NovelToon NovelToon
Bosku Duda Arogan

Bosku Duda Arogan

Status: tamat
Genre:Tamat / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Kantor / Romansa
Popularitas:2.6M
Nilai: 4.9
Nama Author: dtyas

“Bapak… selain mesum, juga nyebelin, ngeselin, rese, arogan dan sudah tua -- dewasa --. Pokoknya semua Bapak borong,” teriak Ajeng.

“Tambahkan, tampan dan membuat kamu jatuh cinta,” sahut Gentala.

Ajeng berada di dalam situasi disukai oleh rekan kerjanya yang playboy, berusaha seprofesional mungkin karena dia membutuhkan pekerjaan ini. Siapa sangka, Gentala – GM baru – yang membuat Ajeng kesal setengah hidup sejak pertama bertemu berhasil menolong gadis itu dari perangkap cinta sang playboy.

Namun, aksi heroik Gentala malah berubah menjadi bencana ...!


===
IG : dtyas_dtyas

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dapat Berapa ?

Diajeng Sekar Ayu

 

Wahh, takjub? Iya.

Aku menatap keliling café di mana aku berada. Monansa Café, gaya dan interior terlihat mewah dan elegan. Jelas bukan untuk pengunjung kelas bawah macam aku ini. Kalau bukan karena Pak Gentala yang ajak, tidak mungkin aku ada di sini.

Malu sendiri, karena jalan dengan Pak Gentala udah kayak bumi dan langit. Gimana nggak, si jutek dari atas sampai bawah udah kelihatan brandednya. Sedangkan aku kalau dilihat dari baju sampai sepatu semuanya KW.

“Duduk!” titah sang prabu.

Eh, ini apa maksudnya ya. Kok Pak GM pilih meja agak sudut begini.

“Pesan yang kamu mau, aku ada janji dengan orang. Setelah itu baru kita bicarakan masalah ganti rugi lecetnya mobil saya.”

Dengar masalah ganti rugi, perut langsung mules. Boro-boro mau pesan makan atau minum, rasanya mau langsung lari ke parkiran terus meneriakkan Tuhan karena bercanda mulu. Mobil Pak Gentala itu Lexus LM350, yang biaya pajaknya aja bisa tiga bulan gaji aku. Lah, ini suruh ganti yang lecet. Berapa dolar gaes?

Pelayan datang dan Pak Gentala menyebutkan pesanannya, aku masih frustasi lalu membuka buku menu. Langsung melotot plus kucek-kucek mata, khawatir salah baca.

Harga tiap jenis di sini, luar biasa. Mehong, gaes. Aku garuk-garuk kepala karena si pelayan masih menunggu pesananku. Si jutek malah sampai nengok.

“Pesan, karena saya nggak tahu akan selesai lama atau cepat.” Pak Gentala kembali asyik dengan ponselnya.

Aku menggeser kursiku agar lebih dekat dengan nya. Hmm, wangi parfumnya bikin pengen nempel dan bergelayut manja.

“Pak Genta,” ujarku. Dia menoleh. “Harganya mahal-mahal, Bapak yang bayarin yak. ‘Kan Bapak yang minta saya ikut,”” ujarku sambil berbisik.

Dia menatapku aneh. Bodo amat harga diri, dari pada ga tahu diri.

“Hm.”

Makhluk di sampingku ini kembali fokus dengan ponselnya. Aku menunjuk satu jenis makanan dan satu jenis minuman pada pelayan, yang kelihatannya menggugah selera. Nggak berani sebut jenis makanannya karena takut salah sebut.

Biasa makan gorengan dan minum bajigur, eh disuguhkan dengan makanan internasional sudah jelas bikin nyali ciut.

Pak Genta duduk dengan bersilang kaki, salah satu tangan berada di pegangan kursi dan tangan lain mengusap dagunya. Aku mengalihkan pandangan, nggak berani menatap karena takut ngiler. Penampilan Pak Genta itu sempurna, sempurna banget malah. Untuk jomblo kayak aku, udah pasti semaput dan harumnya ….

