Bismillahirrohmanirohim.
Blur
Ulya sedang seorang gadis muslimah yang sedang menunggu dokter memeriksa ibunya dengan rawat wajah khawatir. Tapi disaat dia sedang terus berdoa untuk keselamatan sang ibu tiba-tiba dia melihat seorang bocah sekitar berumur 4 tahun jatuh tak jauh dari tempatnya berada.
Ulya segera membantu anak itu, siapa sangka setelah bertemu Ulya, bocah itu tidak ingin berpisah dengan Ulya. Anak kecil itu ingin mengikuti Ulya.
"Jadilah pengasuh Aditya, saya akan menyanggupi semua syarat yang kamu mau. Baru pertama saya melihat Aditya bisa dekat dengan orang asing apalagi perempuan. Saya sangat meminta tolong sekali, Ulya agar kamu meneriam tawaran saya." Raditya Kasa Hans.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilmara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Bismillahirrohmanirohim.
...Hidup itu tidak akan selalu bahagia, tahu kenapa? Pada dasarnya. Semua manusia pasti pernah merasa kan sedih, bahagia, senang dan susah. Semua hal itu ikut berdampingan bersama kita setiap harinya. Tidak ada orang yang selalu sedih pasti ada waktunya dia bahagia....
"Mau kemana kamu, Lia?" Fahri menatap penampilan adiknya dari atas sampai bawah seperti orang yang entah akan pergi kemana.
"Menurut abang kemana?"
"Mana abang tahu! Ditanya kok balik nanya." Tatapan sebal Fahri layangkan pada adik satu-satunya itu.
Begitu memang Fahri dan Ulya tidak akur sering berdebat satu sama lain bahkan tak jarang keduanya saling mengejek, tapi mereka saling menyayangi amat tulus satu sama lain.
"Abang, juga tumben masih di rumah, nggak ke bengkel tah?" Sekarang giliran Ulya yang menatap abangnya heran. Padahal pertanyaan abangnya belum Ulya jawab.
Ulya bertanya seperti sekarang ini pasalnya tak biasa sang abang berada di rumah jam 9 pagi. Setiap hari pagi-pagi sekali Fahri sudah datang ke bengkel mereka, Ulya sendiri tidak tahu apa yang abangnya lakukan sepagi itu di bengkel. Kerja memang sih, tapi tidak begitu pagi juga pikir Ulya.
"Kepo! Abang ada urusan lah, emang situ! Jawab abang mau kemana?" tanya Fahri sekali lagi.
Cek!
Ulya berdecak kesal atas kelakuan abangnya ingin tahu sekali dia hendak pergi kemana. Kepo sekali dengan hidupnya sedangkan dia sendiri tidak boleh kepo dengan urusan abangnya, kalau Ulya pikir-pikir tidak adil menurutnya.
"Woi! Jawab malah bengong."
"Astagfirullah." Ulya terperanjat kaget, bagaimana tidak abangnya berteriak di depan mukanya langsung.
Sampai-sampai Ulya mengelus dadanya untuk menetralkan jantungnya akibat terlalu kaget gara-gara Fahri, abangnya sendiri.
"Apa sih bang, coba jangan ngagetin bisa nggak! Bilang mama nih, ya." Ancam Ulya sambil mengerut kesal.
"Dih, udah gede kok main ngadu malu atuh sama umur."
Sayangnya Ulya tidak peduli akan ucapan abangnya, Ulya menatap laki-laki di depanya ini yang memiliki berprofesi sebagai abang kandung Ulya yang amat menyebalkan bagi Ulya kalau sudah kumat tingkah jahil pada adiknya.
"Mamaaa! Abang nih Ma, gangguin Ulya." Teriak Ulya tak peduli dengan pelototan tajam Fahri.
"FAHRI, KAMU APAIN ADIK, KAMU!" Ibu Rida juga ikut teriak memarahi anak sulungnya itu karena sudah mengganggu Ulya.
"Apa sih Ma, nggak ada kok." Bantah Fahri, ibu Rida kini sudah berdiri di depan Ulya dan Fahri.
"Bener deng ma, bang Fahri gangguin Lia!"
"Cih, dasar tukang ngadu." Gumun Fahri menatap malas adiknya.
"Tuh Ma, lihat abang Fahir ngomong Lia pelan!"
"Fahri!"
"Nggak Ma, benar. Lia aja yang baperan, orang tadi Fahri cuman nanya mau kemana, malah urusan jadi panjang sampai Lia manggil mama juga." Jelas Fahri.
"Kok ngebela diri sendiri!"
"Ya harus," sahut Fahri tidak mau kalah dari sang adik.
"Astagfirullah Hal-Adzim!" ibu Rida mengucap istighfar begitu amat pelan, sepertinya beliau merasa akan kembali masuk rumah sakit menghadapi kedua anaknya padahal beliau baru pulang dari rumah sakit.
"Sudah, sudah. Ulya berangkat sekarang nanti kamu telat!" instruksi ibu Rida.
"Astagfirullah, mama benar. Lia berangkat dulu Ma. Assalamualikum."
"Wa'alaikumsalam." Ibu Rida dan Fahri menjawab salam Ulya secara bersama.
