Ammar dijodohkan dengan Safa yang merupakan anak dari adik angkat ibunya. perjodohan terjadi atas permintaan Ibunda Safa saat menjelang akhir hayatnya karena ingin anaknya memiliki pendamping setelah dirinya tiada
Sedangkan Sang Adik Ubay mengalami insiden tidak mengenakan, dia tidak ingin bertanggungjawab karena dia tak pernah merasa berbuat hal itu tapi karena permintaan sang ibu untuk menikahi gadis itu Maka dia menikahinya.
Begitupun dengan kedua adik lelaki kembar mereka yang menemukan jodohnya dengan cara tak terduga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejadian Setelah Pemakaman
Kehidupan dan kematian tidak ada yang tahu seperti hari ini. Shofiyah beserta anaknya menghadiri pemakaman dari keluarga sang besan. Sekaligus keluarga angkatnya.
Dia tengah bersedih karena adik angkat yang begitu dia sayangi menghembuskan nafas terakhirnya dirumah sakit semalam ketika dia menjenguknya seakan dia hanya ingin menitipkan pesan kepadanya.
"Aku akan menjaga anakmu dengan sangat baik seperti janjiku padamu dek, semoga Allah menempatkanmu ditempat peristirahatan terindah yaitu Syurganya.
Dia memandang ibah pada gadis cantik yang tengah meratapi kepergian sang ibu dengan linangan air mata yang tak ada hentinya. Dia tahu betapa terpukulnya dirinya kerena kini semua yang dia sayangi telah pergi meninggalkan nya.
"Kamu yang sabar yah nak, kamu tidak sendirian, ummi akan menjaga kamu seperti janji ummi semalam pada bundamu". Ucap Shofiyah memeluk putri satu-satunya adik angkatnya ini dengan sayang.
Dia sudah menganggap gadis ini sebagai anaknya dan juga sangat menyayangi nya sejak dirinya masih kecil. Gadis sabar dengan sejuta pesona tapi tetap rendah hati.
"Maafkan bundaku jika dia memiliki kesalahan ummi, terima kasih karena mau mengabulkan permintaannya sebelum dirinya pergi". Safa memeluk sang ibu angkat yang dia sayangi.
Dia memang sangat dekat dengan Shofiyah dan juga kedua anak perempuannya walau mereka berbeda umur.
"Iya nak, ummi sudah memaafkannya, kamu sabar yah, doakan dia semoga Allah memberikan dia tempat terbaik disisinya". Shofiyah memeluk snag calon mantu itu.
Dia memang berjanji untuk menjaganya sampai nanti dan akan dia jadikan menantu di keluarganya tepatnya untuk sang anak Ammar karena dari segi usia dialah yang cocok untuknya.
"Terima kasih ummi, maafkan Safa selalu merepotkan ummi dan keluarga". Ucapnya menunduk.
" Tidak sayang, kamu tidak pernah merepotkan ummi karena kamu juga anak ummi". Shofiyah memandang Safa dengan penuh ketulusan meyakinkan jika dia memang menyayangi gadis cantik ini.
Safa memandang nanar gundukan tanah tempat peristirahatan terakhirnya, kini dia akan menghadapi sikap egois sang abang sendirian tanpa bantuan orangtuanya seperti biasanya.
Setelah pemakaman mereka semua pulang kerumah, Shofiyah menyuruh seluruh anaknya pulang tapi menahan Ammar dan Umar untuk bersamanya sedangkan sang suami dan ketiga anknya dia suruh pulang. Dia akan menemani gadis cantik ini dengan penuh perhatian karena dia tahu setelah ini akan ada masalah yang menderanya.
"Berikan rumah ini dan juga mobil serta tanah warisan mereka kepadaku". Suara bariton membuyarkan lamunan mereka tentang pemakaman tadi.
Disana memang banyak keluarga yang menemani, termasuk sang Besan, Kak Gibran dan istri serta menantunya.
" Kau tidak perasaan sedikit saja??, bunda baru saja dimakamkan dan kau sudah meminta warisan, kau gila yah??". Teriaknya dengan tidak terkendali.
Dia betul-betul marah dengan lelaki yang bergelar abangnya ini, tidak bisakah dia melihat kondisi??.
" Mereka semua sudah mati, jadi semua yang mereka punya itu menjadi warisan dan saya adalah anak tertua dan laki-laki. Bagian saya 2 kali lipat dari kau yang hanya anak perempuan!! ". Geramnya kerena sang adik tidak mau langsung memberikan keinginanya.
