi dekat saat ada seleksi untuk lomba sains antar kelas.
Zihan menyadari satu hal, bahwa bersaing dan berteman sama pentingnya. Dia jadi banyak belajar dari Rosa. Rosa juga jadi tidak terlalu bersalah tiap kali dia menjawab lebih dulu.
Mereka berdua malah akan saling memberikan semangat tiap kali ada kuis.
Suasana kelas membuat Rosa merasa diterima.
Bella masih berkutat dengan affiliate-nya. Dia bahkan punya rencana untuk buka live saat liburan nanti. Rosa mendukungnya. Dia bahkan sudah bisa belanja kebutuhan klub dari e-commerce setelah bertemu Bella.
Najwa sibuk dengan OSISnya. Dia juga terpilih sebagai bendahara junior. Jadi sekarang dia kemana-mana membawa dua pouch. Satu untuk kelas. Satu lagi milik OSIS.
Sampailah pagi itu, satu minggu sebelum ujian akhir semester. Rosa keluar dari mobil dengan jinjingan bekal cookies yang dibuat Rama kemarin. Rama membuat banyak karena mau Rosa membagikannya ke semua anak di kelasnya. Rama bilang sebagai permintaan maafnya karena selama ini dia bolak-balik kelas Rosa dan kadang membuat keributan.
“Repot banget sih, Kak,” gerutunya sambil merapatkan cardigannya. Subuh tadi hujan mengguyur Bandung dengan sangat deras jadi pagi ini terasa dingin sekali.
Rama berputar mengambil tas bekal Rosa, membawakannya sampai ke kelas. Dia sendiri menjinjing tas bekalnya sendiri. Dua tas dengan satu tas kertas. Rama bilang itu untuk Angkasa.
Rosa menatapnya tak percaya saat Rama bilang dia akan memberikannya langsung kepada Angkasa. Bukankah selama ini mereka tidak pernah akur? Rosa mengangkat bahu, Rama memang selalu serandom itu.
Saat membawa masuk dan memberi tahu bahwa dia membawa cookies yang dibuat Rama, murid perempuan langsung menyerbunya. Mereka menyerbu Rosa dengan terima kasih. Kemudian serentetan pertanyaan apakah Rama masih jomblo atau sudah punya pacar, dan sebagainya.
Rosa langsung membloknya dengan jawaban “Aku gak tau.”
Murid cowok menerimanya dengan senang hati karena makanan gratis adalah segalanya. Mereka jadi semakin tertekan karena cewek-cewek semakin gencar membandingkan mereka dengan Rama.
“Kak Rama itu udah ganteng, pinter, bisa bikin kue juga. Kalian bisa apa selain mabar?” tanya Vira. Dia memang terang-terangan mengaku kalau dia menyukai Rama. Sejak dia tahu Rama adalah kakaknya Rosa.
Terjadi kericuhan sebentar sebelum bel berbunyi. Rosa membereskan tas bekalnya. Ternyata sisa dua bungkus. Untuknya satu dan satu lagi, Rosa mengelilingkan pandangan ke seluruh kelas. Gisha tidak datang.
“Jwa, Gisha absen?” tanyanya.
Najwa masih mengunyah cookiesnya melirik ke tempat duduk Gisha. “Kayaknya, Sa. Tapi aku gak liat ada notif apa-apa,” jawabnya sambil mengeluarkan ponselnya.
“Aku simpenin dulu deh kalau gitu.” Rosa memasukan ke dalam laci meja bertepatan dengan Bu Nina yang masuk kelas.
-o0o-
Sandy mengunyah cookiesnya dengan nikmat. “Lo udah punya Rosa jadi lupa bawain buat gue,” gerutunya karena hanya dapat dua cookies.
“Rosa suka sama semua buatan gue, jadi gak rela bagi-bagi ke lo lagi.” Tandas Rama.
Menghindari lemparan bungkus cookiesnya, Rama segera keluar kelas. Sandy mengikuti, sudut matanya melirik tas kertas di tangan Rama.
“Itu apa? Kue juga?”
“Buat Angkasa.”
