Raisya adalah seorang istri yang tidak pernah diberi nafkah lahir maupun batin oleh sang suami. Firman Ramadhan, adalah seorang arsitektur yang menikahi Raisya setelah empat tahun pertunangan mereka. Mereka dijodohkan oleh Nenek Raisya dan Ibu Firman. Selama masa perjodohan tak ada penolakan dari keduanya. Akan tetapi Fir sebutan dari seorang Firman, dia hanya menyembunyikan perasaannya demi sang Ibu. Sehingga akhirnya mereka menikah tanpa rasa cinta. Dalam pernikahannya, tidak ada kasih sayang yang Raisya dapat. Bahkan nafkah pun tidak pernah dia terima dari suaminya. Raisya sejatinya wanita yang kuat dengan komitmennya. Sejak ijab qobul itu dilaksanakan, tentu Raisya mulai belajar menerima dan mencintai Firman. Firman yang memiliki perasaan kepada wanita lain, hanya bisa menyia-nyiakan istrinya. Dan pernikahan mereka hanya seumur jagung, Raisya menjadi janda yang tidak tersentuh. Akankah Raisya menemukan kebahagiaan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya mimpi
Malam ini adalah malam kedua kami. Tidak ada tanda-tanda keromantisan yang akan aku dapatkan dari suamiku. Malam ini kami lalui begitu saja, suamiku tidur mendahului aku dengan membelakangiku seperti tadi malam. Sedangkan aku belum bisa tertidur. Mata ini enggan terpejam. Ada sesuatu yang mengganjal hatiku. Kulihat HP suamiku menyala, sepertinya ada pesan masuk. Sebenarnya aku penasaran.Tapi meski sudah menjadi istrinya, tentu aku tak ingin mengganggu privasinya. Meskipun seharusnya dalam rumah tangga harus ada keterbukaan.
"*Sabar Raisya ini baru permulaan, perjalananmu masih panjang, bukankah menikah adalah ibadah terpanjang*," gumamku dalam hati. Tak lama akupun mulai terlelap.
Aku merasakan ada benda kenyal yang menyentuh keningku, rasanya begitu hangat.
Aku tersenyum mendapatkan itu.Sepertinya ada yang memeluk tubuhku. Aku dikagetkan suara batuk, iya suamiku batuk ternyata.
Dan saat kubuka mata ternyata suamiku tidur di lantai beralaskan selimut. "ternyata hanya mimpi," tapi pelukan tadi sangat nyata bagiku. Apa mungkin karna aku mengharapkan itu. Aku membuang jauh-jauh pikiranku. Tapi wajar saja sebagai seorang yang sudah sah menjadi suami istri aku mengharapkan perlakuan romantis dari suaminya. "huft sadar Raisya kamu mimpi" batinku.
Kulihat jam dinding nenunjukkan Jam 11 malam, aku pun tidur lagi.
Jm 2 dini hari aku terbangun karna ingin buang air kecil, kulihat suamiku sudah tak ada di bawah tempat tidur."kemana dia?" batinku. Aku mengumpulkan kesadaranku "ah mungkin ke kamar mandi", gumamku lagi.
Maklum rumah di desa jadi kamar mandinya ada di dekat dapur. Aku hendak menuju kamar mandi namun kulihat pintu kamar sebelah terbuka. Aku penasaran, setelah kuintip ternyata Kak Firman tidur meringkuk di bawah, di atas sajadahnya. mungkin dia ketiduran setelah sholat.
Kuperhatikan wajahnya yang kini sedang terlelap dengan nafas yang teratur. Wajah yang halal aku pandangi bahkan aku sentuh. Namun aku tak punya keberanian untuk itu, aku malu dan takut dikira lancang. Kulit sawo matang, hidung mancung, rahang yang keras, menurutku suamiku ini memiliki postur tubuh yang pas.Kalau mau digambarkan suamiku ini mirip salah satu aktor di film genra buana Indosiar. Sedangkan aku, tubuh yang mungil dengan kulit kuning langsat, hidung pas-pas an, bibir merah dan mungil. Serta jangan lupakan lesung pipiku yang menambah nilai plus ketika aku tersenyum, itu sih kata orang-orang.
