Menjalani rumah tangga bahagia adalah mimpi semua pasangan suami istri. Lantas, bagaimana jika ibu mertua dan ipar ikut campur mengatur semuanya? Mampukah Camila dan Arman menghadapi semua tekanan? Atau justru memilih pergi dan membiarkan semua orang mengecam mereka anak dan menantu durhaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tie tik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diambang Batas Sabar
Rona jingga terbentang di cakrawala. Sang raja sinar mulai bersiap turun menuju tahta. Burung-burung berterbangan menuju sarang. Angin senja pun mulai berhembus mesra.
"Haaah." Camila membuang napas kasar setelah sampai di halaman rumah dua lantai milik mertuanya. "Aku gak siap ketemu ibu deh, Mas," gumam Camila seraya melepas helmnya.
"Tenang. Gak akan terjadi sesuatu. Lagi pula Ibu hanya menasihati kita, bukan marah." Arman mencoba menenangkan Amel.
Suara adzan magrib mulai berkumandang. Bersamaan dengan itu, Arman dan Camila masuk ke dalam rumah. Kedatangan mereka berdua disambut Aminah dan Pardi yang sudah siap berangkat ke Masjid. Aminah tak mengatakan apapun, wanita lanjut usia itu justru menyuruh Camila dan Arman untuk makan terlebih dahulu.
"Tuh kan, ibu gak marah," ucap Arman setelah kedua orang tuanya berangkat ke masjid. "Kita sholat magrib dulu aja yuk. Terus nanti makan malam bareng," ajak Arman saat mereka menapaki satu persatu anak tangga menuju lantai dua.
Ya, meski Aminah menyambut tanpa kata-kata pedas, Camila tetap saja merasa was-was. Dia belum siap mendengar ocehan panjang ibu mertuanya. Apalagi, setelah nanti dibumbui Sinta dengan kata-kata halusnya. Setelah menghabiskan waktu di kamar selama kurang lebih tiga puluh menit, akhirnya sepasang suami istri itu turun kembali. Mereka berjalan menuju ruang makan dan ternyata ada Yudi dan Sinta di sana.
"Loh sejak kapan kalian pulang?" tanya Yudi begitu melihat Arman berdiri tak jauh darinya.
"Tadi pas adzan magrib, Mas," jawab Arman seraya duduk di salah satu kursi yang ada di sana.
"Sini, Man. Makan bareng-bareng," ajak Yudi.
Camila mengambil piring di dapur. Lantas, dia kembali ke ruang makan dan mulai mengambil makanan untuknya dan Arman. Semua yang dilakukan Camila tak luput dari dari pengamatan Sinta. Sesekali Camila pun melirik ke arah kakak iparnya itu.
Makan malam bersama dalam keheningan. Ya, begitulah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana yang ada di ruang makan. Mereka fokus pada makanan masing-masing dan tidak ada yang memulai pembicaraan sampai terdengar suara tangisan Zafi dari dalam kamar.
"Aku mau lihat Zafi dulu, Pa," pamit Sinta setelah meneguk minumannya.
Detik demi detik telah berlalu. Makan malam bersama telah usai. Kini, mereka semua berkumpul di ruang keluarga kecuali Sinta karena masih menidurkan Zafi di kamar. Obrolan demi obrolan terdengar di sana hingga Aminah tiba-tiba membahas mengenai kegiatan yang dilakukan Arman di Surabaya.
"Seharusnya kamu itu menjaga istrimu dengan benar, Man. Udah tahu istrinya lagi hamil kok malah diajak jalan-jalan," tutur Aminah seraya menatap putranya.
"Kemarin gak sengaja, Bu. Awalnya kan Aku cuma ngajak mertua makan-makan. Terus ya sekalian aja jalan-jalan sebentar. Lagi pula kami cuma sebentar, Bu. Aman." Arman mencoba membela Camila dan dirinya sendiri.
"Ya tetap saja, itu tidak baik untuk wanita hamil. Apa mertuamu gak melarang? Kok bisa Mila malah diajak jalan-jalan. Ya, begini nih kalau orang tua modern," cerocos Aminah hingga membuat semua orang yang ada di ruang keluarga mengalihkan pandangan ke arahnya.
"Bu." Arman memberikan kode dengan tatapan penuh arti.
"Bu, mending sekarang ikut Bapak beli jamu. Asamurat sepertinya kambuh nih," ajak Pardi setelah merasakan situasi yang tidak enak di sana. Pria lanjut usia itu memaksa istrinya pergi bersamanya.
Yudi pun pamit kembali ke kamar karena tidak enah hati dengan Camila. Sementara Arman mulai mendekati Camila. Tanpa banyak bicara, didekapnya tubuh Camila yang bergetar karena menahan tangis.
"Kenapa sih, Mas? Kenapa ibu harus menyalahkan mama? Apa yang salah dari kegiatan kita?" cecar Camila dengan suara lirih.
