NovelToon NovelToon
Menikahi Sersan Mayor

Menikahi Sersan Mayor

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / Romansa
Popularitas:9.4M
Nilai: 4.8
Nama Author: Andreane

Blurb :


Sebuah pernikahan yang hanya di dasari oleh cinta dari salah satu pihak, akankah berjalan mulus??

Jantung Arimbi seakan runtuh ketika pria itu mengatakan 'kita akan tidur terpisah'

Akankah ketulusan Arimbi pada putri semata wayang mampu membuat Bima, seorang TNI AU berpangkat Sersan Mayor membalas cintanya?

______


Arimbi terkejut ketika sosok KH Arifin, datang ke rumahnya bersama Pak Rio dan Bu Rio.


Yang lebih mengagetkannya, kedatangan mereka bertujuan untuk melamar dirinya menjadi istri dari putranya bernama Bima Sena Anggara, pria duda beranak satu.


Sosoknya yang menjadi idaman semenjak menempuh pendidikan di pondok pesantren milik Abi Arifin, membuat Arimbi berjingkrak dengan perjodohan itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

~ 10 ~

Selesai makan malam, aku di bantu mami mencuci semua piring, lalu setelah itu kami berkumpul di ruang keluarga menikmati kacang almond.

Hampir satu jam kami menghabiskan waktu sambil menonton berita, papi dan mami akhirnya pamit pulang.

"Dada oma, dada opa, Hati-hati!" teriak Lala ketika mobil yang membawa mertuaku perlahan mulai melaju meninggalkan rumah mas Bima.

Kami masuk setelah pintu gerbang di tutup sempurna oleh satpam yang juga langsung pulang karena jam kerjanya berakhir.

Mas Jim akan datang kembali besok pagi untuk menjaga rumah selagi rumah ini kosong karena aku dan mas Bima pergi bekerja.

****

20:55 WIB.

Saat ini aku dan Lala sedang berbaring dengan posisi miring saling berhadapan di tempat tidur kamar Lala.

Aku sedang menidurkan Lala yang memang selalu mengoceh sebelum tidur. Kadang bernyanyi, bercerita, kadang-kadang aku yang mengoceh menasehatinya.

"Tadi ada yang pipis di kelas, bun ... Namanya Denias"

"Oh ya?"

"Iya, dia nggak ngomong kalau mau pipis, jadinya pipis di celana"

"Lala kalau mau pipis ngomong ke bunda yang di sekolah ya" kataku mengingatkan. "Jangan di tahan, nanti perutnya jadi sakit"

"Iya, Lala selalu ngomong ke bunda Lisa"

"Anak pintar" Aku menoel hidungnya lembut.

Usai aku memujinya, tiba-tiba Lala agak sedikit bangkit, menopang tubuhnya dengan kedua lutut, tangannya menyibakkan rambutnya yang panjang ke belakang telinga.

"Ayah?"

"Belum tidur?" tanya Mas Bima yang tak ku tahu seperti apa raut wajahnya.

Aku yang tidur miring membelakangi pintu kamar yang terbuka lebar, sama sekali tak tahu mas Bima datang kalau saja Lala tak memanggilnya.

"Belum" jawab Lala.

Mas Bima berjalan mengikis jarak, terlihat sangat jelas dari pantulan bayangannya yang kian dekat menghampiriku.

Sementara aku tetap dalam posisiku, memiringkan badan membelakangi mas Bima.

Aku tak berani menoleh ke belakang karena melihat wajahnya, membuatku teringat akan malam yang membuatku kesal.

"Ayah mau temani Lala bobo?"

"Mau ayah temani?" tanya mas Bima balik, yang tahu-tahu sudah duduk di tepian ranjang tepat di belakangku.

"Mau!" jawab Lala girang.

"Ya sudah, sekarang bobo, sudah malam!"

Lala pun merebahkan diri setelah mendengar perintah ayahnya. Tangannya melingkar di perutku yang langsung ku balas dengan memeluknya.

"Bunda!"

"Hmm"

"Bunda udah bobo ya?"

"Belum" Bisikku. Mungkin karena aku memejamkan mata, jadi Lala bertanya demikian.

"Tapi kok merem, ada ayah bun, ayah mau temani Lala bobo"

"Kalau begitu sekarang bobo, okay!"

"Euggh"

Aku mengusap-usap punggungnya lembut, sambil menormalkan detak jantungku yang makin tak karuan.

