menikah dengan laki-laki yang masih mengutamakan keluarganya dibandingkan istri membuat Karina menjadi menantu yang sering tertindas.
Namun Karina tak mau hanya diam saja ketika dirinya ditindas oleh keluarga dari suaminya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 34. Kehidupan baru Lisa
Aldo Dudu termenung seorang diri di kursi yang berada di sudut ruangan, matanya memandang ke luar jendela dengan ekspresi yang sedih dan bingung. Dia terlihat kehilangan arah dan semangat.
Sudah tiga hari berlalu sejak pertemuan terakhir dengan Karina, namun Aldo masih terlihat murung dan sedih. Aldo terus memikirkan Karina dan pertemuan mereka yang terakhir, dan dia tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa dia mungkin akan kehilangan orang yang disayanginya.
"Aldo, ayo makan siang dulu," ajak Lusi dengan suara yang lembut dan penuh perhatian. Dia berdiri di samping Aldo, memandangnya dengan mata yang peduli. "Kamu sudah tiga hari tidak makan dengan lahap, Aldo. Kamu harus makan agar tetap sehat." Lusi kemudian mengambil tangan Aldo dan menariknya untuk bangun dari tempat duduknya.
Aldo mengikuti Lusi ke meja makan, meskipun hatinya tidak terlalu bersemangat untuk makan. Namun, dia ingat janjinya kepada Karina untuk selalu makan dan menjaga kesehatannya. Dia juga ingat janjinya untuk menuruti perintah Oma dan papanya. Dengan tidak bersemangat, Aldo duduk di meja makan dan mulai makan, meskipun tidak berselera sama sekali.
Lusi memandang Aldo dengan mata yang penuh belas kasih, wajahnya menunjukkan ekspresi yang peduli dan mengerti.Mengerti tentang bagaimana perasaan Aldo saat ini setelah jauh dari Karina.
"Oma, apa Mama Karina tidak mau kembali ke sini, ya?" tanya Aldo dengan suara yang polos dan penuh harapan, matanya memandang Lusi dengan ekspresi yang mengharapkan jawaban yang positif.
"Aldo, sabar ya," kata Lusi dengan suara yang lembut dan menenangkan. "Tante Karina mungkin masih membutuhkan waktu untuk berpikir dan memutuskan apa yang terbaik untuknya dan untuk kamu juga, nak."
"Iya, Oma..."
Malam pun tiba, dan seperti biasa, setelah makan malam, Aldo langsung masuk ke dalam kamarnya, menutup pintu di belakangnya, dan membiarkan kesunyian malam menyelimuti dirinya.
"Andrew, apakah Karina belum memberikan jawaban sampai saat ini?" Lusi bertanya dan memandang Andrew dengan harapan untuk mendapatkan kabar terbaru tentang keputusan Karina.
Andrew menggelengkan kepalanya. "Belum, Ma. Apa mungkin Karina tidak mau kembali menjadi pengasuh Aldo lagi?" jawab Andrew, suaranya terdengar ragu-ragu.
"Mama juga tidak tahu, Andrew. Apa kita ke kampung halaman orang tua Karina saja? Mungkin kita bisa bertemu dengan Karina dan bertanya langsung tentang keputusan Karina."
Andrew tampak berpikir, matanya menatap ke bawah seperti sedang mencari jawaban dalam pikirannya. Ekspresi wajahnya menunjukkan keraguan dan kebingungan, dia tidak yakin apakah ide mamanya itu tepat atau tidak.
"Tapi, Ma... Bagaimana kalau Karina tidak mau kembali menjadi pengasuh Aldo? Pasti Aldo akan sangat sedih," Andrew mengungkapkan kekhawatirannya dengan suara yang lirih.
"Andrew, kita coba saja dulu," kata Lusi dengan nada yang optimis dan penuh harapan. "Semakin cepat kita mendapatkan jawabannya, maka semakin cepat kita bisa mengetahui apa yang harus kita lakukan selanjutnya untuk Aldo."
"Baiklah, Ma," jawab Andrew dengan nada yang mantap. "Minggu besok kita ke kampung halaman Karina. Aku akan memberitahu Aldo dan kita bisa berangkat pagi-pagi sekali."
Andrew berderap menuju kamar Aldo, langkah kakinya terdengar cepat dan penuh semangat. Ia membuka pintu kamar Aldo dan masuk ke dalam, senyum hangat terukir di wajahnya.
"Papa..."
Andrew mendekat ke tempat tidur Aldo, matanya memandang Aldo dengan penuh kasih sayang. Ia duduk di samping Aldo dan membelai rambut anaknya dengan lembut.
"Aldo mau bertemu dengan Tante Karina?" tanya Andrew.
Aldo segera duduk dari posisi tidurnya, matanya bersinar dengan semangat dan harapan. Aldo langsung menganggukkan kepalanya, raut wajahnya menunjukkan kegembiraan dan antusiasme yang tak terkira.
"Mau, Pa... Aku mau bertemu dengan Mama Karina," kata aldo dengan nada yang polos dan menggemaskan, rasanya tidak sabar untuk bertemu dengan Karina.
