Di balik kehidupan mereka yang penuh bahaya dan ketegangan sebagai anggota organisasi rahasia, Alya, Alyss, Akira, dan Asahi terjebak dalam hubungan rumit yang dibalut dengan rahasia masa lalu. Alya, si kembar yang pendiam namun tajam, dan Alyss, yang ceria serta spontan, tak pernah menyangka bahwa kehidupan mereka akan berubah drastis setelah bertemu Akira dan Asahi, sepupu yang memimpin di tengah kekacauan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azky Lyss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4: Hentakan di Tengah Pelarian
Lorong sempit itu terasa semakin menutup, membuat setiap langkah terasa semakin berat. Gedung yang mulai runtuh di belakang mereka memaksa Akira, Alya, dan Alyss untuk bergerak lebih cepat. Meski mereka sudah di jalur pelarian, suasana mencekam tak kunjung hilang.
"Kita hampir sampai," kata Alya, yang memimpin di depan. "Ada pintu keluar di ujung lorong ini."
Akira mengangguk, matanya sesekali melirik ke belakang, berharap mendengar suara Asahi yang muncul dari reruntuhan. "Asahi pasti bisa melewati itu," gumamnya, mencoba meyakinkan dirinya sendiri.
Alyss, yang terus berlari di belakang mereka, terlihat semakin cemas. "Apakah kita benar-benar harus meninggalkannya di sana?" tanyanya, nadanya dipenuhi keraguan.
“Kita tidak punya pilihan, Alyss,” jawab Akira dengan nada tegas namun lembut. "Percayalah pada Asahi. Dia tidak akan menyerah semudah itu."
Seketika, suara gemuruh keras terdengar dari belakang. Reruntuhan besar lain jatuh, menghancurkan sebagian besar jalur yang mereka lewati. Sekarang, pelarian mereka semakin mendesak.
"Pintu keluar sudah dekat!" Alya mempercepat langkahnya, menunjukkan pintu baja yang ada di ujung lorong. Mereka bergegas menuju pintu itu, napas mereka semakin berat karena kelelahan.
Saat mereka mendekati pintu, tiba-tiba terdengar langkah kaki dari arah lain. Alya segera mengangkat tangan, menghentikan mereka. "Tunggu, ada orang lain di sini."
Akira dengan cepat meraih senjatanya, memasang posisi siap. "Bersiaplah. Ini mungkin belum selesai."
Dari bayangan di balik pintu, muncul beberapa pria bersenjata lengkap. Mereka adalah anggota organisasi lawan, terlihat dari tanda khusus di seragam mereka. Wajah mereka menunjukkan tekad, jelas mereka tidak akan membiarkan Akira dan timnya keluar dengan mudah.
"Kalian pikir bisa melarikan diri?" salah satu dari mereka menantang, mengarahkan senjatanya ke arah Akira dan yang lainnya.
Akira tidak mundur. "Jika kalian tahu siapa kami, seharusnya kalian sudah pergi sebelum kami menemukan kalian." Ucapannya penuh kepercayaan diri, meskipun situasi mereka tampak semakin sulit.
Alya segera mengambil posisi, siap memberikan tembakan jarak jauh jika situasi semakin genting. Sementara itu, Alyss, yang biasanya dilindungi, kini tampak siap untuk menghadapi apa pun yang datang.
"Jangan meremehkan kami," Alyss berkata dengan tegas, meskipun matanya masih mencerminkan sedikit ketegangan. Kali ini, dia tidak mau hanya bergantung pada perlindungan Akira dan Alya.
"Serang mereka!" teriak salah satu pria bersenjata itu, memulai serangan.
Peluru mulai menghujani lorong sempit itu, membuat Akira dan timnya harus segera mencari perlindungan. Alya mengambil posisi di sudut strategis, memberikan tembakan balasan dengan presisi. Dengan keahlian sniper-nya, dia berhasil menjatuhkan beberapa musuh dari kejauhan.