Entah dalam rangka apa mas Bima bisa duduk di balik punggungku. Atau sepertinya dia sengaja mengerjaiku, mungkin dia tahu kalau aku pasti akan kikuk begini jika berada di dekatnya.

Saat tangan mas Bima terulur dan melewati atas tubuhku, hawa panas langsung menyerangku dengan tanpa ampun, padahal jelas-jalas sudah ada AC yang ku nyalakan tadi setelah membantu Lala menggosok gigi.

Jantungku makin kebat-kebit saat tangan mas Bima mengusap belakang kepala Lala berulang kali.

Sekian detik berlalu, mas Bima kembali menarik tangannya, namun tak serta merta membuatku lega, sebab di detik berikutnya mas Bima bersuara.

"Setelah Lala tidur, kita lanjutkan pembicaraan yang belum tuntas beberapa malam lalu"

Aku memejamkan mata, berusaha keras menenangkan debaran jantungku.

"Bukankah pembicaraan kita sudah selesai?" lirihku karena tak mau membangunkan Lala yang sepertinya sudah mulai hanyut mengarungi alam mimpi.

"Bagian mana yang selesai kalau kamu pergi begitu saja. Nggak punya etika itu namanya"

Mas Bima bilang aku nggak punya etika hanya karena aku meninggalkannya di ruang makan. Lalu apa julukan yang pas untuk suami sepertinya?

Apa dia tidak menyadari kalau sikapnya justru lebih parah dari pada aku yang hanya mengakhiri pembicaraan tanpa sepatah kata?

"Aku tunggu di ruang tengah" ucap mas Bima yang membuat lamunanku langsung berantakan. Pria itu bangkit sebelum akhirnya beranjak dari kamar Lala.

Tak ku respon ucapannya barusan, sebab aku tengah mengecupi pucuk kepala Lala yang nafasnya kian teratur. Aku yakin Lala sudah pulas.

Pelan, aku bergerak bangkit. Keluar dari kamar Lala setelah sebelumnya menyelimuti Lala dan menaruh bantal di tepian ranjang untuk menghalau Lala agar tak terjatuh.

Menarik napas perlahan, ku hembuskan secara perlahan pula.

Nafasku kembali terembus panjang saat langkahku nyaris sampai di ruang tengah.

Di sana, sudah ada mas Bima yang sedang duduk sambil melihat acara di tv.

Sejujurnya, ada perasaan gelisah yang ku sertakan di sela-sela nafasku, namun aku berusaha menyingkirkannya.

Ketika langkahku sampai di livingroom, mas Bima langsung mematikan tv.

Ia menyuruhku duduk di sebelahnya yang duduk di sofa panjang.

Ku telan ludahku sendiri selagi aku berpindah tempat duduk.

Begitu aku sudah duduk, mas Bima langsung merubah posisi duduknya menjadi menghadapku, dengan melipat salah satu kaki, sementara punggungnya bersandar pada sandaran tangan sofa. Ia membiarkan salah satu kakinya tetap menapak lantai.

Aku gugup campur takut. Telapak tanganku bahkan berkeringat saking nervousnya.

Berkali-kali aku menelan ludah untuk menetralisir rasa yang bergejolak di dadaku ini. Rasa yang membuatku kian tak nyaman

"Dunia ini tempatnya Amal Arimbi, bukan tempatnya kesal" Mas Bima mengatakan itu seakan-akan dia tahu kalau aku memang sedang kesal.

"Dunia ini ladangnya pahala, bukan untuk menyimpan kebencian" Mendengar kalimat kedua darinya, secara reflek aku mengangkat pandangan. Aku merasa ada sedikit keberanian untuk menampik ucapan sucinya itu.

"Kalau memang dunia ini tempat untuk mengumpulkan pahala" Kataku sambil berusaha menenangkan detak jantung. "Kenapa mas tidak menunaikan kewajiban mas sebagai suami?" Tambahku yang entah dari mana datangnya keberanianku ini. 

Mas Bima mengangkat satu alis begitu aku membalas tatapannya untuk sesaat.

"Kewajiban sebagai suami" Pria dingin ini mengatakannya sambil mencondongkan badan ke depan, dan sikapnya itu membuatku spontan menggeser posisi duduku.

Mas Bima turut bergeser, itu membuat jantungku makin kehilangan ritmenya.

"Kamu mau aku memberikan hakmu sebagai seorang wanita yang sudah ku sebut namanya saat ijab qobul?"

