> "Dulu, namanya ditakuti di sudut-sudut pasar. Tapi siapa sangka, pria yang dikenal keras dan tak kenal ampun itu kini berdiri di barisan para santri. Semua karena satu nama — Aisyah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syahru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24: Ujian Kehidupan yang Tak Terduga
Bab 24: Ujian Kehidupan yang Tak Terduga
"Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan."
(QS. Al-Insyirah: 6)
---
Malam yang Mencekam
Fahri terbangun dari tidurnya yang lelap. Angin malam berhembus lembut, namun ada sesuatu yang membuatnya gelisah. Suara-suara bisikan terdengar dari luar, namun ia tidak bisa mengenali dengan jelas. Dengan hati yang penuh tanda tanya, ia membuka jendela kamar pesantren dan mengamati suasana sekitar.
Di luar sana, semuanya tampak tenang. Langit malam penuh bintang, namun entah mengapa perasaan tidak tenang menyelimuti dada Fahri. Dia teringat akan peringatan Ustaz Arif tentang ujian hidup yang datang tanpa diduga. "Kadang Allah menguji kita dengan cara yang tidak terduga," kata Ustaz Arif beberapa hari yang lalu. "Bersiaplah, Fahri. Ujian itu datang bisa kapan saja."
Fahri menatap langit dan menarik napas dalam-dalam. Ia berusaha untuk menenangkan dirinya, meskipun hatinya merasa cemas. Entah apa yang sedang menunggunya, namun ia sadar bahwa segala hal dalam hidup ini adalah ujian, baik yang datang dengan mudah maupun yang penuh kesulitan.
---
Kabar Tak Terduga
Keesokan harinya, saat Fahri sedang mengikuti kajian di pesantren, salah satu teman lamanya, yang kini telah menjadi seorang santri, datang menghampirinya dengan wajah serius. Temannya, Rudi, adalah sahabat lama Fahri dari masa kelamnya, ketika mereka masih sering berkelahi di jalanan.
"Fahri, ada sesuatu yang harus kamu ketahui," ujar Rudi dengan suara penuh ketegangan. "Aisyah… dia sedang dalam masalah. Dia mengalami kesulitan yang besar."
Fahri terdiam. Nama Aisyah tiba-tiba menggetarkan hatinya. Meskipun ia berusaha melupakan kenangan bersama Aisyah, mendengar namanya masih membawa perasaan yang sulit dijelaskan.
"Masalah apa, Rudi?" tanya Fahri dengan suara bergetar.
"Dia ditinggalkan oleh orang yang menikahinya. Sang suami… entah kenapa, dia tiba-tiba pergi begitu saja dan meninggalkan Aisyah dalam keadaan terpuruk. Aisyah butuh bantuanmu, Fahri," jawab Rudi.
Fahri merasa terkejut dan bingung. Ia tahu, Aisyah adalah wanita yang baik, yang tidak pantas mendapatkan penderitaan. Namun, ia juga merasa bingung apakah ia harus ikut campur dalam urusan pribadi Aisyah, mengingat hubungan mereka yang telah lama berakhir.
---
Konflik dalam Diri Fahri
Fahri merasa hatinya bimbang. Ia tahu bahwa perasaannya kepada Aisyah belum sepenuhnya hilang. Meskipun ia sudah berusaha mengikhlaskan, kabar ini kembali mengusik hatinya. Dia ingin membantu Aisyah, tetapi di sisi lain, ia juga takut untuk kembali ke masa lalu yang penuh kenangan pahit.
"Apa yang harus aku lakukan, ya Allah?" gumam Fahri dalam hati. "Aku ingin membantu Aisyah, tapi aku juga tidak ingin menyakitinya lebih dalam."
Fahri tahu bahwa ini adalah ujian berat bagi dirinya. Ia tidak bisa mengabaikan begitu saja perasaan yang masih ada, tetapi ia juga tidak ingin menambah beban hidup Aisyah dengan perasaan yang tidak pasti. Ia harus mengambil keputusan yang bijaksana, meskipun hatinya merasa terpecah.
---
Langkah yang Penuh Resiko
Setelah berpikir lama, Fahri akhirnya memutuskan untuk menemui Aisyah. Ia tahu, langkah ini berisiko, tetapi ia tidak bisa membiarkan Aisyah menghadapi kesulitan sendirian. Meskipun ia tak tahu bagaimana reaksi Aisyah nanti, ia merasa bahwa inilah yang harus dilakukannya.
Fahri pun mempersiapkan diri. Ia mengenakan pakaian yang lebih baik dari biasanya, menyisir rambutnya, dan mempersiapkan kata-kata yang akan ia sampaikan. Ia ingin memberikan yang terbaik, tidak hanya untuk Aisyah, tetapi juga untuk dirinya sendiri. Ia tidak ingin merasa menyesal telah melewatkan kesempatan untuk membantu orang yang pernah ia cintai.
---
Pertemuan yang Mengubah Segalanya
Saat Fahri tiba di rumah Aisyah, ia merasa cemas. Rumah yang dulu penuh dengan tawa dan kebahagiaan kini terasa sunyi dan sepi. Dengan langkah berat, ia mengetuk pintu. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka, dan di hadapannya berdiri Aisyah, tampak lelah dan kusut, tetapi matanya tetap memancarkan cahaya keikhlasan.
"Aisyah…" suara Fahri terdengar sedikit gemetar.
Aisyah memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Ada kesedihan, ada kebingungan, tetapi juga ada harapan. "Fahri," jawab Aisyah dengan suara pelan. "Ada yang bisa saya bantu?"
Fahri terdiam sejenak. Ia mengumpulkan kata-katanya dan berkata, "Aku mendengar tentang apa yang terjadi. Aku ingin membantu. Jika ada yang bisa aku lakukan, beri tahu aku."
Aisyah menatapnya dalam-dalam. "Terima kasih, Fahri. Tapi, aku… aku tidak tahu harus bagaimana. Hidupku sekarang kacau."
Fahri mengangguk, merasa bahwa ia harus lebih sabar dan mendengarkan lebih banyak. "Aku ada di sini untukmu, Aisyah. Apa pun yang terjadi, kita akan mencari jalan keluar bersama."
---
Fahri tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, tetapi ia tahu satu hal: ia harus terus berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang lain. Dengan segala kesulitan dan ujian yang dihadapinya, ia semakin yakin bahwa hidup adalah tentang memberi dan menerima dengan ikhlas. Ia tak lagi mencari kebahagiaan di luar dirinya, melainkan berusaha menemukan kedamaian dalam hatinya sendiri.
Sambil duduk bersama Aisyah, Fahri berdoa dalam hati: "Ya Allah, berikanlah aku kekuatan untuk menghadapi ujian ini. Jika Aisyah adalah bagian dari takdirku, dekatkanlah kami. Jika bukan, kuatkanlah hatiku untuk melepaskan dan menerima takdir-Mu."