Sandy menutup mulutnya tak percaya. “Lo ... penghianat ya bener-bener!” Matanya menatap Rama nanar.
“Dia udah bikin Rosa senyum. Jadi gue mau berterima kasih,” Rama tidak memedulikan temannya yang masih mematung.
“Rosa juga kalau sama gue pasti bahagia, kok. Lo aja yang gak ngasih celah buat gue ketemu Rosa,” Sandy makin meradang.
“Lo gak ada bagus-bagusnya buat adek gue!”
“Dan Angkasa bagus-bagus aja? Dia anak geng motor!” Sandy tak mau kalah.
Rama berhenti, “Masih aja kemakan gosip lama. Rosa udah konfirmasi, dia juga udah ketemu Papa kemarin, valid banget dia bukan anak geng,” katanya. Dia menepuk pundak Sandy kemudian kembali melangkahkan kakinya ke bangunan kelas XII.
Sedangkan Sandy masih terpaku di tempatnya. Dia tidak tahu sejak kapan temannya itu menjadi percaya pada Angkasa. Dia masih ingat jelas saat pertama Rosa bertemu Angkasa, Rama meneleponnya dengan gusar. Dia takut Angkasa menculik Rosa. Matanya saat itu jelas memancarkan aura permusuhan setiap kali bertemu Angkasa.
Tapi lihat sekarang. Rama membawakan sekantong cookies berharga buatannya. Sandy sedih sekali.
“Lo lagi apa, San?” Bintang menyapa teman sekelasnya yang masih bengong mematung.
“Batagor yuk?”
“Lo traktir?”
“Enak aja lo!”
Sandy segera mengaduh saat jitakan Bintang mendarat di kepalanya.
-o0o-
Tangan Rama terulur menyerahkan kantong kertas berwarna coklat itu. Sedangkan Angkasa berdiri di depannya dengan wajah curiga.
“Tanda terima kasih gue,” katanya sambil tangan kirinya membetulkan letak kacamatanya.
Sabila berjalan keluar kelas, berdiri di samping Angkasa. “Kamu bawain apa, Rama?” tanyanya. Tangannya terulur untuk mengambil tas kertas di tangan Rama.
Rama tidak membiarkan Sabila mengambilnya, “Ini buat Kak Angkasa, Kak,” katanya sopan. Dia tersenyum memunculkan lesung pipit di pipi kanannya.
Cewek itu tidak tersinggung. “Terima aja, Asa. Rama udah bawain kesini, loh,” katanya.
“Buat Mama Kak Angkasa,” kata Rama kemudian.
“Tumben, Ram, biasanya lo ngajak berantem terus sama gue.” Angkasa menerima kantong kertas itu. Membukanya untuk melihat isinya.
Ada sekitar sepuluh bungkus cookies.
Angkasa yang sudah tahu rasa cookies buatan Rama kemudian menganggukan kepalanya. “Gue terima, makasih. Tapi kalau lo buat ini karena Rosa, gue gak mau terima,” katanya lagi.
Rama menggeleng. “Gak spesial kok, semua orang di kelas dapet juga. Kelebihan banyak jadi buat Kak Angkasa aja,” katanya manis. Dia mengangguk kemudian berlalu dari kedua kakak kelasnya itu.
“Lo mau? Dia jago bikin ini,” tanya Angkasa. Dia mengulurkan satu bungkus kepada Sabila.
Dengan senang hati Sabila menerimanya,
“makasih,” katanya masih menempel pada Angkasa. Dia membuka bungkusan plastik bergambar pita itu, kemudian memakannya.
Matanya menatap Angkasa tak percaya, “Kok enak sih?”
Angkasa mengangguk mengiyakan.
“Beneran Rama yang bikin?” tanya Sabila.
“Gue juga gak percaya kalau Rosa gak bilang.” Jawab Angkasa sambil masuk kembali ke kelas.
“Bakatnya di Baking, harusnya dia masuk klub tata boga gak sih? Kok malah bikin klub Kebon Kembang?” Sabila mengekor sambil menyayangkan Rama yang bisa saja open order.
-o0o-