Aku sudah tidak bisa lagi bergeser karena sudah mentok menempel pada sandaran tangan pada sofa, yang bisa ku lakukan hanyalah menelan ludahku sendiri yang bagai bongkahan batu di tenggorokan.

Untuk sesaat, aku benar-benar menyesali ucapanku tadi.

"Kamu mau aku melakukan kewajibanku sebagai suamimu untuk memberikan nafkah batin, begitu? Lalu, bagaimana jika aku melakukanya bukan karena cinta? Karena terpaksa mungkin, atau hanya karena nafsu. Bagaimana perasaanmu?"

Apa karena mas Bima memang tidak pernah bisa mencintaiku, dan dia tidak mau menjadi pria bejat karena menyentuhku hanya demi nafsunya?

Ah,, apapun itu, tetap saja itu tidak benar. Aku menangkis pemikiran yang ku buat sendiri.

"Jawab Bi!"

Aku masih bergeming di posisi semula, sambil mengunci rapat-rapat mulutku.

Tiba-tiba, tangan mas Bima menarik daguku agar aku menoleh dan menatap ke arahnya.

"Coba lihat aku" Titahnya karena aku melempar lirikan ke obyek lain.

"Lihat aku Bi!"

Dengan terpaksa aku memberanikan diri setelah tiga detik untuk mempertemukan netra kami.

"Kamu tahu perasaanku padamu saat kita menikah, bukan begitu Arimbi?"

Aku mengangguk.

"Apa?" Tanya mas Bima. Hanya satu kata tapi terdengar sarkastis.

"Mas nggak mencintaiku" jawabku setelah aku kembali menelan saliva yang entah ke berapa kali.

"Itu sebabnya aku nggak mau menyentuhmu, Arimbi. Karena aku bukan pria yang menuntaskan hasratku hanya karena nafsu semata, bukan karena cinta. Kenapa hal seperti itu kamu tidak memahaminya?"

"Lantas, kalau mas nggak mencintaiku, kenapa masih mempertahankanku di rumah ini?"

"Karena aku terlibat perjanjian dengan mami"

"Perjanjian?" Tiba-tiba saja ada nyeri yang muncul di dalam sana.

"Sudah ku peringatkan sebelumnya" kata mas Bima tanpa rasa bersalah. "Mau, ku peringatkan lagi? Baiklah kalau itu maumu"

Aku diam, kembali menunduk karena tangan mas Bima sudah terlepas dari daguku.

"Dengar Arimbi" Nadanya terdengar santai namun menakutkan. "Aku setuju dengan pernikahan ini, karena memang perjanjian yang ku buat dengan mami, tidak ada kaitannya dengan perasaan atau apapun itu. Jadi jangan libatkan hatimu dalam hubungan ini"

Rasanya aku ingin menangis sejadi-jadinya usai mendengar perkataan mas Bima. Dia benar-benar pria tak berperasaan.

Aku memang menerima apapun perasaannya padaku saat menikah dengannya, bahkan kebenciannya sekalipun. Dengan keyakinan, aku akan bisa membuatnya jatuh cinta padaku.

Tapi, setelah dua tahun lebih berlalu, apakah ketulusanku merawat Lala sama sekali tidak bisa membuatnya melihatku?

"Kamu tahu perasaanku dulu saat menikahimu, apa sekarang kamu mau kita melakukannya?"

"Apa aku harus menolaknya jika itu membuatku berdosa, mas? jika memang" Aku menjeda ucapanku, karena jika tidak aku pasti akan menangis. "Ceraikan aku, maka aku akan pergi dari sini, karena aku tidak mau berbuat dosa yang sengaja ku lakukan"

Tak ingin mendengar jawabannya, aku langsung bangkit dari dudukku.

Sebelum aku melangkahkan kaki, mas Bima buru-buru mencengkram pergelangan tanganku.

"Mau kemana kamu?"

"Sepertinya sudah tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan, mas"

"Duduk, kita masih belum selesai"

"Maaf, aku lelah, aku mau istirahat"

"Ku bilang duduk!" sentak mas Bima dengan nada tinggi.

"Ayah!"

Bersambung.

Karena yang ku sajikan adalah konflik batin, jadi alurnya ku buat seperti ini ya, pelan-pelan!

Yang bosan bisa langsung left tanpa meninggalkan jejak buruk yang membuat ku sakit hati 😩

Yang masih mau baca, komen aja. Nanti kalau masih banyak yang minat, bisa ku buatkan part selanjutnya.