"Sabar ya." Hanya itu yang bisa disampaikan Arman untuk menenangkan istrinya. Ya, meski ucapan Aminah sudah melewati batas wajar, Arman belum bisa melawan ibundanya itu. "Mau aku buatkan cokelat hangat gak?" tawar Arman setelah cukup lama membiarkan Camila menumpahkan kekecewaannya.
"Boleh. Aku tunggu di sini, ya, Mas," jawab Camila dengan suara bergetar.
Termenung, ya, itulah yang dirasakan Camila saat ini. Dia sangat kecewa dengan omongan Aminah yang menyinggung orang tuanya. Camila menatap nanar foto pernikahannya yang ada di sana. Jalan Camila begitu berat akhir-akhir ini.
"Dek Mil, kenapa melamun di sini?"
Camila menoleh ke samping setelah merasakan tepukan di pundaknya. "Gak ada apa-apa, Mbak," jawab Camila tanpa mau menatap Sinta. Dia hanya bisa menghela napas berat karena kehadiran Sinta di sana.
"Jangan diambil hati Dek mila. Ibu seperti itu karena sayang banget lo sama kamu. Besok juga ibu pasti gak marah. Nanti aku bantu bicara sama ibu deh," ucap Sinta dengan suara yang lembut. "Lagi pula benar kata ibu, jangan terlalu capek. Apalagi sampai jalan-jalan gak jelas," lanjut Sinta dengan diiringi senyum tipis.
Camila menatap Sinta dengan tatapan tajam. Dia sudah tidak sanggup lagi menahan gemuruh yang ada di dalam dada. "Cukup ya, Mbak! Sampean itu gak punya hak sedikitpun untuk ikut campur masalahku! Apalagi sampai ikut menyalahkan orang tuaku! Sampean kan santri dari pesantren. Seharusnya Sampean tahu batasan." Camila tak bisa lagi mengontrol emosinya.
"Gak perlu repot-repot bicara ke ibu! Sampean kan yang sudah mengadu ke Ibu tentang kegiatanku. Gak usah sok perhatian deh! Munafik!" caci Camila seraya menunjuk Sinta.
Suara gaduh dari ruang keluarga berhasil membuat Yudi dan Arman keluar dari tempat masing-masing. Kakak beradik itu tercengang mendengar caci maki Camila. Sungguh, baru kali ini mereka melihat Camila bersikap kasar.
"Sayang. Ada apa?" tanya Arman saat menghampiri Camila.
"Tanya sendiri tuh sama dia!" suruh Camila sambil menoleh ke arah Sinta. Setelah menatap Sinta dengan sorot mematikan, Camila langsung pergi menuju kamarnya.
Pusing. Ya, itulah yang dirasakan Arman saat ini. Dia bingung harus bersikap bagaimana di hadapan Sinta. "Maaf, Mbak, atas sikap yang ditunjukkan istriku. Permisi, Mbak," ucap Arman sebelum kembali ke dapur untuk mengambil segelas coklat hangat yang sudah dibuat untuk Camila.
Sementara itu, sepeninggalan Arman dari ruang keluarga, Sinta masih shock atas kejadian singkat yang baru saja menimpanya. Dia tidak menyangka saja jika Camila berani memakinya. Terkejut, marah dan sedih membaur menjadi satu. Dia menoleh ke samping saat Yudi datang menghampirinya.
"Kamu kok gak membela aku sih, Pa!" ujar Sinta dengan suara yang bergetar sambil menatap Yudi kecewa.
"Aku tidak tahu apa masalah kalian. Sebenarnya kalian itu kenapa?" tanya Yudi tanpa mengalihkan pandangan dari wajah istrinya.
"Mila itu yang salah! Aku hanya memberi nasihat tapi dia malah nyolot! Gak tahu adab!" Sinta menggerutu kesal mengingat bagaimana Camila memperlakukannya.
"Apapun yang terjadi di antara kalian, selesaikan sendiri. Aku tidak mau terlibat dalam urusan ini. Arman pun pasti melakukan hal yang sama. Tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Selesaikan masalahmu dengan Mila secara dewasa. Jangan sampai ibu tahu masalah ini!" tutur Yudi sebelum meninggalkan Sinta di ruang keluarga.
Sinta ternganga mendengar penuturan panjang suaminya. Dia tidak menyangka jika Yudi berani mengatakan hal ini. Dalam bayangan, suaminya itu akan membelanya. Akan tetapi justru kebalikannya.
"Berani sekali dia mengatakan hal itu. Aku ini istrinya loh! Kok bisa malah gak ngebela aku? Awas saja ya!" ujar Sinta dengan napas yang memburu karena menahan kesal.
(Sampean[Jawa]: Kamu)
...🌹TBC🌹...
...Kalian pernah gak di posisi Mila? Orang tua kalian disalahkan sama mertua?...
Arman mana tau,,berangkat pagi pulang sore
terimakasih
Anak sekarang benar2 bikin tepok jidat
Lagi musim orang sakit..
Fokus sama usahanya biar makin lancar..
Goprutnya ntar sampai hafal sama Mila 😀😀
Camila harus lebih tegas lagi
Yg g boleh itu jadi pengadu domba
Fokus saja sama keluarga dan usaha biar sukses