Andrew tersenyum hangat dan memeluk Aldo dengan erat. "Besok Minggu kita sama-sama menemui Tante Karina, ya."
Aldo melepaskan pelukan papanya dan memandangnya dengan mata yang polos dan penasaran. "Kenapa tidak besok saja?"
"Kan besok Aldo harus sekolah, Nak. Kita tidak bisa pergi ke kampung halaman Tante Karina saat hari sekolah. Tapi kita bisa pergi ke sana besok Minggu, saat liburan sekolah."
Aldo mengangguk dan senyum, "Yasudah deh. Tapi janji ya, Pa, Minggu kita kesana."
Andrew tersenyum dan menautkan kelingkingnya dengan Aldo, "Janji..." Katanya dengan nada yang tegas dan penuh komitmen, Andrew ingin menegaskan bahwa janji itu pasti akan dipenuhi.
****
"Yaampun Lisa, kenapa kamu masaknya gosong begini?" ucap Bu Marni, mengeluh sambil memandang Lisa dengan mata yang melotot tajam.
"Maaf, Bu. Kan aku sudah bilang kalau tidak bisa masak." Lisa membela diri dengan nada yang sedikit defensif.
Bu Marni menghela napas panjang. "Ini tidak bisa dimakan, Lisa. Ck... buang-buang duit kan jadinya." Matanya memandang Lisa dengan pancaran kekecewaan.
Semenjak Karina pergi, Bu Marni telah mengambil alih tugas memasak di rumah. Namun, pagi ini karena kesibukannya yang tidak bisa dihindari, Bu Marni memutuskan untuk menyuruh Lisa untuk memasak sebagai gantinya. Sayangnya, hasilnya tidak seperti yang diharapkan, dan makanan yang dimasak Lisa justru menjadi gosong.
Bu Marni akhirnya memutuskan untuk pergi belanja sayur lagi dan memasak dari awal. Ia menghela napas dan berpikir bahwa mungkin lebih baik jika ia melakukannya sendiri dari awal.
"Loh, Bu Marni, kok belanja sayur lagi? Bukannya tadi menantu barunya Bu Marni sudah belanja sayur, ya." tanya Bu Dea. Matanya memandang keresek berisi sayuran yang dibawa Bu Marni.
Bu Marni tersenyum dan berusaha untuk tidak menunjukkan kekesalannya, "Iya Bu Dea. Lagi kepengen masak yang banyak, sekalian buat makan siang nanti." Jawabannya terdengar santai dan biasa-biasa saja, tapi sebenarnya Bu Marni sedang berbohong untuk menutupi kegagalan Lisa dalam memasak.
Bu Dea mengangguk dan tersenyum, "Owh, begitu ya, Bu." Dia tidak curiga sama sekali dengan alasan Bu Marni, dan percaya bahwa Bu Marni memang ingin memasak banyak untuk makan siang. Bu Dea kemudian melanjutkan perjalanannya, sementara Bu Marni berjalan kembali ke rumahnya dengan keresek berisi sayuran.
Sesampainya di rumah, Bu Marni langsung beraksi di dapur. Kali ini, dia memutuskan untuk memasak sayur bayam saja, karena memasaknya cepat dan praktis. Dengan demikian, dia bisa menyiapkan sarapan tepat waktu, karena jam sudah mepet. Bu Marni dengan gesit membersihkan bayam, mencuci, dan kemudian memasaknya di atas kompor.
Setelah sayur bayam matang, Bu Marni segera membawanya ke meja makan. Dia meletakkan piring berisi sayur bayam yang masih mengeluarkan uap panas di atas meja, dan kemudian menambahkan nasi hangat di sampingnya. Semua sudah siap, dan Bu Marni memanggil semua orang untuk segera sarapan.
Semua orang pun sudah duduk di tempatnya masing-masing dan mengambil nasi dan sayur bayam yang telah disiapkan oleh Bu Marni.
"Bu, ini beneran sarapan cuma pakai sayur bayam saja?" protes Rani.
"CK... Sudah makan saja! Jangan banyak protes," jawab Bu Marni dengan nada sinis.
Begitu Rudi menyuapkan nasi kedalam mulutnya, Rudi langsung melepeh kembali makanannya. "Bueeeh... Ibu masaknya gimana sih, kenapa sayur bayam rasanya manis sekali?"
"Ah, masak sih Rud?" tanya Bu Marni tidak percaya dengan ucapan Rudi.
Bu Marni mencobanya sendiri dan, "Bueeh... Loh kok jadi gini rasanya. Apa ibu salah masukin garam, ya," gumam Bu Marni.
"CK... Ini semua gara-gara istrimu itu, Rud," imbuh Bu Marni.
"Loh, kok jadi salahku, Bu," protes Lisa.
"Kan memang awalnya gara-gara kamu. Kamu masak malah gosong, akhirnya ibu harus masak lagi dengan waktu yang mepet dan berakhir salah masukin gula karena buru-buru."
"Ya bukan berarti kesalahan ibu di limpahkan sama aku juga dong Bu."
"Sudah cukup! Kenapa pagi-pagi malah jadi berantem sih?" Rudi memijat pelipisnya yang terasa pusing.
Bersambung...
lanjut Thor, penasaran!
wong data semua dari kamu