Aku minder sendiri, jangan-jangan bauku nggak enak. Secara aku pakenya parfum boleh beli di minimarket yang setiap belokan buka cabang dan harganya lima puluh ribu. Kalau disemprot semakin banyak aromanya semakin menyengat bukan wangi.

“Kamu tunggu di sini.”

Pak Genta berdiri lalu berpindah ke meja tidak jauh dari meja ini. Ada pria dan wanita yang menghampiri, mereka bersalaman dan berbasa-basi lalu duduk.

Aku tidak bisa mendengar jelas apa yang dibicarakan, apalagi pesanan kami datang dan fokus ku langsung tertuju pada hidangan di meja. Sudah tidak sabar untuk menikmati, apalagi aku memang belum makan malam.

Ternyata pertemuan Pa Gentala tidak selama yang aku duga. Dia kembali ke kursi di sebelahku dan menatapku yang sudah berkali-kali menguap. Sudah pasti bukan menatap karena terpesona,tapi karena penampilanku sudah berantakan mungkin.

“Pak, sudah selesaikan ‘kan? Saya duluan ya,” pamitku berharap Pak Gentala lupa tujuanku diminta ikut dengannya.

“Duduk!” titahnya membuatku yang sudah berdiri kembali duduk.

“Saya sudah tanya kemungkinan biaya perbaikan mobil,” ujarnya membuka suara.

Aku tidak berani menatapnya, cukup telinga yang aku optimalkan fungsinya. Benar saja, ketika aku mendengar nominal yang disebutkan oleh Pak Gentala refleks tubuhku langsung terkejut. Seakan ada hantaman yang membuat raga ini kembali menegak, bahkan aku menggebrak meja.

“Pak Genta, bercanda ya?”

Dia mengedikkan bahu.

“Terus saya bayar pakai apa?” tanyaku bingung.

Pria itu berdiri dan beranjak pergi, meninggalkan aku yang masih setengah waras memikirkan nominal yang disebutkan si jutek.

“Eh, Pak Genta,” panggilku langsung bergegas mengikutinya. Kalau tagihan pesanan dilimpahkan kepadaku, semakin komplit penderitaan yang berhubungan dengan Gentala.

Ternyata pria itu cukup bertanggung jawab, dia mampir ke kasir dan membayar semua tagihan. Aku berdiri di belakangnya, tidak berani mendahului pergi khawatir diminta bayar valet parkir.

“Pulanglah! Terserah kamu akan bayar seperti apa, lewat bagian keuangan juga tidak masalah. Sampaikan saja dengan Nella, biar dia yang urus,” tutur Pak Gentala yang sudah berdiri di samping mobilnya.

Aku menghentakan kaki karena kesal, mendengar si jutek serius.

“Pak Genta, nggak ada niat sedekah?”

Dia mengernyitkan dahinya.

“Anggap aja lagi beramal, jadi nggak usah minta ganti. Berbuat baik itu pahalanya besar loh pak. Tinggal Bapak maafkan saya terus anggap saja biaya perbaikan dengan sedekah dan nggak ada yang tahu, beres ‘kan?”

“Otak kamu yang nggak beres.”

Aku berdecak mendengar Pak Gentala lagi-lagi mengeluarkan kata pedas untuk menegurku. Padahal dia bisa pakai bahasa lain yang lebih halus, jadi penampilannya akan lebih sempurna di mataku.

“Saya tunggu detail pengajuan program, besok. Kalau berhasil di episode pertama, saya anggap hutang kamu lunas.”

“Hahh, itu namanya nggak adil.”

“Nama saya Gentala, bukan adil.”

Sumpah demi apa, ini maksudnya Pak Gentala sedang melucu atau bagaimana sih. Aku hanya bisa melongo, bingung ingin merespon apa.

“Masuk!” titahnya lagi.

Masuk, maksudnya masuk ke mana ya? Aku menggaruk kepala ku yang tidak gatal. Sedangkan Pak Gentala sudah membuka pintu mobilnya.

“Cepat naik, nggak usah berpikir yang aneh-aneh karena ada supir dan saya lakukan ini demi program acara baru. Bukan yang lain,” ujar Pak Gentala.

