Cinta memang tak memandang logika. Cinta tak memandang status. Suami yang ku cintai selama ini, tega menikah dengan wanita lain di belakang ku.
"Maafkan aku Ris! Tapi aku mencintainya. Dan sebenarnya, selama ini aku tak pernah mencintai kamu!"
"Jika memang kamu mencintai dia, maka aku akan ikhlas, Mas. Aku berharap, jika suatu saat hatimu sudah bisa mencintaiku. Maka aku harap, waktu itu tidak terlambat."
Risma harus menerima kenyataan pahit dalam rumah tangganya, saat mengetahui jika suaminya mencintai wanita lain, dan ternyata dia tak pernah ada di hati Pandu, Suaminya.
Akankah Pandu bisa mencintai Risma?
Dan apakah saat cinta itu tumbuh, Risma akan bisa menerima Pandu kembali? Dan hal besar apa yang selama ini Risma sembunyikan dari semua orang, termasuk Pandu?
Simak yuk kisahnya hanya di Novel ini.
JANGAN LUPA TEKAN FAV, LIKE, KOMEN DAN VOTENYA... KARENA ITU SANGAT BERHARGA BUAT AUTHOR🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hawa zaza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kecurigaan Risma
"Tidurlah Ma, mungkin kamu capek sehingga bicara ngawur seperti ini, istirahatlah. Dan jangan berpikir macam macam." Mas Pandu beranjak meninggalkan kamar dengan langkah pasti tanpa mau menjawab apa yang menjadi pertanyaan.
'apakah perempuan itu teramat istimewa bagimu Mas, sehingga kamu lebih memilih untuk melindunginya dari amarahku. Aku mencintaimu Pandu, dan akan tetap mencintaimu. Meskipun nanti hubungan kalian terungkap aku akan membuat wanita itu yang pergi meninggalkanmu bukan aku.' lirihku dalam Isak tangis menahan sesak di dada.
Setelah kepergian Mas pandu, aku memilih tetap berdiam di dalam kamar, aku tau, pasti suamiku itu sedang duduk di teras belakang, entah apa yang membuatnya suka berlama lama disana. Hingga pernah jam dua pagi dia baru kembali ke kamar. Ini semakin menguatkan kecurigaan akan perselingkuhan Mas Pandu. Apakah aku harus bertanya sama mama, mencari tau apa yang terjadi di sana. Ya Alloh, masih menduga saja, hatiku sudah sesakit ini.
Merebahkan tubuh, tapi mata tak bisa terpejam, pikiran yang semrawut membuatku merasakan pusing. Memilih keluar dan berniat membuat teh hangat, saat melewati teras belakang, pintu sudah tertutup rapat, biasanya kalau Mas Pandu sedang berada disana, pintu akan dibiarkan terbuka. Apakah Mas pandu sedang di ruangan lain. Sudahlah, untuk saat ini, aku tak ingin terus seperti ini, karena hatiku akan semakin sakit karena prasangka. Saat mau ke arah dapur, aku melewati ruang tengah, di mana anak anak sedang tertidur pulas, dan terlihat Mas Pandu sedang tidur dengan mereka, bahkan tangannya tengah memeluk anak lelaki jagoannya. Melihatnya begitu, hatiku semakin terasa nyerinya.
Memutar arah, tak lagi ada niat membuat secangkir teh hangat, kembali ke peraduan dengan perasaan tak menentu. pikiran tentang perselingkuhan suami semakin membuat kepalaku meledak. Bahkan suamiku, tidak sedikitpun peka dan memenangkan diri ini dari kemelut perasaan yang tak pasti, Mas Pandu memang selalu bersikap acuh ketika menanggapi segala protes ku.
Adzan subuh terdengar nyaring dari kamarku, biasanya, aku akan langsung bangun dan mandi untuk melakukan kewajiban. Tapi kali ini aku hanya ingin bergulung di dalam selimut saja. Kebetulan aku sedang datang bulan. Dan untuk sarapan anak anak, biar di urus sama pembantu, biasanya mbak Romlah datang saat aku mau berangkat kerja, tapi semalam aku sudah mengirimkan pesan untuk datang pagi, menyiapkan sarapan buat anak anak ke sekolah dan juga Mas Pandu, hari ini, aku ingin berhenti sejenak dari tugasku sebagai ibu dan istri. Aku butuh menenangkan diri dari kemelut prasangka yang sedang menyiksaku.
Terdengar derap langkah menuju kesini, aku yakin itu Mas Pandu yang akan sholat subuh. Suamiku itu memang tidak pernah abai meninggalkan kewajibannya pada Robbnya.
"Mah, kok belum bangun, kamu sakit?" Terdengar langkahnya mendekat, dan telapak tangannya menyentuh keningku, aku masih pura pura tertidur. Biar saja, agar Mas Pandu berpikir jika aku benar benar terluka dengan sikapnya itu.