Aku dan Kak Firman memang terpaut usia 8 tahun, dia nampak dewasa sesuai umurnya. Setelah puas memandangi wajah suamiku, aku berinisiatif untuk mengambil selimut di kamar. Karna kulihat dia nampak kedinginan. Kuselimuti tubuhnya dengan pelan, agar tidak membangunkannya. Aku segera ke kamar mandi sekalian wudu dan bermunajat.
Sampai akhirnya waktu subuh datang, aku membangunkan Kak Firman.
" Kak sudah subuh."Aku membangunkannya dengan pelan.
"hmmm." dia kembalikan tubuhnya.
aku sentuh tangannya yang terhalang selimut.
"Bangun kak! sudah subuh." ucapku kembali.
"Hm, iya." sambil mengucek matanya dia pun bangun dan pergi ke kamar mandi.
Kami pun shalat berjamaah. Aku mengaminkan segala do'anya yang dia baca dalam bahasa Arab.Setelah itu saat hendak mencium tangannya dia tiba-tiba bangun tanpa menolehku, aku urungkan sebelum dia melihatnya.
"Ternyata kehidupanku sepertinya tak seindah novel online yang kubaca. di mana setelah selesai shalat istri mencium punggung tangan suaminya kemudian suami mencium kening istrinya". batinku
Jam 7 pagi, kami pun sarapan berdua lesehan di ruang keluarga. Pagi ini aku hanya masak nasi goreng dan telur mata sapi.
Setelah sarapan aku memulai percakapan
"Kak, kemarin ummi dan abah sudah pamit pulang, mereka titip salam ke kakak, maaf kemarin aku lupa ngasih tau." ucapku menunduk tak berani menatapnya.
"Iya gak pa-pa, setelah ini kita main ke rumah Ibu, kamu bersiaplah!"
"Baik kak." akupun segera mengganti gamis dan jilbabku. Aku memang tidak pandai merias wajah. Cukup pakai bedak, pensil mata alias celak, dan sedikit lip balm. Tidak butuh waktu lama untukku berdandan.
Andai kami pasangan yang normal, mungkin aku akan meminta pendapat suamiku untuk memakai baju warna apa.Lalu menanyakan bagaimana penampilanku. Tentu seorang suami akan memuji penampilan istrinya.Dan akan mengomentari kalau dia kurang suka. Apa lagi bagi pengantin baru, kata orang masih hangat hangatnya. Bukankah istri adalah pakaian bagi suaminya. Tapi ini tidak berlaku untukku. Jangankan memuji, melihat saja seakan tak sudi. Tapi aku tetap berbaik sangka, kuanggap dia sedang malu dan belum terbiasa denganku. Cinta datang karna terbiasa.
Semoga Allah segera menghadirkan cinta diantara kami.
"Kak boleh aku pakai sandal hantaran ini?" aku bertanya dan menunjuk pada hantaran sandal yang belum aku buka.
"Pakailah! itu sudah menjadi hakmu. Apa yang sudah diberikan kepadamu berarti itu milikmu, jangan ditanyakan lagi."
oh tidak kenapa kata-katanya sedikit pedas dalam pendengaranku. Apa dia bilang, yang menjadi hakku tidak usah ditanyakan lagi. Tapi kenapa untuk hatinya yang seharusnya sudah menjadi hakku sepertinya akan sulit untuk aku gapai.
Tanpa berlama-lama aku pun segera memakai sandal itu. Tak peduli lagi dengan perkataannya. Anggap saja itu suatu pesan dari seorang suami. Mungkin selama ini aku sudah menjadi anak yang manja. Sehingga sensitif dengan kalimat yang sedikit menekan.
Maaf kalau sebelumnya reader membaca bab ini ada yang berbeda . Karna sudah saya revisi.