Aruna, namanya. Gadis biasa yatim-piatu yang tidak tau darimana asal usulnya, gadis biasa yang baru memulai hidup sendiri setelah keluar dari panti asuhan di usianya yang menginjak 16 tahun hingga kini usianya sudah 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua
'Ceklek'
'Klakk'
Aruna membuang napas panjang saat dirinya telah tiba di kos miliknya, menyalakan lampu kos-nya yang gelap dan menutup pintu kembali. Aruna melangkah menuju kasur tipisnya sambil membuka kancing kemeja putih di kenakannya.
'Hhuuhhh'
Lagi-lagi helaan napas begitu panjang kembali di keluarkannya dengan begitu berat, satu tangannya merogoh saku kemeja guna mengambil minyak kayu putih yang diberikan Arjun padanya. Sebelum menutup cafe tadi, Aruna lagi-lagi kembali muntah namun kali ini tak ada apapun yang keluar selain air bening. Karena itulah kenapa minyak kayu putih ini bisa beralih pemilik padanya.
Aruna yang tengah duduk di diatas kasur sambil menghirup dalam aroma kayu putih, segera bangkit sambil melepaskan kemeja putih dari tubuhnya menuju kamar mandi. Aruna akan membersihkan diri sambil mencuci kemeja putihnya, kemeja ini setiap hari selalu digunakan di cafe.
Lagi-lagi helaan napas Aruna keluarkan, bisa kalian hitung sudah berapa kali Aruna membuang napas panjang putus asanya. Menatap dirinya di pantulan kaca, Aruna tak sengaja bersitatap dengan tespack yang disimpan asal tadi di tempat sabun.
Terdiam sejenak, Aruna tiba-tiba saja mengelus kaku perutnya.
"Sehat-sehat ya, nak. Di perut ibu. " terdiam sejenak, saat kedua matanya kembali mengembun. "Kamu gapapa kan cuma punya ibu di dunia ini, ibu gak tega pisahan ayahmu sama pacarnya. "
Tangisannya tiba-tiba pecah, tangannya dengan cepat menutup mulutnya sambil menyalakan keran air agar suara tangisannya tidak sampai terdengar luar penghuni kos lainnya.
"Maafin ibu, nak. Ibu gak mau mengambil yang bukan hak ibu, ibu gak mau di cap sebagai perebut sama orang-orang di luar sana, ibu takut... "
Semoga saja tangisan penuh kepedihan ini tak didengar orang lain diluar sana, Aruna semakin mengeraskan tangisannya. Hatinya hancur, bagaimana masa depan anaknya kelak nanti tanpa sosok ayah sebagai pelindungnya? Bagaimana bila nanti anaknya di cemooh orang-orang luaran sana karena memiliki orang tua yang tidak lengkap? Dan bagaimana...
Semua pertanyaan itu tertumpuk memenuhi pikirannya, Aruna tidak bisa membayangkan semua hal yang ada di otaknya terjadi di kelak hari nanti.
"Apa aku gugurkan saja kandungan ini? " pikiran itu tiba-tiba saja terbesit. Namun, secepat mungkin Aruna menggeleng kuat kepalanya membuang pikiran jelek yang tiba-tiba saja terlintas muncul di otaknya.
"Maafin ibu ya udah mikirin hal jelek tadi, ibu minta maaf. Kamu baik-baik saja ya di dalam sini. " Aruna berusaha menguatkan, tangannya kembali mengelus perutnya dengan lembut.
Daripada termenung terus menerus, yang ada Aruna akan gila lama-lama. Mematikan keran air yang sudah tertampung penuh di bak, Aruna lebih baik membersihkan diri saja lalu beristirahat karena besok dia harus bangun pagi untuk bersekolah.
••••••
keesokan harinya, Aruna bangun dengan keadaan lemas luar biasa, ia terkulai dihadapan pintu kamar mandi. Aruna baru saja selesai muntah, tapi anehnya muntahannya ini tidak mengeluarkan apapun dari dalam perutnya yang sedari tadi terasa teraduk.
Tok.. Tok.. Tok...
"Aruna."
Tok.. Tok.. Tok..
"Ini aku, Na. Sarah. Kamu udah bangun apa belum?"
Ketukan pintu diluar membuat Aruna yang masih lemas, terpaksa harus bangkit dari duduknya dibawah lantai. Melangkah ke depan pintu kos-nya sambil memperbaiki tatanan rambutnya yang terlihat begitu berantakan, belum lagi wajahnya tampak kacau begitu pucat pasih.
'Ceklek'
"Kak Sarah? Maaf ya lama aku buka pintunya, aku tadi ada panggilan alam sebentar di kamar mandi." Aruna menyengir tak enak sambil menggaruk punggung tangannya refleks. "Mari masuk, kak. " Aruna semakin membuka lebar pintu kos-nya, mempersilahkan Sarah untuk masuk kedalam kos-nya.
"Eh, gak usah. Aku ke sini cuman mau kasih ini sama kamu." Sarah menyerahkan sebungkus bubur ayam pada Aruna, "Dari ibu. " sambungnya.
"Astaga, aku jadinya gak enak sama kak Sarah dan ibu. Tiap hari selalu kasih aku makanan terus." Aruna menerima pemberian tersebut, ibu yang dimaksud adalah pemilik kos yang di tempati Aruna sekarang. Dan Sarah adalah anak keduanya, tengah menempuh pendidikan kuliah semester lima.