Akira, dengan ketenangan khasnya, bergerak cepat di antara tembakan, memberikan instruksi singkat. "Alya, lindungi dari jarak jauh. Alyss, tetap di belakangku. Aku akan memimpin serangan ini."
Namun, Alyss kali ini tidak hanya diam. Dia mulai menembak ke arah musuh dengan akurasi yang mengejutkan. Meskipun Akira selalu melindunginya, Alyss sudah semakin terlatih dan ingin membuktikan kemampuannya.
"Jangan tinggalkan semuanya padamu saja, Akira," Alyss berkata dengan sedikit senyum percaya diri, meskipun situasinya sangat genting.
Akira melirik sekilas, terkejut namun juga kagum dengan keberanian Alyss. Dia tahu bahwa dia harus mempercayai insting gadis itu, meski nalurinya adalah selalu melindunginya.
Pertempuran semakin sengit. Musuh datang dalam gelombang, memaksa Akira dan yang lain untuk terus bergerak dan beradaptasi. Tiba-tiba, suara ledakan keras mengguncang lorong, membuat puing-puing jatuh dari langit-langit.
"Kita tidak bisa bertahan di sini lebih lama!" teriak Alya dari posisinya. "Kita harus menemukan cara untuk keluar!"
Akira mengangguk. "Kita akan tembus pertahanan mereka. Bersiaplah untuk bergerak!"
Dengan satu serangan terkoordinasi, Akira dan Alya meluncurkan serangan balik. Tembakan mereka tepat sasaran, memaksa musuh mundur. Saat salah satu musuh mencoba mendekat, Alyss dengan cepat menembaknya, membuat Akira melirik dengan bangga.
Mereka berhasil mendorong musuh mundur, membuka jalan ke pintu pelarian. "Sekarang!" Akira berteriak, memimpin Alya dan Alyss menuju pintu keluar.
Mereka berhasil mencapai pintu baja, dan dengan satu dorongan kuat, Akira membukanya. Di balik pintu itu, mereka disambut oleh malam yang gelap, udara segar langsung menyerbu masuk.
Namun, saat mereka melangkah keluar, suara reruntuhan besar lainnya terdengar di belakang mereka. Reruntuhan gedung semakin besar, menutup pintu yang baru saja mereka lewati.
"ASAHI!" Alyss berteriak lagi, berusaha mendekati reruntuhan, tapi Akira menahannya.
“Kita tidak bisa kembali,” kata Akira dengan suara pelan namun tegas. "Asahi akan menemukan jalannya. Kita harus percaya padanya."
Alya mendekat, mengangguk dengan serius. "Dia akan keluar, Alyss. Kita hanya perlu memberinya waktu."
Meski hatinya berat, Alyss akhirnya mengangguk pelan, menerima kenyataan bahwa mereka harus terus bergerak tanpa Asahi untuk sementara waktu.
Dengan rasa khawatir yang makin menumpuk, Akira, Alya, dan Alyss terpaksa meninggalkan reruntuhan dan mulai menuju markas. Jalanan malam yang sunyi hanya mempertebal ketegangan di antara mereka. Meski mereka tahu bahwa Asahi tangguh, ketidakpastian menggerogoti pikiran mereka.
Alya menoleh ke Akira, yang tetap berusaha tenang. "Asahi tidak akan mudah menyerah. Tapi…"
"Tapi kita tidak bisa terlalu lama menunggu," jawab Akira, dengan tatapan kosong ke depan. "Kita harus pulang dan menyiapkan bantuan."
Tanpa kata-kata lebih lanjut, mereka bertiga melangkah dengan perasaan berat, meninggalkan reruntuhan di belakang. Asahi mungkin masih bertarung untuk keluar dari sana, atau mungkin... mereka belum tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
---
Terua semangat Author
Jangan lupa mampir 💜