"Gak panas, yasudah. Mungkin kamu butuh istirahat karena lelah menjaga anak anak dan juga masih harus kerja. Maaf kan aku, sudah membuatku menangis semalam." terdengar mas Pandu bergumam, dengan tangannya yang membelai pucuk rambutku dengan lembutnya. Ah di perlakukan seperti ini, semakin membuatku takut kehilangannya.
Setelah sekian menit, baru aku membuka mata, dan nampak Mas Pandu masih khusuk berdoa, lelaki halal ku itu terlihat sangat tampan, sungguh aku tak rela jika ada perempuan lain yang mengambil tempatku.
"Sudah bangun kamu ma. Tumben siang gini baru bangun, ada apa? masih marah dengan yang semalam?" sambungnya saat dia sudah selesai dari sholatnya. Aku hanya terdiam, enggan menanggapi celotehannya, sikap cueknya sudah membuatku sakit hati.
"Hari ini, aku ada tugas sampai malam, titip anak anak, dan bilang sama mbak Romlah untuk tidur di rumah saja, karena mungkin aku akan pulang subuh sekalian, mau mempersiapkan buat acara besok di balai kota." pamitnya, sambil berganti pakaian dinasnya, sangat gagah dan pasti banyak pasang mata wanita terpesona saat melihatnya.
'Iya."
hanya itu jawaban yang keluar dari bibirku. Entahlah kenapa sulit sekali mengendalikan perasaan cemburu ini, padahal nyata nyata semua masih belum terbukti.
Mas Pandu memilih keluar dari kamar, tapi sebelum dia beranjak, tangannya terulur untuk berpamitan, padahal ini masih terlalu pagi, masih jam enam pagi, dan bukan pertama kalinya suamiku berangkat sepagi ini, sering kali dia pergi dinas pagi pagi bahkan ditengah malam buta. Biasanya aku akan baik baik saja dan tidak ada pikiran apapun, tapi kali ini, hatiku mendadak sedih dan kecewa, pikiran buruk mulai menghantui otak ini. jangan jangan dia pergi menemui wanita itu.
"Kenapa Ma? kok ngelihat papa segitunya? ada yang salah?" suara mas Pandu membuyarkan lamunanku, dan aku hanya meresponnya dengan wajah lesu tak bersemangat. "Sudahlah Ma, kamu ini lama lama aneh, bingung aku. Owh iya, uang belanjanya sudah aku transfer ya.
Yasudah, papa berangkat dulu, asalamualaikum." Mas Pandu berlalu dan aku masih terbengong, apa benar sekarang sikapku aneh, yang aneh itu kamu mas, kamu yang aneh. Lihat saja, aku akan menemukan perempuan yang saat ini kamu sembunyikan.
"Ma! Mama!" teriak anakku perempuan, pasti dia akan mempertanyakan kenapa mamanya belum juga bangun di jam segini.
"Mama kenapa, sakit?"
terlihat Cinta mendekat dengan masih menggunakan baju tidurnya. "Iya, mama lagi pusing saja, nanti habis minum obat juga sembuh." jawabku seadanya. "Owh, yasudah mama istirahat saja, Cinta mau mandi, siap siap ke sekolah. Kata papa, sebentar lagi Om Damar datang, Nanti ke sekolahnya barengan sama om Damar. Mama cepat sehat ya, Cinta sedih kalau mama sakit."
"Iya, nak. Mama cuma pusing sedikit saja kok, nanti juga sebentar lagi sembuh, papa sudah berangkat? tadi papanya sarapan gak?"
"Papa sudah berangkat barusan, papa belum sarapan, tadi cuma minum kopi saja, papa buat kopinya sendiri."
"Iya sayang, sudah jam enam, sana mandi dulu, trus sarapan sebelum berangkat ke sekolah, mba Romlah sudah siapin sarapannya kan?"
"Iya, tadi mbak Romlah bikin nasi goreng sama omlet, Galang juga sudah minum susu, papa yang bikinin. Cinta mandi dulu ya mah, nanti keburu om Damar datang."
"Iya sayang, hati hati. Jangan lari-lari nanti jatuh."
Melihat Cinta tumbuh jadi anak yang cerdas pun dengan Galang yang semakin pintar, membuatku merasa bahagia, setidaknya jika nanti Mas pandu lebih memilih perempuannya, aku masih punya kekuatan yaitu anak anakku.
Biarlah untuk hari ini saja, aku merasa lemah dan terpuruk. Tapi tidak untuk hari hari selanjutnya. Akan aku buat kamu jatuh cinta padaku Mas, dan aku akan membuatmu tak lagi berpaling pada wanita lain, istrimu ini cantik, dan juga tulus mencintaimu, kamu harus tau itu.