"Gapapa, kamu kan udah kita anggap keluarga sendiri. Juga udah aku anggap sebagai adik, apalagi disini cuman kamu yang paling kecil dari penghuni kos lainnya."
Ya, emang benar. Dari sepuluh pintu kamar kos disini cuman Aruna yang yang masih berstatus anak SMA, yang lain rata-rata para pekerja dan anak kuliahan, makanya gak salah kalau Aruna sering kali mendapatkan makanan gratis dari penghuni kamar kos lainnya.
Sebenernya enak juga sih dikasih makan terus, bisa menghemat pengeluarannya juga. Tapi, Aruna juga tidak enak hati kalau selalu di kasih makanan terus-menerus.
"Udahlah gak usah kamu pikirin, udah mau jam setengah tujuh, kamu gak berangkat ke sekolah? Belum mandi juga kan kamu? Sana siap-siap, bubur ayamnya di makan di sekolah aja, aku balik dulu ya." anggukan kepala yang Aruna berikan sebagai respon jawabannya, menatap punggung Sarah yang mulai menjauh dan hilang dari pandangnya.
Sudah pukul 06:26 Aruna sepertinya akan terlambat bila sarapan terlebih dahulu, mengikuti apa yang dikatakan Sarah tadi. Sebaiknya bubur ayam tersebut dirinya makan saat tiba di sekolah nanti, sepertinya pagi ini Aruna harus mandi secepat mungkin.
Gara-gara muntahan di pagi hari, membuat waktunya terbuang sia-sia dan sepertinya uangnya harus direlakan untuk membayar ojek online untuk berangkat ke sekolah nanti. Dua belas ribunya hangus sudah di pagi ini, karena biasanya Aruna menggunakan angkutan umum untuk berangkat ke sekolah, tapi di jam setengah tujuh angkot biasanya sudah tidak bermunculan lagi di sekitaran halte.
Bayi. Aruna mohon, baik-baik lah didalam perutnya. Jangan susahkan Aruna dengan muntahan, kalau bisa tolong larikan penderitaan ini pada ayah bayinya.
Ya, kalau bisa.
••••••
Hahahaha, permintaan Aruna tadi pagi kayaknya langsung di iyakan sama sang penguasa dan bayinya deh. Jam istirahat pertama, lagi enaknya menikmati sarapannya di kantin bersama sang pacar, entah mengapa Tama tiba-tiba saja muntah-muntah.
Padahal cuman sarapan nasi goreng ditemani dengan teh hangat, semua makanan nasi goreng tadi langsung keluar kembali bahkan roti panggang selai coklat dimakan tadi di rumah juga ikut keluar.
Alana diluar udah panik banget, mau bantu Tama mijat lehernya gak bisa karena Tama sekarang ada di kamar mandi laki-laki, gak mungkin kan Alana nyelonong ikutan masuk juga ke dalam? Yang ada mereka digerebek satu sekolah nanti.
'Ceklek'
"Yaampun, Tama. Kamu gapapa? Kok tiba-tiba bisa muntah begini sih? " panik Alana saat pintu kamar mandi sudah di buka oleh Tama.
"Gak tau, tiba-tiba aja perutku kayak di aduk gitu terus muntah-muntah. " keluhnya, mengelus perutnya yang masih terasa perih.
"Tadi sebelum berangkat ke sekolah kamu gak makan yang aneh-aneh kan? Atau kamu ada minum kopi tadi pagi? " tanya Alana kembali, keduanya melangkah menuju kelas. Dengan Alana yang memapah tubuh Tama yang begitu lemas sehabis muntah tadi.
Btw, mereka berdua sekelas ya.
"Gak ada, tadi dirumah cuman makan roti aja, gak ada minum kopi atau apapun." jawabnya, memejamkan matanya saat Alana dengan inisiatif memijat leher belakangnya. "Mungkin udah mau sakit aja kayaknya, aku kan emang gak gampang sakit orangnya tapi kalau sekalinya sakit ya gini, kesiksa banget sampai muntah-muntah kayak tadi. "
Si calon ayah masih berpikir positif, mungkin karena Tama juga belum tau kalau ada si calon ibu yang lagi ngandung darah dagingnya.
"Kamu tiduran aja sambil aku pijit lehernya, nanti kalau ada guru masuk aku bangunin." pinta Alana, keduanya sudah tiba di kelas IPA¹. Duduk paling depan dekat meja guru, ya namanya juga anak pintar, pasti duduknya di depan lah.
Tama ngikut aja apa yang di bilang Alana. Seriusan, badannya gak enak banget setelah muntah-muntah tadi, belakang lehernya juga gak tau kenapa kayak sakit gitu belum lagi sama perutnya sakit dan perih kayak dililit.
Tama menidurkan kepalanya diatas meja dengan kedua tangannya dijadikan sebagai bantalan, disebelahnya Alana masih senantiasa memijat leher belakang Tama.
Ciri-ciri pacar baik dan berbakti ya, tapi gak tau juga sih hubungan selucu dan segemes ini bakal bertahan lama apa tidak, apalagi dengan kejadian yang telah Tama lakukan pada perempuan lain.
Dan telah membuahkan hasil, kini.
•
•
•
selamat datang di cerita kedua aku, semoga kalian suka.