Terimakasih buat dukungannya...

Big hug...

1
Savitri Eka Qodri
Luar biasa
Amalia Siswati
malas bgt tipykal arimbi ini..pengemis cinta,walaupun istri tapi tak menunjukan punya harga diri
Lita Pujiastuti
aduhh...piye to ..gk ada kenaikan pangkat utk penghargaan sampai lombat 5 tingkat...yoweslah...sakarepe author...di sini kan...yg pny lanud author....😄
Anne: maaf ya.. banyak kekeliruan dengan fakta di real life.
total 1 replies
Lita Pujiastuti
biyuuuhhh ..kaya abg lagi pacaran. Bima ngambegnya, Arimbi jg lucu...pake surat²an. si Bima jg lucu...ngambeg lempar surat bolak balik....ada ya pasutri ky gt di dunia nyata.....😄
Lita Pujiastuti
Thor....sukses banget sih, bikin readers kesel sm Arimbi yg gk cerdas menyimpulkan pergerakan dan liciknya Gesya...
Tari Suherman
Luar biasa
Tari Suherman
Lumayan
Lita Pujiastuti
Hana bnr² terpengaruh sm bujukan Gesya....pasti Gesya yg memengaruhi ini...
Lita Pujiastuti
Sudah kuduga, biang kerok persolan Bima dg Hana adlh Gesya. Krn gambaran sikap Hana yg ramah, lembut tp mudah dimanipulasi oleh adiknya....sehingga lengah. bhkn masih dimanfaatkan jg utk merebut hak asuh anak demi obsesi Gesya merebut Bima. blm nyadar jg ...Hana...Hana..
Lita Pujiastuti
yang pinter di sini autornya, bikin dialog anak kecil, sama kecerdasan Bima, dan karakter Arimbi yg biki geregetan....😄
Lita Pujiastuti
nikmati saja alur ceritanya, sambil belajar gimana bikin kisah yang bisa menampilkan karakter khusus tiap tokohnya, yg bikin para reader geregetan....n' trs baca...😁
Lita Pujiastuti
lanjuuuttt...😊
Lita Pujiastuti
saya suka dengan cerita ini. karena, kebanyakan kisah² di noveltoon menceritakan ttg konglomerat, CEO, si miskin teraniaya tra nikah sm CEO atau konglomerat dg byk art, pny bodyguard, dll...

jujur pgn jg ada kisah ttg kalangan menengah ke bawah. Misal guru SD, dokter yg bertugas di desa terpencil dg kehidupan yg sederhana...ato apalah...😁
Lita Pujiastuti
klo gini bisa tegas juga, tp di depan Bima mlempem ky krupuk kena air ...skali² bikin Bika kesel kek ....😁
Lita Pujiastuti
yang menyedot emosi kesel, gemes dll di sini mmg karakter Hana....jk gk kaya' gt....ya gak ada greget nih cerita...m😄
Lita Pujiastuti
sekali lagi Arimbi oon ...sdh dipesan sama Bima agar hati² dg Yoga...eehhh..mlh disuruh masuk rumah. lulusan pesantren harusnya tahu, jika tdk ada suami dilarang menerima tamu laki². hrsy suruh pulang dan balik lg klo suami ada di rmh ....bego bgt ....kesel aku
Lita Pujiastuti
lanjut ..walau sebenarnya ingin kasih masukan sejak kemarin² ttg jabatan di lanud. krn Bima itu masih bintara ..krn pemimpin di lanud pastinya perwira lah ..
tp gpp lah ...nikmati kisah rumah tangganya sj...
lanjutt... .
Lita Pujiastuti
sama² mudah dibohongi ....hiihh
Lita Pujiastuti
Cerdas dikit kenapa to, Bi.....ealaahhh...
Lita Pujiastuti
ini nih .. akibat Arimbi suka berasumsi sendiri. anak pesantren tapi gk tau tabayun.....tanya kek sm Bima, klarifikasi...bkn menyimpulkan sendiri...mlh makin runyam.
pasti Bima ke hotel itu ngelabrak Gesya krn sdh blg yg engga2 ke Arimbi wkt itu. Gesya itu licik, pandai memanfaatkan situasi, mgkn pas Bima telp mo ngemabrak...Gesya sengaja menyuruh menemui di hotel. sengaja menciptakan kesalah pahaman dg dibantu Yoga....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!