" Menikah dengan siapa?! om pamungkas?!!" suara Ratih meninggi, di tatapnya semua anggota keluarganya dengan rasa tak percaya.
" Pamungkas adalah pilihan terbaik untukmu nduk.." suara papanya penuh keyakinan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahmat
Bapak Pamungkas adalah seorang abdi negara juga,
namanya Rahmat, orang asli sulawesi.
Sementara ibunya adalah keturunan jawa murni.
Bisa di katakan Pamungkas adalah perpaduan dua suku,
Bentuk wajahnya tegas, beralis tajam dan bergaris hidung mancung,
namun matanya seperti mata ibunya, sorotnya kalem khas orang jawa, dan senyumnya manis,
sayangnya Pamungkas jarang tersenyum.
Pamungkas kecil tumbuh di lingkungan asrama,
ayahnya selalu memasang wajah kalem di depan banyak orang,
namun ketika di dalam rumah ia selalu bersikap kaku pada ibu,
padahal kata ibunya dulu, awal awal menikah ayahnya adalah orang yang penyayang dan penuh perhatian.
Menginjak tahun ketiga pernikahan ayah pamungkas yang sering dinas luar itu berubah drastis,
ia menjadi acuh dan mudah marah.
Sering kali ia melampiaskan kemarahannya pada Pamungkas,
hal hal kecil yang Pamungkas lakukan selalu saja bisa memantik kemarahan ayahnya hingga berakhir dengan pemukulan.
Pernah suatu ketika terjadi pertengkaran hebat,
Ibunya di pukul dan di usir oleh ayahnya, hanya karena ibu mempertanyakan kenapa ayah tidak bisa bersikap baik dan bertanggung jawab seperti teman temannya.
Tengah malam Pamungkas dan ibunya di tundung keluar dari rumah,
Pamungkas kecil yang sempat di lempar ke diding oleh ayahnya, dan ibunya yang menahan sakit karena di cekik dan di tempeleng ayahnya terpaksa berjalan tengah malam,
keduanya terus saja berjalan keluar dari asrama yang bebas dari penjagaan itu, Ibu Pamungkas tidak tau arah mana yang ia tuju, yang ia tau adalah terus menuntun putranya dengan erat, membawanya kemanapun ia pergi, dan tak boleh meninggalkannya.
" Pamungkas capek buk.. kita pulang ke mbah kung saja.." ujar pamungkas yang berusia delapan tahun saat itu, ia tak mengeluh meskipun punggungnya terasa sakit akibat ulah ayahnya.
namun ibunya menggeleng dengan air mata yang meleleh,
" Mbah kung sakit.. nanti kalau kita pulang kesana.. takutnya mbah kung tambah sakit.." jawab si ibu.
Pamungkas tertunduk sedih, ia sudah lelah berjalan jauh, dan langit tampak gelap sekali.
" Ibuk ibuk..! itu om Budi?!" tunjuk Pamungkas bersemangat melihat seorang laki yang mengendarai motor mendekat.
" Ayo naik te, saya antar pulang.." ujar teman satu letting ayahnya itu, ia tinggal satu deret dan satu RT.
" Mboten (tidak) om.. " jawab ibu Pamungkas,
" ndak apa apa te.. kebetulan tadi saya piket, terus di telfon sama ibunya anak anak..
ibunya anak anak khawatir, jadi saya disuruh jemput tante..
sudah, kasihan Pamungkas itu.. sudah capek, ngantuk.. mungkin juga lapar.." ujar laki laki bernama Budi itu.
Ibu Pamungkas terdiam, ia tertunduk bimbang,
" Sudah begini saja.. tante ikut saya kerumah bapak buah bang Rahmat, kita jelaskan kondisi tante dan Pamungkas..
nanti biar bang Rahmat di panggil..
sebelum bang Rahmat di panggil tante tidur rumah saya saja dulu..
wes tho te (sudahlah te).. sakne ( kasihan)Pamungkas.." imbuh Budi.
Akhirnya dengan barat hati ibu Pamungkas patuh, ia mengikuti saran teman dari suaminya itu.
Besoknya ayahnya meminta maaf dan menyusul Pamungkas dan ibunya pulang.
Namun beberapa minggu berlalu hal semacam itu terjadi lagi, bahkan lebih parah,
ibunya sampai nekat lapor ke kantor dan meminta cerai, bahkan ayah Pamungkas hampir saja di pecat.
Namun lagi lagi keduanya di damaikan dengan alasan Pamungkas masih membutuhkan ayahnya, dan ibu yang saat itu tidak bekerja masih membutuhkan gaji ayah yang sudah terpotong potong cicilan bank itu.
Yang Pamungkas ingat.. sudah lebih dari tiga kali ibunya membuat laporan, namun ayahnya itu selalu bersujud dan meminta maaf pada ibunya.
Entah karena ayahnya memang masih mencintai ibunya, atau ayahnya itu hanya takut menerima sangsi yang berat dari kesatuan.
Pamungkas berdiri di jendela, menatap lampu lampu di sekitar sarangan yang masih berpijar riuh dan terang.
Di lirik Ratih yang sudah kembali terlelap dan lebih tenang,
obat yang Pamungkas berikan sudah bekerja dengan baik,
demam yang di derita Ratih juga sudah mulai berkurang, itu tampak dari suhu tubuhnya yang sudah mulai turun dan tidurnya yang tenang.
" le.. ibu menikah lagi boleh..?" lagi lagi ingatannya bersama ibunya merangsek begitu saja ke pikirannya.
" Asal ibuk bahagia.." jawab Pamungkas saat itu,
" Kamu ndak marah le?"
" kenapa marah buk.. ayah juga sudah lupa sama kita.. Pamungkas tau, Pamungkas ngerti buk..
ibuk jangan khawatir.. Pamungkas sayang ibuk..
jadi.. menikah saja.. "
ibunya itu tersenyum sembari memeluk Pamungkas, perempuan berwajah lelah itu terlihat lega, ia takut akan melukai hati putranya.
" Maafkan ibu le.. tapi kamu harus hidup dengan baik, ibu ingin kamu jadi orang sukses, sehingga hidupmu bisa lebih baik dari pada kehidupan ibu yang sekarang..
buktikan sama bapakmu.. kalau tanpa nafkah dan perhatiannya kamu bisa jadi orang yang berguna..
Pak Suryo sudah berjanji pada ibu, akan bertanggung jawab sepenuhnya pada pendidikanmu..
dan akan mendukung semua langkah langkahmu kelak.." Ujar ibunya masih memeluknya erat.
emang kamu pikir si ratih itu ga punya hati apa.....
luka karna dikhianati sama org terdekat itu susah sembuhnya, kamu malah ngerecokin si ratih mulu
slading online juga nih
istri rasa ponakan itu perlu pemahaman yang besar 😆😆