Aku pun masuk ke mobilnya dan … nyaman. Mobil mewah memang benar-benar nyaman, beda dengan pan_tatku yang sering duduk di jok angkot, bajaj atau paling bagus di mobilnya Fabian. Rasa kantuk datang lagi dan tidak kompromi.

Aku menguap sambil menutup mulut dengan tanganku. Pak Gentala duduk nyaman lagi-lagi dan fokus pada gadget. Sempat ada interaksi dengan supirnya dan aku tidak paham maksud pembicaraan mereka.

“Mbaknya tinggal di mana?” tanya Pak supir yang sedang bekerja, mengendarai mobil supaya baik jalannya.

Aku menyebutkan alamat rumahku dan khawatir. Khawatir mobil mewah Pak Gentala masuk ke komplek perumahan tempat tinggalku nanti malah lebih tambah banyak lecetnya. Saat ini hampir jam sepuluh malam, suasana Jakarta sudah tidak semacet tadi sore.

“Berhenti di mini market saja Pak,” ujarku pada pak supir yang ternyata bernama Pak Budi. Mungkinkan adiknya bernama Iwan, seperti dalam buku-buku pelajaran kelas satu SD.

“Bukannya masih di depan ya, Mbak?” tanya Pak Budi.

“Di sini saja Pak, takutnya mobil Pak Gentala nggak biasa lewat daerah ….”

“Berhenti di depan Pak,” titah Pak Gentala.

Aku menghela lega. Jangan sampai Pak Gentala tahu persis tempat tinggalku yang masih dua blok di depan. Bukan gang yang tadi aku tunjuk pada Pak Budi.

“Jangan lupa, program acara.”

“Selamat malam, Pak. Terima kasih,” ujarku sebelum turun.

“Hm.”

Aku menatap roda empat itu perlahan menjauh, tidak langsung menuju blok tempat tinggalku.

“Ajeng.”

Aku menoleh, ternyata Tony. Aku lupa kalau daerah ini tempat nongkrong si pemalas. Dari pada menjawab dan urusan makin panjang, lebih baik aku bergegas pulang.

“Dapet berapa dari Om-om tadi?”

Hah, maksudnya?

 

1
Allenn
Gentala
Ipul Pasha
Lumayan
Ipul Pasha
Luar biasa
Allenn
Ajeng
aroem
Luar biasa
Djoko Hariyanto
Buruk
dtyas (ig : dtyas_dtyas): buruk kenapa kak?
total 1 replies
Nova Evita
ini buku bagus bangeet. recommended buat di baca. makasih buat author yg sudah nulis cerita sebagus ini. sukses selalu untuk author
Nova Evita
thor, aku pengen Fabian tahu kalo ajeng denger ucapannya yg menghina ajeng ke Audrey
Nova Evita
gentala.... aku padamu 😍
Nova Evita
ih si ibu tega benar. masa nggeplak sama noyor kepala ajeng di depan orang-orang. kan malu... ajeng bukan anak kecil
Nova Evita
itu seperti nya gentala sengaja biar kepergok mami nya. ya kan thor?
Nova Evita
bukan hari minggu padahal 🤣🤣
Nova Evita
aahh... gentala ... modus aja kamu itu kan??!!!
Nova Evita
gentala konyol. mau Fabian sama ajeng ada hubungan ato gak, masalah nya apa buat lu? aneh...
ato jangan-jangan .....
Alanna Th
genta k mana n knapa hpnya ga diangkat? smoga penyesalan mnghantuimu!!
Alanna Th
kq aq yg kleper"?
Alanna Th
Luar biasa
Alanna Th
fabian msh penasaran blm prnh nyicip drh prwn y?!
Alanna Th
ini yang dsebut lolos dari mulut buaya, masuk k mulut singa? pilih mana, jeng? aq sie ga mau dua"nya; tukang celup spt oreo, aq ga suka, lbh suka slayolay /Facepalm//Facepalm//Facepalm//Joyful/
Alanna Th
aq tuh baru denger cln pcrq dekat cewe lain aja udeh jijik, gmn spt ajeng mergokin 2org lagi on? sungguh mnjijikkn n mngerikn
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!