Walaupun tadi sempat berdebat sengit dengan sang abang, Ulya tetap bersalaman pada abangnya sama seperti dia salam pada mamanya.
"Kamu nggak jadi pergi, bang?" heran ibu Rida kala melihat putranya tak kunjung beranjak dari tempat saat ini, setelah kepergian Ulya tentunya.
"Jadi Ma, si Lia mau ngampus emang?"
"Iya, kenapa?"
Cek!
"Dia yang salah abang cuman nanya mau kemana tinggal dijawab ke kampus gitu, ini malah ngajak perang." Wanita paruh baya itu terkekeh melihat wajah kesal putranya.
"Kan, adek memang begitu bang. Sudah sana berangkat."
"Iya, Assalamualikum."
"Wa'alaikumsalam." Tak lama setelah ke pergian Ulya, Fahri juga ikut keluar dari rumah entah hendak pergi kemana.
Waktu bergulir
Tak terasa Ulya sudah mengikuti 2 jam matakuliah pagi ini. Seperti janjinya pada Aditya, Ulya akan menjenguk bocah itu selama libur 3 hari. Aditya sudah tahu kalau Ulya akan menjadi pengasuhnya, anak laki-laki itu menganggap Ulya seperti mommy sendiri bukan sebagai pengasuh.
"Lia, abis ini mau kemana?" tanya Cia sahabat dekat Ulya.
Langsung saja Ulya menoleh pada perempuan cantik yang duduk di sebelahnya.
"Rumah sakit, Ci."
"Loh, mama bukannya sudah sembuh Li?"
"Iya memang." Sahut Ulya enteng.
"Terus ngapain ke rumah sakit?" Cia kembali bertanya dengan heran.
"Heheh, mau ketemu Aditya udah janji sama dia. Mau ikut." Tawar Ulya pada sahabatnya itu.
"Kapan-kapan aja deh, aku harus ketemu dosen hari ini."
"Sip, pisah disini ya Ci, aku duluan. Assalamualaium."
"Wa'alaikumsalam. See you."
Kedua gadis dengan hijab yang terjulur kedepan itu akhirnya berpisah di kelas, mereka pergi ke tempat tujuan masing-masing. Ulya segera menuju rumah sakit tanpa menunggu lama lagi.
Sampai di rumah sakit Ulya yang hendak masuk ke dalam kamar rawat Aditya bersaman dengan Hans.
"Ulya!"
"Astagfirullah." Kaget Ulya mendegar Hans memanggil dengan suara membentak.
"Maaf pak, ada apa ya?" heran Ulya melihat Hans menatap marah dirinya.
Sampai sekarang Ulya masih memanggil Hans dengan sebutan 'Pak' karena terlalu bingung harus memanggil Hans dengan sebutan apa.
"Kamu tahu apa kesalahan, kamu!" Sebuah gelanggan kepala dari Ulya membuat nafas Hans memburu, nyali Ulya menciut melihat daddy Aditya sedang menatapnya semakin marah.
"Kamu benar tidak tahu apa kesalahan kamu?"
"Tidak pak!" jawab Ulya cepat.
Ulya tidak tahu jika Hans sedang sangat marah pada dirinya, karena menurutnya gadis di depannya ini melepas tanggung jawabnya begitu saja. Hans paling tidak suka orang yang teledor dan tidak bertanggung jawab. Saat mengetahui Ulya sudah 2 hari tidak menjaga Aditya membuat Hans marah besar apalagi tidak ada konfirmasi dari Ulya.
Sebenar Ulya sudah mengirim pesan pada Hans, tapi laki-laki itu tidak pernah mau membuka pesan dari nomor baru saat masuk ke dalam whatsappnya apalagi tidak Hans kenal, jadi setiap ada nomor tak dikenal atau pun nomor baru Hans langsung menghapusnya.
"Kamu benar tidak tahu!" Marah Hans.
Ceklek!
Pintu kamar rawat Aditya dibuka menampilkan sosok Azril yang menatap Ulya juga Hans bergantian, Azril dapat melihat Ulya yang sedang ketakutan.
"Mas! Apa-apaan ini, masuk bicara di dalam! Lia juga masuk Li, Aditya udah menunggu dari tadi." Hans maupun Ulya akhirnya masuk ke dalam kamar rawat Aditya.
Sedari tadi di dalam kamar rawat itu Azril dan Aditya mendengar suara Hans yang terdengar marah. Benar saja Hans sedang memarahi Ulya.
"Mbak Lia, cini Aditya kangen." Rengeknya.
Ulya tersenyum pada Aditya walaupun sebenar dia masih takut pada Hans, apalagi laki-laki itu sempat menatap tajam dirinya.
"Kenapa marah-marah, Mas sama Lia?"
"Kamu tahu Azril, Mas tidak suka orang yang lepas tanggung jawab tanpa ada konfirmasi."
"Tapi saya sudah mengirim pesan pada, pak Hans." Entah keberanian dari mana Ulya melemparkan kata-kata itu pada Hans, mungkin karena ada Aditya dan Azril.
"Kamu-"
"Mas denger apa kata, Lia!" Cepat Azril menyanggah ucapan kakaknya itu sebelum kata-kata menyakitkan keluar dari mulut Hans yang diarahkan untuk Ulya.
"Tapi Azril!
"Mas!"
"Daddy!"