"Jangan kurang ajar Safwan, bundamu itu baru kami kubur dan kau bahkan tidak ada di saat terakhir ibumu dan dengan seenaknya kamu datang kesini meminta warisan, kamu tidak punya otak??". Kini Gibran sang paman murka kepada keponakannya itu.
" Tidak usah lebay paman, urus saja anak-anak perempuan paman itu, tidak usah ikut campur urusanku". Ketusnya kepada sang paman
Dia merasa menang karena diantara semua cucu keluarga dialah lelaki tunggal dan sangat dimanja oleh sang kakek waktu itu. Membuatnya lupa daratan, sampai selalu berbuat seenaknya seperti sekarang ini.
"Kau". Kak Gibran maju untuk menghajar keponakan lelakinya yang sangat kurang ajar itu.
"Hahaha, tidak usah berlagak jagoan paman, anda itu sudah tua tidak akan menang melawan ku!! ". Ucapnya dengan sinis
Gibran maju ingin menghajar keponakan tapi malah kena pukul lebih dulu.
" Liat kan??, kau hanya lelaki lemah dan tua sekarang, tidak usah berlagak sok bisa menghajar ku". Sinisnya dan merendahkan sang paman.
"Bugh". Akh". Belum dia menyelesaikan perkataan yang Bogeman mentah mendarat di wajahnya.
Pukulan keras itu membuatnya terjatuh dengan hidung mengeluarkan darah dan sudut bibirnya robek.
" Sialan, apa yang kau lakukan??". Umpatnya pada Umar yang telah memukulnya.
"Itu hadiah kecil untuk manusia kurang ajar dan tak tahu terima kasih serta tak tahu diri seperti mu!! ". Ucap Umar dengan tenang tapi matanya memancarkan kemarahan yang luar biasa.
Dia sangat tidak terima ada yang kurang ajar dan memukul mertuanya, siapapun itu.
" Kau itu hanya orang lain, tidak usah ikut campur!! ". Emosinya kemudian menyerang Umar dengan membabi buta.
Umar yang tampak tenang menghindari pukulan itu kemudian mendarat kan tendangan maut dan keras kepada lelaki itu sehingga tersungkur dengan memeluk perutnya karena terasa sangat sakit. Bahkan saking sakitnya dia bahkan tak bisa berdiri
Semua orang menyaksikan aksi Umar tanpa mau melerai. Hanya sang ibu yang nampak Khawatir kepadanya karena perkelahian itu.
"Saya memang orang lain di keluargamu, tapi lelaki yang kau pukul barusan adalah ayah mertuaku, ayah dari perempuan yang ku nikahi dan secara otomatis menjadi ayahku juga. Tidak ada satupun orang yang kubiarkan menghina apalagi memukulnya". Tatapan tajam bak elang pemangsa itu dia berikan kepada lelaki yang menatapnya sambil kesakitan itu.
"Dan perempuan yang kau hina itu adalah Calon adik iparku. Calon istri dari adikku Ammar sesuai dengan amanah ibundamu". Umar maju ke hadapan Safwan yang masih meringkuk kesakitan karena tendangan tadi.
" Jika kau berani melakukannya lagi, tidak hanya itu yang akan kuberikan padamu, akan kupastikan kau menyesal karena berani melakukannya!! ". Umar berucap dengan dingin dengan tatapan mata tajam.
Mereka semua tidak ada yang menyangka lelaki tenang dan berwibawa itu bahkan bisa melakukan hal seperti itu untuk melindungi keluarganya. Terutama sang istri yang baru melihat kemarahan dan kemurkaan sang suami.
Umar berjalan menghampiri sang ayah mertua, walau kini hubungan mereka sedang tidak baik-baik saja, sang menantu itu tetap menghormati dan menghargai nya bahkan membelanya sampai seperti ini.
"Ayah baik-baik saja?? Tanya seketika melembutkan pandangannya yang tadinya penuh dengan emosi.
" Ayah baik-baik saja nak, terima kasih". Ucap Gibran dengan sendu memandang Haru sang menantu, semarah apapun dirinya pada anak ini, dia bahkan tak pernah meninggikan suaranya apalagi berbuat kurang ajar kepadanya.
"Ayo ayah, aku bantu". Ucapnya memapah sang ayah menjauh dari keponakan kurang ajarnya itu.
Tapi Umar tidak tahu jika Safwan bangun dan akan menghajar Umar dari belakang tapi sebelum tangannya mendarat pada tubuh Umar ada tangan yang menahannya dengan wajah datar.
Lelaki bermata sipit berwajah tampan itu memegang pergelangan tangannya kemudian menghempaskannya dengan sangat keras sampai ia terlempar.